Kho Ping Hoo, Kho Ping Hoo Jilid 23 Bagian 10
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Kho Ping Hoo
Kwee Lun memandang semua itu dan dua titik air mata membasahi bulu matanya. Dia merasa terharu, juga girang sekali, girang melihat kebahagiaan Swat Hong dan sekaligus dia teringat kepada Soan Cu. Dia pun sudah dapat bergerak, melangkah maju dan berkata, "Kwa-taihiap, sukur bahwa engkau masih dalam keadaan selamat. Sungguh aku ikut merasa girang...."
Sin Liong tersenyum kepadanya. "Kwee-toako, engkau seorang sahabat yang baik. Simpanlah pedang dan kipasmu, tidak perlu melanjutkan pembunuhan yang tidak ada gunanya ini."
Kwee Lun menurut, akan tetapi matanya memandang ragu dan sambil menyarungkan pedang dan menyimpan kipasnya, dia bertanya, "Akan tetapi... mereka itu...?"
Terdengar teriakan-teriakan dari para pengepung. "Tangkap mata-mata musuh!"
"Bunuh pemberontak!?
"Tangkap pembunuh Bouw-ciangkun!"
Ribuan orang perajurit sudah bergerak lagi. Swat Hong memegang lengan suhengnya dan Kwee Lun juga mendekati Sin Liong. Betapapun juga, gentar dia menghadapi ribuan orang yang berteriak itu, apalagi dia tidak boleh melawan. Ketenangan Sin Liong membuat dia mencari perlindungan dekat pemuda ini.
Sin Liong memegang lengan sumoinya dan terdengarlah suaranya penuh kesabaran dan ketenangan yang wajar, Cu-wi sekalian tahu bahwa mereka berdua ini bukan mata-mata, dan Cu-wi tahu apa yang telah terjadi. Maka harap Cu-wi perkenankan kami pergi, kemudian sebaiknya melaporkan kepada Sri Baginda apa yang telah terjadi sehingga dapat diambil tindakan tepat, demi ketertiban,"
Suara itu demikian halus, akan tetapi mengatasi semua teriakan dan anehnya orang-orang itu tidak berteriak-teriak lagi.
"Kami hendak pergi sekarang!"
Sin Liong memegang lengan Swat Hong dengan tangan kanannya, memegang lengan Kwee Lun dengan tangan kiri, lalu menarik kedua orang itu keluar dari kepungan Swat Hong dan Kwee Lun melangkah dengan bengong, merasa seperti dalam mimpi saja karena ketika mereka melangkah pergi melalui ribuan orang pasukan itu, tidak ada seorang pun di antara para perajurit yang mencoba untuk menghalangi mereka, bahkan ajaibnya, tidak ada seorang pun yang memandang mereka, seolah-olah para perajurit itu tidak melihat mereka!
Dan memang begitulah. Para perajurit itu pun bengong ketika secara tiba-tiba setelah pemuda tampan halus itu berpamit, tiga orang itu tiba-tiba saja lenyap dari situ tanpa meninggalkan bekas! Setelah Sin Liong dan dua orang temannya pergi jauh, barulah gempar di tempat itu dan akhirnya Kaisar memperoleh laporan tentang semua peristiwa yang terjadi. Panglima Hussin dikirim pulang dan pimpinan pasukannya diserahkan kepada Ahmed!
Sementara itu, Sin Liong, Kwee Lun dan Swat Hong pergi meninggalkan Secuan. Ketika mereka tiba jauh dari daerah itu, mereka berhenti dan Swat Hong berkata, "Suheng, mengapa kita meninggalkan Secuan? Aku ingin sekali menjadi sukarelawati membantu Kaisar dan membasmi pemberontak yang telah mengakibatkan kematian Ibu, kematian Soan Cu dan ayahnya, bahkan kematian Kakek Buyutku!"
"Benar apa yang dikatakan Nona Swat Hong, Kwa-taihiap. Perjuangan menanti tenaga kita. Marilah kita bertiga membantu kerajaan membasmi pemberontak."
Sin Liong menarik napas panjang, memegang tangan sumoinya dan diajak duduk di atas rumput. Swat Hong duduk dekit suhengnya dan memandang wajah suhengnya dengan penuh kagum dan kasih sayang.
"Kwee-toako, benarkah engkau tertarik dengan perang, dengan saling bunuh-membunuh antara manusia, antara bangsa sendiri itu? Betapa mengerikan, Toako. Menggunakan ilmu silat untuk membela yang lemah, untuk menentang yang jahat masih dapat dimengerti dan masih mending. Akan tetapi bunuh-membunuh hanya untuk membela sekelompok menusia lain saling memperebutkan kemuliaan duniawi, sungguh patut disesalkan. Mereka itu hanya ingin mempergunakan orang lain demi mencapai cita-cita sendiri.
"Aih, apa yang dikatakan Suheng memang tepat, Kwee-toako. Ingat saja pengalamanku. Aku jauh-jauh detang untuk menjadi sukarelawati, membantu mereka, akan tetapi belum apa-apa aku sudah akan dikorbankan demi untuk menyenangkan hati panglima asing itu." Swat Hong berkata kemudian dia menceritakan pengalamannya kepada Sin Liong, semenjak mereka berpisah dan dia ditolong oleh kakek buyutnya, sampai dia berpisah dari Kwee Lun meninggalkan ibunya yang menghadapi maut.
"Aku tidak berhasil mencari Swi Nio dan Toan Ki yang kutitipi pusaka-pusaka Pulau Es. Maka aku berniat membantu Kaisar sekalian mencari mereka yang kurasa melarikan diri membawa pusaka-pusaka itu untuk mereka sendiri. Sungguh menggemaskan!" (Bersambung)
Kwee Lun memandang semua itu dan dua titik air mata membasahi bulu matanya. Dia merasa terharu, juga girang sekali, girang melihat kebahagiaan Swat Hong dan sekaligus dia teringat kepada Soan Cu. Dia pun sudah dapat bergerak, melangkah maju dan berkata, "Kwa-taihiap, sukur bahwa engkau masih dalam keadaan selamat. Sungguh aku ikut merasa girang...."
Sin Liong tersenyum kepadanya. "Kwee-toako, engkau seorang sahabat yang baik. Simpanlah pedang dan kipasmu, tidak perlu melanjutkan pembunuhan yang tidak ada gunanya ini."
Kwee Lun menurut, akan tetapi matanya memandang ragu dan sambil menyarungkan pedang dan menyimpan kipasnya, dia bertanya, "Akan tetapi... mereka itu...?"
Terdengar teriakan-teriakan dari para pengepung. "Tangkap mata-mata musuh!"
"Bunuh pemberontak!?
"Tangkap pembunuh Bouw-ciangkun!"
Ribuan orang perajurit sudah bergerak lagi. Swat Hong memegang lengan suhengnya dan Kwee Lun juga mendekati Sin Liong. Betapapun juga, gentar dia menghadapi ribuan orang yang berteriak itu, apalagi dia tidak boleh melawan. Ketenangan Sin Liong membuat dia mencari perlindungan dekat pemuda ini.
Sin Liong memegang lengan sumoinya dan terdengarlah suaranya penuh kesabaran dan ketenangan yang wajar, Cu-wi sekalian tahu bahwa mereka berdua ini bukan mata-mata, dan Cu-wi tahu apa yang telah terjadi. Maka harap Cu-wi perkenankan kami pergi, kemudian sebaiknya melaporkan kepada Sri Baginda apa yang telah terjadi sehingga dapat diambil tindakan tepat, demi ketertiban,"
Suara itu demikian halus, akan tetapi mengatasi semua teriakan dan anehnya orang-orang itu tidak berteriak-teriak lagi.
"Kami hendak pergi sekarang!"
Sin Liong memegang lengan Swat Hong dengan tangan kanannya, memegang lengan Kwee Lun dengan tangan kiri, lalu menarik kedua orang itu keluar dari kepungan Swat Hong dan Kwee Lun melangkah dengan bengong, merasa seperti dalam mimpi saja karena ketika mereka melangkah pergi melalui ribuan orang pasukan itu, tidak ada seorang pun di antara para perajurit yang mencoba untuk menghalangi mereka, bahkan ajaibnya, tidak ada seorang pun yang memandang mereka, seolah-olah para perajurit itu tidak melihat mereka!
Dan memang begitulah. Para perajurit itu pun bengong ketika secara tiba-tiba setelah pemuda tampan halus itu berpamit, tiga orang itu tiba-tiba saja lenyap dari situ tanpa meninggalkan bekas! Setelah Sin Liong dan dua orang temannya pergi jauh, barulah gempar di tempat itu dan akhirnya Kaisar memperoleh laporan tentang semua peristiwa yang terjadi. Panglima Hussin dikirim pulang dan pimpinan pasukannya diserahkan kepada Ahmed!
Sementara itu, Sin Liong, Kwee Lun dan Swat Hong pergi meninggalkan Secuan. Ketika mereka tiba jauh dari daerah itu, mereka berhenti dan Swat Hong berkata, "Suheng, mengapa kita meninggalkan Secuan? Aku ingin sekali menjadi sukarelawati membantu Kaisar dan membasmi pemberontak yang telah mengakibatkan kematian Ibu, kematian Soan Cu dan ayahnya, bahkan kematian Kakek Buyutku!"
"Benar apa yang dikatakan Nona Swat Hong, Kwa-taihiap. Perjuangan menanti tenaga kita. Marilah kita bertiga membantu kerajaan membasmi pemberontak."
Sin Liong menarik napas panjang, memegang tangan sumoinya dan diajak duduk di atas rumput. Swat Hong duduk dekit suhengnya dan memandang wajah suhengnya dengan penuh kagum dan kasih sayang.
"Kwee-toako, benarkah engkau tertarik dengan perang, dengan saling bunuh-membunuh antara manusia, antara bangsa sendiri itu? Betapa mengerikan, Toako. Menggunakan ilmu silat untuk membela yang lemah, untuk menentang yang jahat masih dapat dimengerti dan masih mending. Akan tetapi bunuh-membunuh hanya untuk membela sekelompok menusia lain saling memperebutkan kemuliaan duniawi, sungguh patut disesalkan. Mereka itu hanya ingin mempergunakan orang lain demi mencapai cita-cita sendiri.
"Aih, apa yang dikatakan Suheng memang tepat, Kwee-toako. Ingat saja pengalamanku. Aku jauh-jauh detang untuk menjadi sukarelawati, membantu mereka, akan tetapi belum apa-apa aku sudah akan dikorbankan demi untuk menyenangkan hati panglima asing itu." Swat Hong berkata kemudian dia menceritakan pengalamannya kepada Sin Liong, semenjak mereka berpisah dan dia ditolong oleh kakek buyutnya, sampai dia berpisah dari Kwee Lun meninggalkan ibunya yang menghadapi maut.
"Aku tidak berhasil mencari Swi Nio dan Toan Ki yang kutitipi pusaka-pusaka Pulau Es. Maka aku berniat membantu Kaisar sekalian mencari mereka yang kurasa melarikan diri membawa pusaka-pusaka itu untuk mereka sendiri. Sungguh menggemaskan!" (Bersambung)
(dwi)