Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 15 Bagian 8
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo : Bukek Siansu
Toan Ki menurunkan tangannya, memegang tangan Swi Nio dengan erat. Mereka saling berpegangan dan saling menggenggam tangan. "Kita senasib, Nona. Karenanya ada kecocokan di antara kita dan karenanya aku menolongmu pagi tadi.
Akan tetapi, bicara soal bantu-membantu, akulah yang akan membantumu kelak kalau saatnya tiba untuk membalaskan sakit hatimu. Sedangkan, sakit hatiku sendiri sudah kubalas impas dan lunas. Pemuda bangsawan kaparat itu telah kubunuh bersama temua hwesio kelenteng itu! Karena itu aku menjadi buronan dan aku terpaksa lari kepada Jendaral An Lu Shan yang segera menerimaku karena dia membutuhkan bantuan kepandaianku."
"Ahhh, engkau baik sekali, Twako. Dan engkau bernasib buruk sekali seperti aku. Aku merasa beruntung dapat bertemu dan dapat bersahabat denganmu. Baiklah aku akan ikut bersamamu menghadap Jenderal An Lu Shan."
Demikianlah, Swi Nio ikut bersama Toan Ki dan benar saja seperti dikatakan laki-laki gagah itu, dia diterima dengan baik di dalam rombongan orang-orang gagah bukan perajurit yang menjadi pembantu-pembantu An Lu Shan. Perahabatannya dengan Liem Toan Ki menjadi makin akrab dan bahkan tumbuh benih-benlh cinta kasih di antara kedua orang yang sama nasibnya ini, Liem Toan Ki kehilangan isterinya yang dikawininya baru tiga bulan lamanya, sedangkan Swi Nio kehilangan keperawanannya karena diperkosa oleh seorang pangeran.
Akhirnya keduanya bersepakat untuk mengikat perjodohan, namun Swi Nio mengatakan bahwa dia baru mau melangsungkan pernikahan secara resmi apabila sakit hatinya telah terbalas semua! Maka kedua orang ini hidup sebagai dua orang tunangan yang saling mencinta, apalagi karena perjodohan mereka itu direstui oleh An Lu Shan yang pandai mengambil hati orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian yang amat dibutuhkan bantuannya.
Pada suatu hari An Lu Shan memanggil Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio, berlama tiga orang tokoh lain yang merupakan orang-orang berkepandaian tinggi di antara para pembantu An Lu Shan. Yang seorang bernama Tan Goan Kok, seorang kakek tinggi besar yang terkenal di utara sebagai seorang ahli gwa-kang yang hebat.
Kabarnya, Tan Goan Kok ini biarpun usianya sudah lima puluh tahun lebih, dapat menggunakan kekuatan otot tubuhnya untuk mengangkat seekor kerbau bunting! Di samping tenaganya yang besar, juga dia memiliki ilmu silat toya yang sukar dicari bandingnya.
Kakek ke dua adalah Pat-jiu Mo kai (Pengemis Iblis Tangan Delapan), seorang kakek berusia enam puluh tahun, pakaiannya penuh tambalan biarpun bersih dan baru, selalu memegang sebatang tongkat butut dan siapa pun, bahkan An Lu Shan sendiri, menyebutnya Pangcu (Ketua) padahal kakek jembel ini hanyalah seorang ketua yang tidak mempunyai anak buah! Pat-jiu Mo-kai tidak memimpin suatu perkumpulan pengemis, namun nama besarnya sedemikian terkenal, sehingga setiap orang pengemis di mana pun juga akan selalu menyebutnya Pangcu! Sampai ketua para perkumpulan pengemis juga menyebutnya Pangcu! Ilmu tongkatnya amat tinggi dan kabarnya belum pernah kakek ini dikalahkan lawan selama dalam perantauannya sampai akhir nya dia dapat dibujuk membantu An Lu Shan.
Orang ke tiga, berusia lima puluh tahun lebih, berpakaian tosu dan memang dia seorang penganut Agima To, seorang kakek perantau yang disebut Siok Tojin. Berbeda dengan kedua orang kakek pertama, Siok Tojin orangnya pendiam, tidak terkenal, namun ilmu pedangnya amat hebat sehingga ketika dia diuji, ilmu pedangnya itu bahkan mampu menandingi tongkat Pat-jiu Mo-kai!
Setelah Liem Toan Ki, Bu Swi Nio, dan tiga orang kakek itu menghadap An Lu Shan yang memanggilnya, jenderal pemberontak ini lalu menceritakan akan surat dari The Kwat Lin bekas ketua Bu-tong-pai yang mengajak kerja sama dalam menentang Kaisar.
"Aku sengaja mengutus Ngo-wi (Kalian Berlima) untuk menjajaki hati wanita berilmu tinggi itu apakah benar-benar dia hendak bersekutu, Bu Swi Nio adalah muridnya, maka aku mengutusnya untuk mengukur hati gurunya. Kalau dia benar-benar hendak bersekutu, tentu dia tidak akan marah kepeda muridnya yang telah melarikan diri dan menjadi pembantuku. Kau menemani dan menjaga tunanganmu, Toan Ki. Dan Pangcu bersama dua orang Lo-enghiong hendaknya menguji kepandaian mereka yang hendak bersekutu, di samping melindungi mereka berdua ini kalau-kalau terancam bahaya." (Bersambung)
Toan Ki menurunkan tangannya, memegang tangan Swi Nio dengan erat. Mereka saling berpegangan dan saling menggenggam tangan. "Kita senasib, Nona. Karenanya ada kecocokan di antara kita dan karenanya aku menolongmu pagi tadi.
Akan tetapi, bicara soal bantu-membantu, akulah yang akan membantumu kelak kalau saatnya tiba untuk membalaskan sakit hatimu. Sedangkan, sakit hatiku sendiri sudah kubalas impas dan lunas. Pemuda bangsawan kaparat itu telah kubunuh bersama temua hwesio kelenteng itu! Karena itu aku menjadi buronan dan aku terpaksa lari kepada Jendaral An Lu Shan yang segera menerimaku karena dia membutuhkan bantuan kepandaianku."
"Ahhh, engkau baik sekali, Twako. Dan engkau bernasib buruk sekali seperti aku. Aku merasa beruntung dapat bertemu dan dapat bersahabat denganmu. Baiklah aku akan ikut bersamamu menghadap Jenderal An Lu Shan."
Demikianlah, Swi Nio ikut bersama Toan Ki dan benar saja seperti dikatakan laki-laki gagah itu, dia diterima dengan baik di dalam rombongan orang-orang gagah bukan perajurit yang menjadi pembantu-pembantu An Lu Shan. Perahabatannya dengan Liem Toan Ki menjadi makin akrab dan bahkan tumbuh benih-benlh cinta kasih di antara kedua orang yang sama nasibnya ini, Liem Toan Ki kehilangan isterinya yang dikawininya baru tiga bulan lamanya, sedangkan Swi Nio kehilangan keperawanannya karena diperkosa oleh seorang pangeran.
Akhirnya keduanya bersepakat untuk mengikat perjodohan, namun Swi Nio mengatakan bahwa dia baru mau melangsungkan pernikahan secara resmi apabila sakit hatinya telah terbalas semua! Maka kedua orang ini hidup sebagai dua orang tunangan yang saling mencinta, apalagi karena perjodohan mereka itu direstui oleh An Lu Shan yang pandai mengambil hati orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian yang amat dibutuhkan bantuannya.
Pada suatu hari An Lu Shan memanggil Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio, berlama tiga orang tokoh lain yang merupakan orang-orang berkepandaian tinggi di antara para pembantu An Lu Shan. Yang seorang bernama Tan Goan Kok, seorang kakek tinggi besar yang terkenal di utara sebagai seorang ahli gwa-kang yang hebat.
Kabarnya, Tan Goan Kok ini biarpun usianya sudah lima puluh tahun lebih, dapat menggunakan kekuatan otot tubuhnya untuk mengangkat seekor kerbau bunting! Di samping tenaganya yang besar, juga dia memiliki ilmu silat toya yang sukar dicari bandingnya.
Kakek ke dua adalah Pat-jiu Mo kai (Pengemis Iblis Tangan Delapan), seorang kakek berusia enam puluh tahun, pakaiannya penuh tambalan biarpun bersih dan baru, selalu memegang sebatang tongkat butut dan siapa pun, bahkan An Lu Shan sendiri, menyebutnya Pangcu (Ketua) padahal kakek jembel ini hanyalah seorang ketua yang tidak mempunyai anak buah! Pat-jiu Mo-kai tidak memimpin suatu perkumpulan pengemis, namun nama besarnya sedemikian terkenal, sehingga setiap orang pengemis di mana pun juga akan selalu menyebutnya Pangcu! Sampai ketua para perkumpulan pengemis juga menyebutnya Pangcu! Ilmu tongkatnya amat tinggi dan kabarnya belum pernah kakek ini dikalahkan lawan selama dalam perantauannya sampai akhir nya dia dapat dibujuk membantu An Lu Shan.
Orang ke tiga, berusia lima puluh tahun lebih, berpakaian tosu dan memang dia seorang penganut Agima To, seorang kakek perantau yang disebut Siok Tojin. Berbeda dengan kedua orang kakek pertama, Siok Tojin orangnya pendiam, tidak terkenal, namun ilmu pedangnya amat hebat sehingga ketika dia diuji, ilmu pedangnya itu bahkan mampu menandingi tongkat Pat-jiu Mo-kai!
Setelah Liem Toan Ki, Bu Swi Nio, dan tiga orang kakek itu menghadap An Lu Shan yang memanggilnya, jenderal pemberontak ini lalu menceritakan akan surat dari The Kwat Lin bekas ketua Bu-tong-pai yang mengajak kerja sama dalam menentang Kaisar.
"Aku sengaja mengutus Ngo-wi (Kalian Berlima) untuk menjajaki hati wanita berilmu tinggi itu apakah benar-benar dia hendak bersekutu, Bu Swi Nio adalah muridnya, maka aku mengutusnya untuk mengukur hati gurunya. Kalau dia benar-benar hendak bersekutu, tentu dia tidak akan marah kepeda muridnya yang telah melarikan diri dan menjadi pembantuku. Kau menemani dan menjaga tunanganmu, Toan Ki. Dan Pangcu bersama dua orang Lo-enghiong hendaknya menguji kepandaian mereka yang hendak bersekutu, di samping melindungi mereka berdua ini kalau-kalau terancam bahaya." (Bersambung)
(dwi)