Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 12 Bagian 8

Senin, 06 Maret 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo : Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Tiba-tiba kakek itu meremas cawan araknya dan cawan arak yang terbuat daripada perak itu seperti tanah liat saja, di dalam kepalannya berubah menjadi perak yang pletat-pletot, lenyap bentuk cawannya.

Sin Liong terkejut dan tidak berani bertanya. Kakek itu melempar cawan yang sudah tidak karuan itu ke bawah meja dan berteriak kepada muridnya minta diberi sebuah cawan baru. Kemudian dia berkata, "Siapa tidak kecewa? Anakku hanya seorang, perempuan lagi, dan celakanya, dia sudah ditunangkan sejak kecil!" Kakek ini memang selalu bicara keras, kasar dan jujur, tak pernah mau menyembunyikan sesuatu!

Sin Liong menjadi makin terheran. "Telah ditunangkan sejak kecil adalah baik sekali, mengapa celaka, Locianpwe?"

"Kalau ditunangkan dengan engkau tentu saja baik sekali! Akan tetapi bukan denganmu, dengan orang lain yang tak kunjung datang! Dan karena telah ditunangkan itu, mana mungkin aku dapat mengambil engkau sebagai mantuku? Padahal aku tahu, Hui-ji suka padamu, dia jatuh cinta padamu. Ha-ha, anak pintar itu, matanya tajam sekali."

Tentu saja Sin Liong menjadi terkejut dan malu, menunduk dan tak berani bicara lagi.

"Engkau tentu belum bertunangan, bukan?"

Sin Liong hanya menggeleng kepalanya.

"Kalau begitu, mudah saja! Engkau menjadi mantuku, menikah dengan Hui-ji..."

"Locianpwe, ingatlah bahwa Siocia telah bertunangan, adapun aku... aku sama sekali tidak mempunyai pikiran untuk menikah."

Kakek itu menarik napas panjang. "Engkau betul, memang tidak patut kalau diputuskan begitu saja, dari satu pihak. Aihhh, Lu-san Lojin, engkau tua bangka benar-benar sekali ini membuat hatiku kesal! Aku telah pergi ke sana baru-baru ini dan dia bersama puteranya itu, juga bersama seorang puterinya, menurut penuturan penduduk di sekitar Lu-san, telah pergi entah ke mana! Aihh, betapa kesal hatiku...."

"Harap Locianpwe menenangkan pikiran. Mungkin mereka sedang mencari Locianpwe. Kalau sudah jodoh, tentu akan dipertemukan kelak."

Kembali kakek itu mengangguk-angguk. Memang, setelah mendengar bahwa pemuda yang tadinya akan dibunuhnya itu ternyata adalah Sin-tong yang dahulu dibawa oleh Pangeran Han Ti Ong tokoh Pulau Es, dia tertarik dan terkejut sekali.

Bukan hanya untuk mencoba menarik pemuda itu menjadi mantunya, akan tetapi juga untuk keperluan lain yang amat penting. Dia masih ragu-ragu untuk membicarakan urusan ini, maka dia menanti kesempatan baik dan hendak menjajaki lebih dulu, di fihak manakah pemuda ini berdiri.

Sementara itu, Siangkoan Hui merasa malu sekaii. Dia sudah mengenal baik watak ayahnya yang kasar dan jujur. Tentu kalau dia ikut masuk ke dalam rumah menemui pemuda itu, ayahnya akan bicara yang bukan-bukan tanpa tendeng aling-aling lagi! Dia merasa malu dan... girang bukan main. Tak dapat ia menipu hatinya sendiri.

Dia memang telah jatuh cinta kepada pemuda itu! Pemuda yang amat luar biasa, bukan hanya tampan dan gagah, namun memiliki watak yang amat hebat. Belum pernah dia bertemu dengan pemuda segagah itu, begitu halus, begitu budiman, begitu tabah dan mengalah, akan tetapi juga amat lihai sehingga seratus kali rangketan itu tidak membekas sama sekali di kulit tubuhnya yang putih halus dan padat membayangkan tenaga yang luar biasa! Dia sudah jatuh cinta! Dan ayahnya sudah mengetahui akan hal int.

Tentu ayahnya akan bicara terang-terangan kepada pemuda itu. Akan tetapi, bagaimana dengan tunangannya? Teringat akan ini, tiba-tiba Siangkoan Hui menjadi lemas. Dia duduk bersandar pohon dan termenung, menanggalkan sabuk sutera merah yang melibat pinggangnya. Kiranya sabuk itu hanya sabuk tambahan dan dapat dipergunakan sebagai sapu tangan, karena di pinggang itu telah terdapat sabuk lain yang berwarna kuning. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0337 seconds (0.1#10.140)