Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 12 Bagian 1
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
DEMIKLANLAH, Sin Liong meninggalkan Pulau Neraka bersama Soan Cu dan juga biruang raksasa yang menjadi jinak sekali itu. Dengan sebuah perahu yang disediakan oleh Ouw Kong Ek, berangkatiah mereka meninggalkan Pulau Neraka, berlayar melalui pulau pulau di daerah itu. Akhirnya, karena tidak berhasil menemukan Swat Hong yang dicari-carinya, juga tidak tampak seorang pun manusia tinggal di daerah lautan berbahaya itu, Sin Liong mengemudikan perahu nya menuju ke barat, ke daratan besar.
"Besar kemungkinan Sumoi mendarat, dan kalau sampai belasan tahun Ayahmu tidak pernah pulang dan tidak ada beritanya, juga bukan tidak mungkin Ayahmu tinggal di sana," katanya kepada Soan Cu. "Mari kita mencari jejak mereka di daratan besar."
Soan Cu tidak membantah dan demikianlah, akhirnya mereka mendarat dan hanya beberapa hari lebih dulu dari pendaratan yang dilakukan oleh Swat Hong yang tersesat jalan dan mendarat jauh di selatan sehingga dia bertemu dengan Kwee Lun.
Karena dari pantai ke barat banyak melalui daerah yang sunyi, pegunungan dan hutan, maka adanya biruang bersama mereka tidak terlalu mengganggu benar. Pula, binatang itu sudah jinak sekali, bahkan dapat disuruh untuk mencari buah-buahan, pandai pula mencari air di dalam hutan yang lebat.
Pada suatu hari, tibalah mereka di Pegunungan Tai-hang-san. Tanpa mereka ketahui, mereka tiba di lereng puncak Awan Merah, daerah kekuasaan Tee-tok, Ketika mereka memasuki sebuah hutan besar, tiba-tiba terdengar auman harimau yang amat keras sehingga suara itu menggetarkan hutan.
Mendengar auman ini, biruang menjadi marah sekaii. Sin Liong cepat memegang dan memeluk binatang itu, khawatir kalau-kalau biruang itu akan lari dan berkelahi dengan harimau yang mengaum itu.
"Hat...! Ada harimau! Biar kutangkap dia!" Sian Cu sudah berlari-lari membawa senjatanya yang aneh dan istimewa, yaitu sebatang cambuk berduri yang menjadi senjata kesayangannya di samping pedang. Dia tertawa-tawa gembira sehingga Sin Liong tidak tega untuk melarangnya.
Dara itu masih remaja, masih bersifat kanak-kanak dan hanya kadang-kadang saja tampak kedewasaannya. Dia maklum bahwa gadis yang sejak bayi dibesarkan di tempat seperti Pulau Neraka itu, tentu saja memiliki sifat-sifat liar, akan tetapi dia pun mengenai dasar-dasar baik dari hati Soan Cu. Selain membiarkan gadis itu bergembira, juga dia percaya penuh bahwa ilmu kepandaian Soan Cu sudah tinggi sekali, cukup tinggi untuk melindungi diri sendiri.
Soan Cu berlari cepat sekali dan dalam berlari ini timbullah kegembiraan yang luar biasa di dalam hatinya. Di depan Sin Liong, dia selalu harus menekan perasaannya karena sikap pemuda ini sungguh penuh wibawa dan membuat dia tunduk, takut dan hormat seolah-olah pemuda itu menjadi pengganti kakeknya.
Akan tetapi sesungguhnya semejak dia meninggalkan Pulau Neraka, ada perasaan gembira yang diembunyikannya dan baru sekarang dia memperoleh kesempatan untuk melepaskan kegembiraannya yang meluap-luap. Ingin dia bersorak gembira kalau saja tidak takut terdengar oleh Sin Liong! Maka kegembiraannya itu disalurkan lewat kedua kakinya yang berloncatan dan berlari-lari menuju ke arah suara harimau mengaum.
Karena auman harimau itu keras sekali, mudah saja bagi Soan Cu untuk menuju ke tempat itu dan akhirnya dia melihat seekor harimau yang amat besar dan kuat, berpulu indah sekali, loreng-loreng hitam kuning berdiri memandang ke arah seorang laki-laki yang berdiri ketakutan.
Harimau itu membuka-buka moncongnya, seperti seorang anak kecil yang menggoda kakek itu, menakut-nakutinya, kadang-kadang mengaum dan tiap kali dia mengaum, kedua kaki orang itu menggigil dan terdengar suara terputus-putus dan dia mencoba untuk bersembunyi di belakang sebatang pohon, "Kakak harimau yang baik... saya... saya... A-siong pedagang kayu bakar... hendak mengirim kayu bakar kepada Lo-enghiong... harap jangan mengganggu saya...."
Harimau itu sebetulnya adalah harimau peliharaan Tee-tok dan biasanya dikurung dalam kerangkeng dan hanya pada waktu-waktu tertentu saja dibiarkan berkeliaran di hutan. Agaknya penjaga harimau pada hari itu terlupa sehingga harimau itu tetap berkeliaran pada waktu A-siong sedang mengirim kayu bakar ke Puncak Awan Merah. A-siong adalah seorang di antara pedagang-pedagang kayu bakar yang suka menjual kayu bakar di tempat itu.(Bersambung)
DEMIKLANLAH, Sin Liong meninggalkan Pulau Neraka bersama Soan Cu dan juga biruang raksasa yang menjadi jinak sekali itu. Dengan sebuah perahu yang disediakan oleh Ouw Kong Ek, berangkatiah mereka meninggalkan Pulau Neraka, berlayar melalui pulau pulau di daerah itu. Akhirnya, karena tidak berhasil menemukan Swat Hong yang dicari-carinya, juga tidak tampak seorang pun manusia tinggal di daerah lautan berbahaya itu, Sin Liong mengemudikan perahu nya menuju ke barat, ke daratan besar.
"Besar kemungkinan Sumoi mendarat, dan kalau sampai belasan tahun Ayahmu tidak pernah pulang dan tidak ada beritanya, juga bukan tidak mungkin Ayahmu tinggal di sana," katanya kepada Soan Cu. "Mari kita mencari jejak mereka di daratan besar."
Soan Cu tidak membantah dan demikianlah, akhirnya mereka mendarat dan hanya beberapa hari lebih dulu dari pendaratan yang dilakukan oleh Swat Hong yang tersesat jalan dan mendarat jauh di selatan sehingga dia bertemu dengan Kwee Lun.
Karena dari pantai ke barat banyak melalui daerah yang sunyi, pegunungan dan hutan, maka adanya biruang bersama mereka tidak terlalu mengganggu benar. Pula, binatang itu sudah jinak sekali, bahkan dapat disuruh untuk mencari buah-buahan, pandai pula mencari air di dalam hutan yang lebat.
Pada suatu hari, tibalah mereka di Pegunungan Tai-hang-san. Tanpa mereka ketahui, mereka tiba di lereng puncak Awan Merah, daerah kekuasaan Tee-tok, Ketika mereka memasuki sebuah hutan besar, tiba-tiba terdengar auman harimau yang amat keras sehingga suara itu menggetarkan hutan.
Mendengar auman ini, biruang menjadi marah sekaii. Sin Liong cepat memegang dan memeluk binatang itu, khawatir kalau-kalau biruang itu akan lari dan berkelahi dengan harimau yang mengaum itu.
"Hat...! Ada harimau! Biar kutangkap dia!" Sian Cu sudah berlari-lari membawa senjatanya yang aneh dan istimewa, yaitu sebatang cambuk berduri yang menjadi senjata kesayangannya di samping pedang. Dia tertawa-tawa gembira sehingga Sin Liong tidak tega untuk melarangnya.
Dara itu masih remaja, masih bersifat kanak-kanak dan hanya kadang-kadang saja tampak kedewasaannya. Dia maklum bahwa gadis yang sejak bayi dibesarkan di tempat seperti Pulau Neraka itu, tentu saja memiliki sifat-sifat liar, akan tetapi dia pun mengenai dasar-dasar baik dari hati Soan Cu. Selain membiarkan gadis itu bergembira, juga dia percaya penuh bahwa ilmu kepandaian Soan Cu sudah tinggi sekali, cukup tinggi untuk melindungi diri sendiri.
Soan Cu berlari cepat sekali dan dalam berlari ini timbullah kegembiraan yang luar biasa di dalam hatinya. Di depan Sin Liong, dia selalu harus menekan perasaannya karena sikap pemuda ini sungguh penuh wibawa dan membuat dia tunduk, takut dan hormat seolah-olah pemuda itu menjadi pengganti kakeknya.
Akan tetapi sesungguhnya semejak dia meninggalkan Pulau Neraka, ada perasaan gembira yang diembunyikannya dan baru sekarang dia memperoleh kesempatan untuk melepaskan kegembiraannya yang meluap-luap. Ingin dia bersorak gembira kalau saja tidak takut terdengar oleh Sin Liong! Maka kegembiraannya itu disalurkan lewat kedua kakinya yang berloncatan dan berlari-lari menuju ke arah suara harimau mengaum.
Karena auman harimau itu keras sekali, mudah saja bagi Soan Cu untuk menuju ke tempat itu dan akhirnya dia melihat seekor harimau yang amat besar dan kuat, berpulu indah sekali, loreng-loreng hitam kuning berdiri memandang ke arah seorang laki-laki yang berdiri ketakutan.
Harimau itu membuka-buka moncongnya, seperti seorang anak kecil yang menggoda kakek itu, menakut-nakutinya, kadang-kadang mengaum dan tiap kali dia mengaum, kedua kaki orang itu menggigil dan terdengar suara terputus-putus dan dia mencoba untuk bersembunyi di belakang sebatang pohon, "Kakak harimau yang baik... saya... saya... A-siong pedagang kayu bakar... hendak mengirim kayu bakar kepada Lo-enghiong... harap jangan mengganggu saya...."
Harimau itu sebetulnya adalah harimau peliharaan Tee-tok dan biasanya dikurung dalam kerangkeng dan hanya pada waktu-waktu tertentu saja dibiarkan berkeliaran di hutan. Agaknya penjaga harimau pada hari itu terlupa sehingga harimau itu tetap berkeliaran pada waktu A-siong sedang mengirim kayu bakar ke Puncak Awan Merah. A-siong adalah seorang di antara pedagang-pedagang kayu bakar yang suka menjual kayu bakar di tempat itu.(Bersambung)
(dwi)