Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 16 Bagian 3

Rabu, 29 Maret 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo : Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo : Bukek Siansu

The Kwat Lin hanya ingin mengukur sampai di mana kekuatan dua orang lawannya. Setelah yakin benar, dia menyimpan pedang dan sengaja menerima hantaman yang sudah dia ukur akan dapat diterima oleh leher dan pinggulnya, kemudian pada saat kedua senjata itu tiba di tubuhnya menggunakan kesempatan selagi kedua orang kakek itu terkejut melihat lawan tidak mengelak dan menerima pukulan, cepat seperti kilat kedua tangan The Kwat Lin bergerak dan berhasil menotok roboh dua orang kakek yang sama sekali tidak menduga bahwa lawan yang terkena hantaman dua kali itu akan menotok mereka!

"Bukan main!!!" Tan Goan Kok berseru dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Belum pernah selama hidupnya dia bertemu tanding sehebat itu.

"Kami mengaku kalah! Kiranya The-toanio memiliki kelihaian yang amat luar biasa dan kami akan melaporkan semua ini kelak kepada An Goanswe," kata Pat-jiu Mo-kai.

The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li girang sekali telah dapat menundukkan para utusan itu, maka pesta lalu diadakan untuk menyambut utusan-utusan An Lu Shan dan sambil makan minum mereka lalu merundingkan dan merencanakan siasat untuk bekerja sama.

Dalam kesempatan ini, Pat-jiu Mo-kai mengeluarkan sebuah peti hitam kecil dan menyerahkannya kepada The Kwat Lin sambil berkata, "Harap Toanio suka menerima hadiah tanda persahabatan dari An Goanswe ini."

The Kwat Lin menyatakan terima kasih, lalu bersama Kiam-mo Cai-li membuka peti yang terisi emas dan perak dalam jumlah yang cukup banyak. The Kwat Lin lalu melepaskan rantai kalungnya dan menyerahkannya kepada Pat-jiu Mo-kai sambil berkata, "Kami tidak mempunyai apa-apa untuk dipersembahkan kepada An Goanswe sebagai tanda persabatan ini, harap Mo-kai suka menerima dan menyampaikan kepada Beliau."

Pat-jiu Mo-kai menerima kalung itu dan mereka berlima terbelalak kagum melihat mata kalung yang amat besar dan indah penuh batu permata yang amat luar biasa. Biarpun mereka bukanlah ahli, namun pengalaman mereka membuat mereka, terutama tiga orang kakek itu, dapat menduga bahwa harga kalung ini tidak kalah mahalnya dengan peti dan isinya, hadiah dari An Lu Shan tadi!

"Hendaknya di antara pelaporan Cu-wi, diberitahukan kepada An Goanswe bahwa kami sama sekali tidak membutuhkan harta benda, melainkan hendaknya An Goanswe mengingat bahwa saya adalah bekas Ratu Pulau Ea dan puteraku adalah seorang Pangeran, sedangkan Kiam-mo Cai-li adalah Majikan Rawa Bangkai sehingga kelak kalau perjuangan kita berhasil, sudah sepatutnya kalau kami memperoleh kedudukan yang setingkat dengan keadaan dan dengan bantuan kami."

Mengertilah tiga orang kakek itu bahwa wanita lihai bekas ratu ini ternyata memiliki ambisi untuk kedudukan tinggi bagi puteranya.

***

Sudah terlalu lama kita meninggalkan Liu Bwee, Ratu Pulau Es yang bernasib sengsara, ibu dari Swat Hong itu. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Liu Bwee meninggalkan Pulau Es, naik perahu dan mencari atau menyusul puterinya, Han Swat Hong yang lebih dulu meninggalkan Pulau Es menuju ke Pulau Neraka hendak menggantikan hukuman yang dijatuhkan oleh Raja Pulau Es atas diri Liu Bwee.

Sambil menahan tangisnya, wanita yang menderita sengsara karena madunya ini mendayung perahu secepatnya meninggalkan Pulau Es. Akan tetapi, biarpun semenjak kecil dia berada di Pulau Es, namun dia belum pernah pergi ke Pulau Neraka. Siapakah orangnya yang berani pergi ke Pulau Neraka, kecuali mereka yang memang dihukum buang ke pulau terkutuk itu? Karena tidak mengenal jalan, Liu Bwee menjadi bingung, apalagi karena tidak lagi dia melihat bayangan puterinya.

Dia adalah puteri nelayan Pulau Es, tentu saja dia pandai mengemudikan perahu, akan tetapi karena tidak tahu di mana letaknya Pulau Neraka, dia menjadi bingung dan meluncurkan perahunya tanpa arah tertentu, asal meninggalkan Pulau Es sejauh-jauhnya saja. Dia ingin menjauhkan diri dari suaminya yang amat tercinta, dan terutama dari The Kwat Lin, madu nya yang telah menghancurkan hidupnya.

Setelah sehari semalam berputaran tanpa tujuan dan sama sekali tidak melihat Pulau Neraka atau puteriya, bahkan tidak melihat seorang pun manusia yang dapat dia tanyai di antara gumpalan-gumpalan es yang mengambang di laut dan pulau-pulau kosong yang banyak ter-dapat di situ, tanpa makan tanpa tidur, akhirnya Liu Bwee terpaksa mendarat di sebuah pulau kosong yang subur. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0726 seconds (0.1#10.140)