Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 21 Bagian 3
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Biarpun keduanya telah terluka, namun mereka terus mengamuk, pedang mereka menyambar-nyambar dan kembali robohlah empat orang pengeroyok, sungguhpun mereka berdua sendiri juga mengalami luka-luka bacokan. Maklumlah keduanya bahwa menghadapi pengeroyokan demikian banyak pengawal, mereka tidak mungkin dapat meloloskan diri, maka mereka mengamuk untuk dapat membunuh sebanyak mungkin musuh sebelum mereka berdua dirobohkan. Mereka berdua sudah bertekad untuk melawan sampai mati.
Akan tetapi tiba-tiba terjadi perubahan. Para pengurung dan pengeroyok menjadi kacau balau dan terdengar suara meledak-ledak nyaring serta disusul pekik-pekik kesakitan dan robohlah beberapa orang pengeroyok yang kena disambar oleh sebatang cambuk berduri. Juga ada para pengeroyok yang dilempar-lemparkan sepasang lengan yang amat kuat.
Swi Nio dan Toan Ki terkejut dan girang sekali karena maklum bahwa ada bala bantuan datang. Mereka tadinya menduga bahwa yang datang tentulah teman-teman mereka, para mata-mata yang disebar oleh An Lu Shan. Akan tetapi mereka menjadi terheran-heran dan kagum sekali ketika menyaksikan bahwa yang mendatangkan kekacauan pada pihak para pengeroyok hanyalah dua orang, seorang pemuda tinggi besar yang gagah perkasa, yang menggunakan kedua tangannya melempar-lemparkan para pengawal, dan seorang dara yang amat cantik jelita dan gagah, dara yang mengamuk dengan sebatang cambuk berduri dan sebatang pedang, gerakannya cepat dan ganas.
Siapakah dua orang yang tidak dikenal oleh Swi Nio dan Toan Ki itu? Mereka adalah Ouw Soan Cu, gadis Pulau Neraka yang lihai itu, dan pemuda tinggi besar Kwee Lun, murid Lam-hai Seng-jin yang tinggal di Pulau Kura-kura di Laut Selatan.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, mereka berdua saling berjumpa di puncak Awan Merah di Pegunungan Tai-hang-san, yaitu di tempat tinggal Tee-tok Siangkoan Houw. Ouw Soan Cu gadis Pulau Neraka itu datang bersama Sin Liong sedangkan Kwee Lun yang menjadi teman seperjalanan dan sahabat Swat Hong datang pula bersama gadis itu. Tadinya, sebelum Sin Liong pergi bersama Swat Hong untuk mencari The Kwat Lin di Bu-tong-pai, pemuda ini yang merasa kasihan kepada Soan Cu menitipkan gadis itu kepada Tee-tok Siangkoan Houw. Akan tetapi melihat Sin Liong pergi bersama Swat Hong, Soan Cu tidak mau tinggal di tempat itu, lalu dia pun pergi hendak mencari ayahnya. Dan Kwee Lun, yang merasa tertarik kepada gadis cantik jelita dan galak serta jujur itu, segera berpamit dan cepat lari mengejar Soan Cu.
Di kaki Pegunungan Tai-hang-san, barulah Kwee Lun mampu menyusul Soan Cu karena gadis itu memperlambat larinya dan berjalan dengan termenung. Setelah kini mulai melakukan perjalanan seorang diri, barulah Soan Cu merasa bingung sekali. Tadinya, melakukan perjalanan bersama Sin Liong, dia tidak tahu apa-apa, hanya ikut saja dan segala hal diputuskan oleh pemuda itu. Setelah kini sadar bahwa dia berada seorang diri di dunia yang luas ini, dia merasa kesepian dan bingung. Dia tidak mengenal tempat dan tidak tahu harus menuju ke mana untuk mencari ayahnya! Teringat akan semua ini, hatinya kecil dan gelisah, juga marah. Marah kepada Sin Liong yang meninggalkannya.
"Nona Ouw, perlahan dulu...!"
Karena termenung dan hatinya gelisah, Soan Cu sama sekali tidak memperhatikan keadaan sekitarnya maka dia tidak tahu bahwa ada orang yang membanyanginya di belakang. Barulah dia terkejut ketika mendengar seruan itu dan cepat dia membalikan tubuhnya memandang. Dia cemberut melihat bahwa yang memanggilnya adalah pemuda tinggi besar yang pernah bertempur dengan dia di Puncak Awan Merah karena pemuda membela Swat Hong dan dia membela Sin Liong. Teringat akan peristiwa itu, tiba-tiba saja dia merasa geli dan menahan ketawanya dengan senyum lebar, lalu menutupi mulutnya.
Melihat gadis itu menahan ketawa, namun jelas sinar mata gadis itu mentertawakannya, Kwee Lun mengerutkan alisnya yang tebal, akan tetapi dia pun tersenyum dan berkata sambil menjura, "Nona Ouw, mengapa engkau menahan ketawa dan menyembunyikan senyum? Menyambut seorang kenalan dengan senyum lebar di bibir merupakan penghormatan paling besar. Senyum adalah seperti matahari pagi, menghidupkan, menenteramkan, penuh damai dan bahagia..." (Bersambung)
Biarpun keduanya telah terluka, namun mereka terus mengamuk, pedang mereka menyambar-nyambar dan kembali robohlah empat orang pengeroyok, sungguhpun mereka berdua sendiri juga mengalami luka-luka bacokan. Maklumlah keduanya bahwa menghadapi pengeroyokan demikian banyak pengawal, mereka tidak mungkin dapat meloloskan diri, maka mereka mengamuk untuk dapat membunuh sebanyak mungkin musuh sebelum mereka berdua dirobohkan. Mereka berdua sudah bertekad untuk melawan sampai mati.
Akan tetapi tiba-tiba terjadi perubahan. Para pengurung dan pengeroyok menjadi kacau balau dan terdengar suara meledak-ledak nyaring serta disusul pekik-pekik kesakitan dan robohlah beberapa orang pengeroyok yang kena disambar oleh sebatang cambuk berduri. Juga ada para pengeroyok yang dilempar-lemparkan sepasang lengan yang amat kuat.
Swi Nio dan Toan Ki terkejut dan girang sekali karena maklum bahwa ada bala bantuan datang. Mereka tadinya menduga bahwa yang datang tentulah teman-teman mereka, para mata-mata yang disebar oleh An Lu Shan. Akan tetapi mereka menjadi terheran-heran dan kagum sekali ketika menyaksikan bahwa yang mendatangkan kekacauan pada pihak para pengeroyok hanyalah dua orang, seorang pemuda tinggi besar yang gagah perkasa, yang menggunakan kedua tangannya melempar-lemparkan para pengawal, dan seorang dara yang amat cantik jelita dan gagah, dara yang mengamuk dengan sebatang cambuk berduri dan sebatang pedang, gerakannya cepat dan ganas.
Siapakah dua orang yang tidak dikenal oleh Swi Nio dan Toan Ki itu? Mereka adalah Ouw Soan Cu, gadis Pulau Neraka yang lihai itu, dan pemuda tinggi besar Kwee Lun, murid Lam-hai Seng-jin yang tinggal di Pulau Kura-kura di Laut Selatan.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, mereka berdua saling berjumpa di puncak Awan Merah di Pegunungan Tai-hang-san, yaitu di tempat tinggal Tee-tok Siangkoan Houw. Ouw Soan Cu gadis Pulau Neraka itu datang bersama Sin Liong sedangkan Kwee Lun yang menjadi teman seperjalanan dan sahabat Swat Hong datang pula bersama gadis itu. Tadinya, sebelum Sin Liong pergi bersama Swat Hong untuk mencari The Kwat Lin di Bu-tong-pai, pemuda ini yang merasa kasihan kepada Soan Cu menitipkan gadis itu kepada Tee-tok Siangkoan Houw. Akan tetapi melihat Sin Liong pergi bersama Swat Hong, Soan Cu tidak mau tinggal di tempat itu, lalu dia pun pergi hendak mencari ayahnya. Dan Kwee Lun, yang merasa tertarik kepada gadis cantik jelita dan galak serta jujur itu, segera berpamit dan cepat lari mengejar Soan Cu.
Di kaki Pegunungan Tai-hang-san, barulah Kwee Lun mampu menyusul Soan Cu karena gadis itu memperlambat larinya dan berjalan dengan termenung. Setelah kini mulai melakukan perjalanan seorang diri, barulah Soan Cu merasa bingung sekali. Tadinya, melakukan perjalanan bersama Sin Liong, dia tidak tahu apa-apa, hanya ikut saja dan segala hal diputuskan oleh pemuda itu. Setelah kini sadar bahwa dia berada seorang diri di dunia yang luas ini, dia merasa kesepian dan bingung. Dia tidak mengenal tempat dan tidak tahu harus menuju ke mana untuk mencari ayahnya! Teringat akan semua ini, hatinya kecil dan gelisah, juga marah. Marah kepada Sin Liong yang meninggalkannya.
"Nona Ouw, perlahan dulu...!"
Karena termenung dan hatinya gelisah, Soan Cu sama sekali tidak memperhatikan keadaan sekitarnya maka dia tidak tahu bahwa ada orang yang membanyanginya di belakang. Barulah dia terkejut ketika mendengar seruan itu dan cepat dia membalikan tubuhnya memandang. Dia cemberut melihat bahwa yang memanggilnya adalah pemuda tinggi besar yang pernah bertempur dengan dia di Puncak Awan Merah karena pemuda membela Swat Hong dan dia membela Sin Liong. Teringat akan peristiwa itu, tiba-tiba saja dia merasa geli dan menahan ketawanya dengan senyum lebar, lalu menutupi mulutnya.
Melihat gadis itu menahan ketawa, namun jelas sinar mata gadis itu mentertawakannya, Kwee Lun mengerutkan alisnya yang tebal, akan tetapi dia pun tersenyum dan berkata sambil menjura, "Nona Ouw, mengapa engkau menahan ketawa dan menyembunyikan senyum? Menyambut seorang kenalan dengan senyum lebar di bibir merupakan penghormatan paling besar. Senyum adalah seperti matahari pagi, menghidupkan, menenteramkan, penuh damai dan bahagia..." (Bersambung)
(dwi)