Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 13 Bagian 3

Kamis, 09 Maret 2017 - 18:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo : Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Di lain pihak, peristiwa itu bukanlah dapat diartikan bahwa The Kwat Lin adalah seorang wanita yang gila laki-laki atau gila berahi sama sekali tidak. Dia adalah seorang wanita yang normal, dan hanya keadaanlah yang membuat dia menjadi seorang penyeleweng besar.

Dia adalah seorang wanita yang belum tua benar, baru tiga puluhan tahun usianya, berwajah cantik, dan bertubuh sehat. Setelah menjadi janda dan hidup menyendiri, wajarlah kalau dia merindukan cinta asmara, merindukan kehangatan rasa sayang seorang pria.

Adapun pria yang sudah dewasa dan yang terdekat dengannya adalah Bu Swi Liang, maka tidak pula mengherankan apabila dia tertarik dan jatuh hati kepada muridnya sendiri ini. Karena pemuda ini masih hijau dan tentu saja tidak berani mulai dengan langkah pertama, maka The Kwat Lin yang menggunakan perasaan kewanitaannya untuk pintu dan menggerakkan kaki dalam langkah pertama.

Dialah yang memikat dan merayu sehingga akhirnya Swi Liang jatuh dan mabok. Sekali saja hubungan jina dilakukan, maka membuat orang menjadi mencandu. Yang pertama kali segera disusul oleh yang ke dua, ke tiga, kemudian mereka menjadi ketagihan dan seolah-olah tidak dapat lagi hidup tanpa kelanjutan hubungan gelap mereka! Tentu saja hal ini dapat terjadi karena keadaan hidup Kwat Lin.

Andaikata dia masih seorang pendekar wanita seperti belasan tahun yang lalu, tentu perbuatan ini sampai mati pun tak akan dia lakukan. Akan tetapi kini keadaannya lain. Dia menjadi seorang wanita yang berhati keras oleh sakit hati, kemudian menjadi tak pedulian oleh keadaannya sebagai seorang ketua paksaan dari Bu-tong-pai, seorang yang bercita-cita untuk mencarikan kedudukan setingginya bagi puteranya. Kedudukannya memberi dia perasaan lebih dan berkuasa, maka timbul sifatnya untuk bertindak sewenang-wenang tanpa mempedulikan orang lain lagi.

Akan tetapi, selain hubungan gelap dengan muridnya yang tersayang ini, Kwat Lin juga mulai dengan langkah-langkah ke arah tercapainya cita-citanya. Dia mulai memperkuat Bu-tong-pai dengan mengadakan hubungan dengan para pembesar di kota raja melalui anggauta-anggauta barunya, yaitu para pembesar yang mempunyai cita-cita yang sama, para pembesar calon pemberontak. Kedudukan Bu-tong-pai makin kuat setelah terjadi peristiwa hebat pada beberapa hari yang lalu.

Pada beberapa hari yang lalu, pagi-pagi sekali, anak buah Bu-tong-pai gempar dengan munculnya dua orang laki-laki di pintu gerbang Bu-tong-pai. Tidak ada seorang pun anak buah Bu-tong-pai yang berani sembarangan turun tangan ketika mendengar dan mengenal bahwa dua orang ini adalah tokoh-tokoh besar dalam dunia persilatan.

Ketika seorang di antara mereka, yang usianya sudah enam puluh tahun lebih, kumis dan jenggotnya sudah putih, mengatakan bahwa mereka minta berjumpa dengan ketua Bu-tong-pai yang baru, para anak buah Bu-tong-pai cepat memberi kabar kepada The Kwat Lin yang pada saat itu masih enak-enak pulas dalam pelukan muridnya, juga kekasihnya, Bu Swi Liang!

Terkejutlah dia ketika pintu kamarnya diketuk dan mendengar suara seorang murid bahwa di luar pintu gerbang dapat dua orang tamu, ayah dan anak she Coa dari dusun Koan-teng di Pegunungan Bu-tong-sen yang minta bertemu dengan ketua!

"Suruh mereka menanti di luar! Aku segera datang!" Kwat Lin dengan marah.

Tak lama kemudian, Kwat Lin yang ditemani oleh Swi Liang dan Swi Nio, juga ikut pula Han Bu Ong yang usianya hampir sebelas tahun, keluar dari pintu gerbang menemui dua orang itu. Senyum mengejek menghias bibir ketua Bu-tong-pai yang cahtik itu. Semenjak dia merampas kedudukan ketua dengan paksa, sudah lima kali dia didatangi takoh-tokoh kang-ouw yang agaknya datang karena permintaan para tosu Bu-tong-pai yang mengundurkan diri.

Para token ini merasa penasaran dan membela para tokoh Bu-tong-pai. Dengan mudahnya semua tokoh yang datang berturut-turut itu dirobohkan oleh Kwat Lin, ada yang tewas seketika, ada yang terpaksa pergi membawa luka-luka berat! Dan kini, ayah dan anak yang datang itu merupakan tokoh-tokoh yang datang ke enam kalinya.

Swi Liang dan Swi Nio yang menggandeng tangan Bu Ong segera minggir dan membiarkan subo mereka seorang diri menghadapi dua orang tamu itu. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0624 seconds (0.1#10.140)