Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 14 Bagian 7
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Swi Nio menutupi mukanya dan menangis mengguguk. Tak tahu apa yang harus dilakukannya. Dengan terisak-isak dan jari-jari tangan gemetar dia mengenakan pakaiannya yang bertumpuk di sudut pembaringan. Kepalanya masih pening dan tenaganya habis.
Tak mungkin dalam keadaan seperti itu dia melarikan diri. Tentu akan mudah tertangkap kembali oleh gurunya. Melawan pun tidak mampu, apa lagi dia benar-benar merasa seperti tidak bertenaga lagi. Apa lagi hendak membunuh pangeran itu yang selalu terkawal kuat!
"Ya Tuhan...!" Dia menangis lagi sesenggukan. "Ayah... Koko... apa yang harus kulakukan...?" Dia sudah ternoda. Mau atau tidak, dia harus menjadi selir Pangeran itu. Dia tidak sudi! Lebih baik mati! Mati!! Ya, matilah jalan satu-satunya, demikian pikiran yang ruwet itu mengambil.
Dirabanya ikat pinggangnya, Tidak, dia seorang gadis gagah perkasa, tidak semestinya mati menggantung diri seperti wanita-wanita lemah, Dihampirinya pedangnya yang digantung di dinding. Biarpun tangannya gemetar dan tak bertenaga dipaksanya tangan itu mencabut pedangnya, lalu MrnMI-. memejamkan matanya, dia mengeyun pedang itu ke lehernya.
"Plakkkk" Lengan kanannya dipegang orang dan Pedang itu dirampasnya. Tadinya dia mengira bahwa subonya yang mencegahnya membunuh diri, maka dia terisak dan membalik. Betapa kagetnya ketika dia melihat bahwa yang mencegahnya membunuh diri itu adalah seorang laki-laki muda, paling banyak tiga puluh tahun usianya. Laki-laki ini tersenyum, wajahnya cukup tampan dan membayangkan kegagahan.
"Membunuh diri bukan perbuatan seorang gagah." bisik laki-laki itu. "Kalau sudah mati, mana mungkin dapat menghilangkan penasaran? Kalau masih hidup, selalu terbuka harapan untuk membalas dendam!"
Ucapan ini menyadarkan Swi Nio. "Siapa kau.?"
"Sssstttt.,., bisik pula laki-laki itu. "Aku seorang mata-mata yang dikirim oleh Jenderal An Lu San. Nona, daripada engkau membunuh diri, mari kaubantu aku keluar dari tempat ini dan kauikut bersamaku. Dengan bekerja untuk An-goanswe, kelak kau berkesempatan untuk membalas kepada semua orang yang telah mendatangkan malapetaka ini kepadamu."
Seperti kilat masuknya pikiran ini ke dalam kepala Swi Nio. Mengapa tidak? Mati bukan merupakan jalan yang memecahkan persoalan! Dia harus membalas kepada Pangeran itu!
Dan kini, dia dapat menduga bahwa dia tentu pingsan karena pengaruh obat dari Kiam-mo Cai-li. Dia tahu bahwa wanita iblis itu adalah seorang ahli tentang racun. Kini dia mengerti semua. Dia sengaja bankan oleh gurunya dan oleh iblis itu, seperti seekor domba yang sengaja dikorbankan menjadi mangsa srigala, Si Pangeran itu! Dendamnya bertumpuk, kini terbuka jalan baginya, perlu apa mengambii jalan pendek membunuh diri.
"Baik, mari ikut aku... bisiknya dan dengan berindap-indap Swi Nio mengajak laki-laki itu melalui jalan rahasia dan akhirnya, menjelang pagi, mereka ber dua berhasil keluar dari tembok pagar Bu-tong-pai.
"Haiii..." tiba-tiba terdengar bentakan dan lima orang anggauta Bu-tong-pai muncul dari tempat penjagaan tersembunyi. Akan tetapi ketika mereka melihat Swi Nio, mereka terheran-heran, memandang kepada gadis itu lalu kepada orang asing yang keluar dari jalan rahasia bersama murid utama ketua mereka.
Malam itu memang banyak datang tamu dari kota raja yang ikut dalam rombongan Pangeran, maka mereka mengira bahwa tentu orang ini adalah anggauta rombongan pula. Akan tetapi sepagi itu, masih gelap, apakah yang akan dilakukan tamu ini bersama Swi Nio keluar dari Bu- tong-pai dengan diam-diam?
Tiba-tiba terdengar teriakan berturut-turut dan lima orang itu roboh dan tewas seketika. Mereka hanya mampu satu kali saja mengeluarkan teriakan karena tenggorokan mereka hampir putus disambar jari-jari yang amat kuat dari mata-mata itu yang bergerak dengan cepat luar biasa menyerang mereka.
Melihat kelihaian orang itu, Swi Nio tercengang. Dia makin kagum. Kiranya mata-mata ini bukan orang biasa dan andaikata ketahuan pun akan merupakan lawan tangguh, sungguhpun tentu saja dia sangsi apakah orang ini akan mampu lolos kalau Kiam-mo Cai-li dan subonya turun tangan.
"Mari cepat...!" Orang laki-laki itu berkata dan melihat keadaan Swi Nio yang masih lemas, dia tanpa ragu-ragu lagi lalu menyambar tubuh gadis itu, dipanggulnya dan berlarilah dia dengan amat cepatnya meninggalkan tempat yang berbahaya baginya itu. (Bersambung)
Swi Nio menutupi mukanya dan menangis mengguguk. Tak tahu apa yang harus dilakukannya. Dengan terisak-isak dan jari-jari tangan gemetar dia mengenakan pakaiannya yang bertumpuk di sudut pembaringan. Kepalanya masih pening dan tenaganya habis.
Tak mungkin dalam keadaan seperti itu dia melarikan diri. Tentu akan mudah tertangkap kembali oleh gurunya. Melawan pun tidak mampu, apa lagi dia benar-benar merasa seperti tidak bertenaga lagi. Apa lagi hendak membunuh pangeran itu yang selalu terkawal kuat!
"Ya Tuhan...!" Dia menangis lagi sesenggukan. "Ayah... Koko... apa yang harus kulakukan...?" Dia sudah ternoda. Mau atau tidak, dia harus menjadi selir Pangeran itu. Dia tidak sudi! Lebih baik mati! Mati!! Ya, matilah jalan satu-satunya, demikian pikiran yang ruwet itu mengambil.
Dirabanya ikat pinggangnya, Tidak, dia seorang gadis gagah perkasa, tidak semestinya mati menggantung diri seperti wanita-wanita lemah, Dihampirinya pedangnya yang digantung di dinding. Biarpun tangannya gemetar dan tak bertenaga dipaksanya tangan itu mencabut pedangnya, lalu MrnMI-. memejamkan matanya, dia mengeyun pedang itu ke lehernya.
"Plakkkk" Lengan kanannya dipegang orang dan Pedang itu dirampasnya. Tadinya dia mengira bahwa subonya yang mencegahnya membunuh diri, maka dia terisak dan membalik. Betapa kagetnya ketika dia melihat bahwa yang mencegahnya membunuh diri itu adalah seorang laki-laki muda, paling banyak tiga puluh tahun usianya. Laki-laki ini tersenyum, wajahnya cukup tampan dan membayangkan kegagahan.
"Membunuh diri bukan perbuatan seorang gagah." bisik laki-laki itu. "Kalau sudah mati, mana mungkin dapat menghilangkan penasaran? Kalau masih hidup, selalu terbuka harapan untuk membalas dendam!"
Ucapan ini menyadarkan Swi Nio. "Siapa kau.?"
"Sssstttt.,., bisik pula laki-laki itu. "Aku seorang mata-mata yang dikirim oleh Jenderal An Lu San. Nona, daripada engkau membunuh diri, mari kaubantu aku keluar dari tempat ini dan kauikut bersamaku. Dengan bekerja untuk An-goanswe, kelak kau berkesempatan untuk membalas kepada semua orang yang telah mendatangkan malapetaka ini kepadamu."
Seperti kilat masuknya pikiran ini ke dalam kepala Swi Nio. Mengapa tidak? Mati bukan merupakan jalan yang memecahkan persoalan! Dia harus membalas kepada Pangeran itu!
Dan kini, dia dapat menduga bahwa dia tentu pingsan karena pengaruh obat dari Kiam-mo Cai-li. Dia tahu bahwa wanita iblis itu adalah seorang ahli tentang racun. Kini dia mengerti semua. Dia sengaja bankan oleh gurunya dan oleh iblis itu, seperti seekor domba yang sengaja dikorbankan menjadi mangsa srigala, Si Pangeran itu! Dendamnya bertumpuk, kini terbuka jalan baginya, perlu apa mengambii jalan pendek membunuh diri.
"Baik, mari ikut aku... bisiknya dan dengan berindap-indap Swi Nio mengajak laki-laki itu melalui jalan rahasia dan akhirnya, menjelang pagi, mereka ber dua berhasil keluar dari tembok pagar Bu-tong-pai.
"Haiii..." tiba-tiba terdengar bentakan dan lima orang anggauta Bu-tong-pai muncul dari tempat penjagaan tersembunyi. Akan tetapi ketika mereka melihat Swi Nio, mereka terheran-heran, memandang kepada gadis itu lalu kepada orang asing yang keluar dari jalan rahasia bersama murid utama ketua mereka.
Malam itu memang banyak datang tamu dari kota raja yang ikut dalam rombongan Pangeran, maka mereka mengira bahwa tentu orang ini adalah anggauta rombongan pula. Akan tetapi sepagi itu, masih gelap, apakah yang akan dilakukan tamu ini bersama Swi Nio keluar dari Bu- tong-pai dengan diam-diam?
Tiba-tiba terdengar teriakan berturut-turut dan lima orang itu roboh dan tewas seketika. Mereka hanya mampu satu kali saja mengeluarkan teriakan karena tenggorokan mereka hampir putus disambar jari-jari yang amat kuat dari mata-mata itu yang bergerak dengan cepat luar biasa menyerang mereka.
Melihat kelihaian orang itu, Swi Nio tercengang. Dia makin kagum. Kiranya mata-mata ini bukan orang biasa dan andaikata ketahuan pun akan merupakan lawan tangguh, sungguhpun tentu saja dia sangsi apakah orang ini akan mampu lolos kalau Kiam-mo Cai-li dan subonya turun tangan.
"Mari cepat...!" Orang laki-laki itu berkata dan melihat keadaan Swi Nio yang masih lemas, dia tanpa ragu-ragu lagi lalu menyambar tubuh gadis itu, dipanggulnya dan berlarilah dia dengan amat cepatnya meninggalkan tempat yang berbahaya baginya itu. (Bersambung)
(dwi)