Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 18 Bagian 7
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Akan tetapi wajah mereka yang penuh kumis pendek dan penuh keriput itu jelas adalah wajah orang-orang yang sudah dewasa, bahkan wajah laki-laki berusia kurang lebih empat puluh tahun!
Karena tubuh mereka yang kerdil itu amat pendek, mereka kelihatan kuat dan kokoh, wajah mereka keruh dan marah, mengandung kekejaman dan di tangan mereka tampak senjata yang bermacam-macam, senjata yang aneh-aneh tidak lumrah senjata umumnya.
Gerakan mereka ketika mengurung dan bergerak mengelilingi Swat Hong juga amat aneh, kadang-kadang tumit mereka diangkat, kadang-kadang mereka bergerak sambil berjongkok sehingga menjadi makin pendek seperti katak, kadang-kadang berloncatan!
"Kalian mau apa? Pergi.,.!!" Swat Hong membentak dan mengirim tendangan berantai ke arah empat orang katai terdekat akan tetapi betapa herannya ketika melihat empat kali tendangannya yang beruntun itu mengenai angin kosong karena dengan gerakan yang aneh dan cekatan sekali, empat orang kerdil itu telah mampu mengelak, bahkan hampir saja ujung sepatu kiri Swat Hong terbabat sebatang pedang yang bentuknya seperti gergaji!
"Hati-hati, Sumoi. Mereka bukanlah lawan lemah." Sin Liong berbisik dan pemuda ini sudah menyambar sebatang kayu dahan pohon, mematahkannya dan membuat sebatang alat pemukul sebesar lengan. "Kita hadapi mereka dengan saling melindungi," kembali Sin Liong berbisik.
Swat Hong adalah seorang dara yang keras hati dan tidak mengenai artinya takut akan tetapi melihat hasil tendangannya tadi, dia pun maklum bahwa rombongan orang kerdil ini tidak boleh di buat main-main, maka dia cukup cerdik untuk mentaati bisikan suhengnya dan mereka lalu berdiri tegak, memasang kuda-kuda dengan punggung saling membelakangi hampir bersentuhan.
Swat Hong memegang pedang dengan tangan kanan yang diangkat, sedangkan tangan kiri dengan jari-jari terbuka, miring di depan dada. Sin Liong pun memasang kuda-kuda yang sama, hanya bedanya, dia memegang alat pemukulnya dengan tangan kiri. Keduanya berdiri diam tak bergerak sama sekali, hanya mata mereka yang melirik ke kanan kiri mengikuti setiap gerak-gerik para pengurung mereka.
"Harap Cuwi jangan salah paham," Sin Liong berseru nyaring, "Kami datang bukan untuk memusuhi Cuwi sekalian atau siapapun juga di tempat ini. Kami datang karena tersesat hendak mencari Rawa Bangkai. Kalau Cuwi dapat memberi tahu di mana adanya Rawa Bangkai, kami akan berterima kasih sekali."
Akan tetapi, orang-orang kerdil itu tetap saja bergerak maju mengelilingi mereka sambil berjingkrak dan membuat gerakan aneh-aneh. Dua orang muda-mudi itu tetap berdiri tegak, sama sekali tidak bergerak namun semua urat syaraf di tubuh mereka menegang dalam persiapan.
Seorang di antara orang kerdil itu, sambil terus mengelilingi mereka berdua, bertanya, "Mau apa kalian mencari Rawa Bangkai?"
Kini Swat Hong yang sudah hilang sabarnya itu menjawab dengan bentakan, "Orang-orang kerdil menjemukan! Kami mencari seorang yang bernama The Kwat Lin!"
Mata orang-orang kerdil itu melotot namun mereka masih tetap mengelilingi dua orang muda itu dan orang yang memegang sebatang golok besar bercicin empat agaknya pemimpin mereka, yang mukanya berseri dan kumisnya kecil melintang, bertanya lagi, "Mau apa mencari The Kwat Lin?"
"Mau kubunuh mampus!"
Jawaban Swat Hong ini seperti merupakan aba-aba saja karena terdengar mereka memekik aneh dan kedua orang itu terpaksa harus mengerahkan sinking untuk melindungi jantung karena pekik-pekik aneh itu merupakan penyerangan luar biasa melalui suara yang disertai khikang.
Tentu saja dua orang muda yang memiliki kesaktian hebat dan Pulau Es itu tidak dapat begitu mudah dikalahkan hanya dengan pekik-pekik itu. Melihat betapa dua orang muda itu sama sekali tidak terpengaruh, tiba-tiba Si pemegang golok bercincin berteriak dan mulailah tiga puluh enam orang kerdil itu menyerang dengan cara aneh, yaitu sambil lari mereka menyerang, tampaknya sambil lalu saja akan tetapi karena banyak senjata yang menyerang, tentu saja amat berbahaya. (Bersambung)
Akan tetapi wajah mereka yang penuh kumis pendek dan penuh keriput itu jelas adalah wajah orang-orang yang sudah dewasa, bahkan wajah laki-laki berusia kurang lebih empat puluh tahun!
Karena tubuh mereka yang kerdil itu amat pendek, mereka kelihatan kuat dan kokoh, wajah mereka keruh dan marah, mengandung kekejaman dan di tangan mereka tampak senjata yang bermacam-macam, senjata yang aneh-aneh tidak lumrah senjata umumnya.
Gerakan mereka ketika mengurung dan bergerak mengelilingi Swat Hong juga amat aneh, kadang-kadang tumit mereka diangkat, kadang-kadang mereka bergerak sambil berjongkok sehingga menjadi makin pendek seperti katak, kadang-kadang berloncatan!
"Kalian mau apa? Pergi.,.!!" Swat Hong membentak dan mengirim tendangan berantai ke arah empat orang katai terdekat akan tetapi betapa herannya ketika melihat empat kali tendangannya yang beruntun itu mengenai angin kosong karena dengan gerakan yang aneh dan cekatan sekali, empat orang kerdil itu telah mampu mengelak, bahkan hampir saja ujung sepatu kiri Swat Hong terbabat sebatang pedang yang bentuknya seperti gergaji!
"Hati-hati, Sumoi. Mereka bukanlah lawan lemah." Sin Liong berbisik dan pemuda ini sudah menyambar sebatang kayu dahan pohon, mematahkannya dan membuat sebatang alat pemukul sebesar lengan. "Kita hadapi mereka dengan saling melindungi," kembali Sin Liong berbisik.
Swat Hong adalah seorang dara yang keras hati dan tidak mengenai artinya takut akan tetapi melihat hasil tendangannya tadi, dia pun maklum bahwa rombongan orang kerdil ini tidak boleh di buat main-main, maka dia cukup cerdik untuk mentaati bisikan suhengnya dan mereka lalu berdiri tegak, memasang kuda-kuda dengan punggung saling membelakangi hampir bersentuhan.
Swat Hong memegang pedang dengan tangan kanan yang diangkat, sedangkan tangan kiri dengan jari-jari terbuka, miring di depan dada. Sin Liong pun memasang kuda-kuda yang sama, hanya bedanya, dia memegang alat pemukulnya dengan tangan kiri. Keduanya berdiri diam tak bergerak sama sekali, hanya mata mereka yang melirik ke kanan kiri mengikuti setiap gerak-gerik para pengurung mereka.
"Harap Cuwi jangan salah paham," Sin Liong berseru nyaring, "Kami datang bukan untuk memusuhi Cuwi sekalian atau siapapun juga di tempat ini. Kami datang karena tersesat hendak mencari Rawa Bangkai. Kalau Cuwi dapat memberi tahu di mana adanya Rawa Bangkai, kami akan berterima kasih sekali."
Akan tetapi, orang-orang kerdil itu tetap saja bergerak maju mengelilingi mereka sambil berjingkrak dan membuat gerakan aneh-aneh. Dua orang muda-mudi itu tetap berdiri tegak, sama sekali tidak bergerak namun semua urat syaraf di tubuh mereka menegang dalam persiapan.
Seorang di antara orang kerdil itu, sambil terus mengelilingi mereka berdua, bertanya, "Mau apa kalian mencari Rawa Bangkai?"
Kini Swat Hong yang sudah hilang sabarnya itu menjawab dengan bentakan, "Orang-orang kerdil menjemukan! Kami mencari seorang yang bernama The Kwat Lin!"
Mata orang-orang kerdil itu melotot namun mereka masih tetap mengelilingi dua orang muda itu dan orang yang memegang sebatang golok besar bercicin empat agaknya pemimpin mereka, yang mukanya berseri dan kumisnya kecil melintang, bertanya lagi, "Mau apa mencari The Kwat Lin?"
"Mau kubunuh mampus!"
Jawaban Swat Hong ini seperti merupakan aba-aba saja karena terdengar mereka memekik aneh dan kedua orang itu terpaksa harus mengerahkan sinking untuk melindungi jantung karena pekik-pekik aneh itu merupakan penyerangan luar biasa melalui suara yang disertai khikang.
Tentu saja dua orang muda yang memiliki kesaktian hebat dan Pulau Es itu tidak dapat begitu mudah dikalahkan hanya dengan pekik-pekik itu. Melihat betapa dua orang muda itu sama sekali tidak terpengaruh, tiba-tiba Si pemegang golok bercincin berteriak dan mulailah tiga puluh enam orang kerdil itu menyerang dengan cara aneh, yaitu sambil lari mereka menyerang, tampaknya sambil lalu saja akan tetapi karena banyak senjata yang menyerang, tentu saja amat berbahaya. (Bersambung)
(dwi)