Dua Pasang Hati

Minggu, 26 April 2015 - 10:48 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
Ding! Handphone Keenan berdering, tanda sms masuk dari Echa yang menerangkan alamat rumah Lara. Dia menghentikan mobilnya di pinggir jalan, dan membacanya dengan hati-hati.

”Ehm...” suara erangan terdengar dari sebelahnya. Lara membuka matanya perlahan-lahan, ditatapnya jalan-jalan sepi di bawah jalan tol, di pinggir jalan. Ia lantas mengalihkan pandangannya pada safety-belt yang terpasang rapi di bahu kirinya. Lho, kok gue duduk di depan? Batinnya berkata. Lara menolehkan kepalanya ke kanan, dan terperanjat melihat sosok yang tak asing lagi di hidupnya.

”Kenapa gue ada di sini? Mana Ardio sama Echa?” tanyanya gusar. ”Mereka pulanglah. Lagian ngapain lo di mobil sana, gangguin orang pacaran?” ketus cowok itu sambil terus menatap layar handphone -nya. Kedua matanya memandang Lara dingin, tangan kanannya terjulur menunjukkan layar handphone-nya.

”Benar ini alamat lo?” ”...Iya.” ”Tunjukkin gue arah ke sana. Gue nggak tahu ke daerah rumah lo yang baru.” ”Tapi kita di mana sekarang?” ”Di jalanlah. Nggak bisa lihat banyak mobil lagi jalan di depan lo?” Lara melipat tangannya kesal, ”Turunin gue di sini. Gue bisa jalan sendiri.” Cowok itu tak menanggapi, dengan sengaja ia mengunci pintu mobil.

”Turunin gue!” bentak Lara. Keenan tidak peduli dengan bentakan Lara barusan, malah cowok itu menancapkan gasnya dengan kecepatan tinggi. ”Heh! Kalo lo mau mati, jangan ajak-ajak orang! Mati aja sendiri, sana!” Lara semakin berontak. ”Lo bisa diam nggak!” Suara dingin Keenan membungkam mulut Lara dengan satu hentakan. Lara memalingkan mukanya ke arah lain, sementara Keenan mengatur napasnya seusai teriak-teriak pada Lara.

”Turunin gue di sini, Nan. Please .” ”Lo jangan nguji kesabaran gue ya, Ra. Jangan main-main sama gue!” Cowok itu membalas tak kalah sengit. ”Gue nggak peduli apa kata lo. Turunin gue di sini!” Lara belum gerah dibentak Keenan. Dia dengan sengaja mencoba membuka pintu mobil Keenan.

Cowok itu dibuatnya tidak konsentrasi sama sekali, akibat kelakuan brutal Lara yang nggak berhenti mencoba membukanya. Tanpa disadari Lara, air matanya mulai terjatuh. Ia menyerah setelah mencoba membuka pintu mobil Keenan, ternyata hatinya masih belum bisa memaafkan laki-laki itu. Jangankan memaafkan, melihat wajahnya saja dia tidak sudi.

Malah, di tempat yang seharusnya menyenangkan bagi Lara-keduanya dipertemukan kembali. Cewek itu menahan tangisnya, kemudian tetap memalingkan wajahnya dari Keenan. Siapa sih yang nyangka di tempat sebesar itu saja dia masih dipertemukan oleh Keenan Bagaskara-pria yang dijodohkan dengannya sembilan tahun lalu, saat ia masih bau kencur? Kenapa harus Keenan, bukan Brad Pitt atau Rami Malek, aktor Hollywood favoritnya.

Kenapa? Batin Lara menjerit sebal. Hampir sembilan tahun lamanya keduanya tidak saling bertemu, apalagi sejak si Feli, cewek berengsek itu mengambil cowok ini darinya. Lara sengaja menenggelamkan dirinya pada kesibukan dengan bekerja sebagai manajer interior design di sebuah perusahaan home and living , sekaligus melupakan Keenan, cinta pertamanya.

Dia nggak ada perubahan dari dulu. Masih ketus dan selalu sok tahu, mentang-mentang dia lulusan kedokteran, gaya bicaranya masih kaku dan terlampau serius sih. Bahkan dia masih mengingat kalo Lara adalah penderita maag, migrain, vertigo akut. Sejak SMA dulu, ibunda Lara banyak cerita tentang dirinya pada pria ini. Eh, ujungnya sama aja... dia malah asyik-asyikan pacaran dengan si cewek penggoda itu. (bersambung)

OLEH: Vania M. Bernadette
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0911 seconds (0.1#10.140)