Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 21 Bagian 1
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
GEDORAN pintu makin keras, teriakan-teriakan makin hebat sementara Kaisar menanti hasil para komandan pasukan pengawal yang tadi keluar untuk menyabarkan anak buahnya. Penantian yang mencekam dan menegangkan urat syaraf.
Tiba-tiba, ketika para komandan pasukan keluar dan bicara, suara-suara teriakan dan gedoran pintu terhenti. Hati Kaisar lega, dia menunduk dan saling pandang dengan kekasihnya. Sepasang mata yang indah itu yang tak pernah kehilangan daya pengaruh yang membuat Kaisar terpesona, kini berlinang air mata.
Akan tetapi hanya sejenak saja hati mereka terhibur dan harapan mereka timbul, karena tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan lebih keras lagi disusul gedoran pada pintu dan dinding dan tak lama kemudian, kepala pengawal dan para pembantunya masuk dengan muka pucat, serta merta menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar.
"Hamba siap menerima hukuman karena hamba sekalian tidak berhasil menundukkan kemarahan mereka," kata komandan pengawal sambil menunduk.
Kaisar bangkit berdiri dan pada saat itu terdengar suara, "Bunuh siluman Yang Kui Hui! Kalau tidak, mari kita bunuh saja semua!"
"Tidak! Tidaaaakkkk...! Persetan...!!" Kaisar berteriak dan lengan kirinya merangkul leher selirnya, seolah-olah dia hendak melindungi kekasih tercinta itu.
"Dor-dor-dorrrr...." pintu digedor dari luar.
"Hancurkan saja Raja lalim dan lemah...!"
"Bakar saja rumah ini kalau Yang Kui Hui tidak dihukum mati!"
Keadaan sudah amat berbahaya dan menegangkan. Semua bangsawan yang berada di situ sudah menjadi pucat. Pangeran mahkota segera menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar. "Dalam keadaan seperti ini, mengapa Paduka masih kukuh?" putera mahkota itu menangis.
Para pembesar yang setia kepada Kaisar juga membujuk, bahkan kepala thaikam yang menjadi kepercayaan Kaisar dan yang diam-diam secara pribadi memusuhi Yang Kui Hui, berkata, "Harap Paduka suka mempertimbangkan dengan tenang. Memang menyakitkan hati sekali tuntutan mereka. Namun, mereka tidak dapat dibendung dan kalau ditolak, tentu Paduka akan terancam bahaya, Bahkan seluruh keluarga Paduka. Apakah paduka hendak mengorbankan keselamatan Paduka sendiri dan seluruh keluarga hanya untuk satu orang yang toh tidak akan dapat Paduka selamatkan juga?"
Putera mahkota menoleh kepada Yang Kui Hui dan berkata, suaranya keras dan penuh tuntutan, "Seorang yang selama puluhan tahun memperoleh kemuliaan dan anugerah kebaikan Kaisar, apakah di waktu terancam lalu melupakan budi yang besarnya melebihi nyawa itu?"
Yang Kui Hui menjadi pucat wajahnya dan dia menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar, memeluk kaki Kaisar sambil menangis dan berkata, "Biarlah hamba membalas segala budi kebaikan Paduka...."
"Tidak...! Tidak... ohhh, Kui Hui, tidak...! Jangan...!"
Akan tetapi benyak tangan merenggut tubuh selir cantik itu dari pelukan Kaisar, lalu menyerahkannya kepada kepala thaikam. Selir itu diseret oleh kepala thaikam ke atas pagoda dan tak lama kemudian, terdengarlah sorak-sorai para pasukan melihat tubuh selir cantik jelita itu tergantung di pagoda, tergantung lehernya dan berkelojotan sebentar lalu terdiam.
"Hidup Kaisar...!!"
"Biang keladi kelemahan telah tewas...!"
"Kita akan mengawal Kaisar sampai titik darah terakhir!"
Di sebelah dalam, Kaisar yang tadinya menangis itu terbelalak mendengar teriakan yang sama sekali berlainan ini. Dia bingung tidak tahu apa yang terjadi, memandang ke kanan kiri.
"Di mana dia...? Mana Yang Kui Hui...!"
Semua keluarganya menjatuhkan diri berlutut. "Dia... telah mengorbankan nyawa demi keselamatan Paduka sekeluarga...."
"Kui Hui...!" Kaisar berlari naik ke loteng, kemudian roboh pingsan melihat tubuh kekasihnya yang diam tidak bergerak, tergantung di pagoda itu.
Peristiwa ini merupakan peristiwa bersejarah yang kemudian terkenal di seluruh Tiongkok sampai berabad-abad lamanya. Bagi mereka yang ikut merasa berduka dan terharu mendengar cerita tentang pemutusan hubungan cinta yang amat menyedihkan ini, menganggap Kaisar itu lemah dan telah melakukan kesalahan besar. Peristiwa ini menjadi terkenal sekali ratusan tahun kemudian, bahkan dijadikan cerita drama yang dipanggungkan dan menjadi bahan karangan cerita tentang peristiwa itu yang tak terhitung banyaknya. Lebih terkenal sekali setelah sastrawan Po Cu I menulisnya dengan judul "Kesalahan Abadi". (Bersambung)
GEDORAN pintu makin keras, teriakan-teriakan makin hebat sementara Kaisar menanti hasil para komandan pasukan pengawal yang tadi keluar untuk menyabarkan anak buahnya. Penantian yang mencekam dan menegangkan urat syaraf.
Tiba-tiba, ketika para komandan pasukan keluar dan bicara, suara-suara teriakan dan gedoran pintu terhenti. Hati Kaisar lega, dia menunduk dan saling pandang dengan kekasihnya. Sepasang mata yang indah itu yang tak pernah kehilangan daya pengaruh yang membuat Kaisar terpesona, kini berlinang air mata.
Akan tetapi hanya sejenak saja hati mereka terhibur dan harapan mereka timbul, karena tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan lebih keras lagi disusul gedoran pada pintu dan dinding dan tak lama kemudian, kepala pengawal dan para pembantunya masuk dengan muka pucat, serta merta menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar.
"Hamba siap menerima hukuman karena hamba sekalian tidak berhasil menundukkan kemarahan mereka," kata komandan pengawal sambil menunduk.
Kaisar bangkit berdiri dan pada saat itu terdengar suara, "Bunuh siluman Yang Kui Hui! Kalau tidak, mari kita bunuh saja semua!"
"Tidak! Tidaaaakkkk...! Persetan...!!" Kaisar berteriak dan lengan kirinya merangkul leher selirnya, seolah-olah dia hendak melindungi kekasih tercinta itu.
"Dor-dor-dorrrr...." pintu digedor dari luar.
"Hancurkan saja Raja lalim dan lemah...!"
"Bakar saja rumah ini kalau Yang Kui Hui tidak dihukum mati!"
Keadaan sudah amat berbahaya dan menegangkan. Semua bangsawan yang berada di situ sudah menjadi pucat. Pangeran mahkota segera menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar. "Dalam keadaan seperti ini, mengapa Paduka masih kukuh?" putera mahkota itu menangis.
Para pembesar yang setia kepada Kaisar juga membujuk, bahkan kepala thaikam yang menjadi kepercayaan Kaisar dan yang diam-diam secara pribadi memusuhi Yang Kui Hui, berkata, "Harap Paduka suka mempertimbangkan dengan tenang. Memang menyakitkan hati sekali tuntutan mereka. Namun, mereka tidak dapat dibendung dan kalau ditolak, tentu Paduka akan terancam bahaya, Bahkan seluruh keluarga Paduka. Apakah paduka hendak mengorbankan keselamatan Paduka sendiri dan seluruh keluarga hanya untuk satu orang yang toh tidak akan dapat Paduka selamatkan juga?"
Putera mahkota menoleh kepada Yang Kui Hui dan berkata, suaranya keras dan penuh tuntutan, "Seorang yang selama puluhan tahun memperoleh kemuliaan dan anugerah kebaikan Kaisar, apakah di waktu terancam lalu melupakan budi yang besarnya melebihi nyawa itu?"
Yang Kui Hui menjadi pucat wajahnya dan dia menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar, memeluk kaki Kaisar sambil menangis dan berkata, "Biarlah hamba membalas segala budi kebaikan Paduka...."
"Tidak...! Tidak... ohhh, Kui Hui, tidak...! Jangan...!"
Akan tetapi benyak tangan merenggut tubuh selir cantik itu dari pelukan Kaisar, lalu menyerahkannya kepada kepala thaikam. Selir itu diseret oleh kepala thaikam ke atas pagoda dan tak lama kemudian, terdengarlah sorak-sorai para pasukan melihat tubuh selir cantik jelita itu tergantung di pagoda, tergantung lehernya dan berkelojotan sebentar lalu terdiam.
"Hidup Kaisar...!!"
"Biang keladi kelemahan telah tewas...!"
"Kita akan mengawal Kaisar sampai titik darah terakhir!"
Di sebelah dalam, Kaisar yang tadinya menangis itu terbelalak mendengar teriakan yang sama sekali berlainan ini. Dia bingung tidak tahu apa yang terjadi, memandang ke kanan kiri.
"Di mana dia...? Mana Yang Kui Hui...!"
Semua keluarganya menjatuhkan diri berlutut. "Dia... telah mengorbankan nyawa demi keselamatan Paduka sekeluarga...."
"Kui Hui...!" Kaisar berlari naik ke loteng, kemudian roboh pingsan melihat tubuh kekasihnya yang diam tidak bergerak, tergantung di pagoda itu.
Peristiwa ini merupakan peristiwa bersejarah yang kemudian terkenal di seluruh Tiongkok sampai berabad-abad lamanya. Bagi mereka yang ikut merasa berduka dan terharu mendengar cerita tentang pemutusan hubungan cinta yang amat menyedihkan ini, menganggap Kaisar itu lemah dan telah melakukan kesalahan besar. Peristiwa ini menjadi terkenal sekali ratusan tahun kemudian, bahkan dijadikan cerita drama yang dipanggungkan dan menjadi bahan karangan cerita tentang peristiwa itu yang tak terhitung banyaknya. Lebih terkenal sekali setelah sastrawan Po Cu I menulisnya dengan judul "Kesalahan Abadi". (Bersambung)
(dwi)