Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 23 Bagian 5

Rabu, 24 Mei 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Terpaksa dia membalas dengan menjura penuh hormat, kemudian bersama dua orang panglima itu dia memasuki pondok dan duduk menghadapi meja besar bersama mereka berdua.

Setelah hidangan yang lengkap dan masih panas diatur di atas meja dan para pelayan mundur berdiri di sudut, dua orang pelayan wanita muncul melayani mereka makan minum, Bouw-ciangkun memperkenalkan panglima itu sebagai panglima yang menjadi komandan dari pasukan Arab yang membantu.

"Kami mengandalkan bantuan sahabat-sahabat dari barat ini untuk merampas kembali kota raja." antara lain Bouw-ciangkun berkata, akan tetapi urusan itu hanya didengarkan sepintas lalu saja oleh Swat Hong yang menghendaki agar pertemuan ini cepat selesai.

Dengan tangannya sendin Bouw-ciangkun lalu mengisi cawan-cawan kosong di depan Swat Hong, Panglima Arab, dan dia sendiri, lalu mengangkat cawan arak sambil berkata, "Mari kita mulai makan minum bersama dengan mengucapkan terima kasih kepada Sri Baginda dengan mengangkat cawan penghormatan untuk kejayaan Sri Baginda Kaisar!"

Swat Hang mengangkat cawan dan minum bersama mereka, kemudian Bouw-ciangkun mempersilakan Swat Hong dan Panglima Arab itu untuk mulai makan. Sambil makan Bouw-ciangkun dengan gembira menceritakan keadaan mereka, kekuatan yang sedang mereka susun, juga menceritakan kekacauan di kota raja sebagai akibat perebutan kekuasaan di antara para pemberontak sendiri. Betapa An Lu Shan dan puteranya tewas dan sekarang Shi Su Beng yang berkuasa juga menghadapi persaingan dari bekas kawan-kawannya sendiri.

"Ha-ha-ha, sepetti sekumpulan anjing memperebutkan tulang!" dia menutup ceritanya sambil tertawa-tawa.

Panglima Arab itu yang diperkenalkan tadi bernama Hussin bin Siddik, mengeluarkan sebuah guci yang bentuknya seperti tanduk kerbau, membuka tutupnya dan terciumlah bau harum yang aneh. Sambil tertawa dia mengacungkan guci tanduk kerbau itu dan berkata, "Nona adalah seorang pendekar yang berilmu tinggi dan dipilih untuk menjadi pengawal Sri Baginda. Karena itu sudah sepatutnya menerima penghormatan kami dengan anggur padang pasir ini! Marilah kita minum tiga cawan untuk pertama, demi keselamatan Sri Baginda sekeluarga!" Dia mengisi cawan arak di depan Swat Hong dengan minuman dan guci tanduk kerbau itu, tidak banyak, hanya setegah cawan kurang.

Karena dia diajak minum demi keselamatan keluarga Kaisar, tentu saja Swat Hong tidak menolak, apalagi karena dia melihat betapa Bouw-ciangkun dan Panglima Hussin sendiri juga minum. Diminumnya cawannya dan ternyata anggur itu enak dan tidak begitu keras, manis dan harum sungguhpun agak aneh harumnya.

"Secawan lagi kita minum demi persahabatan kita!"

Kembali Swat Hong minum dari cawan araknya yang sudah diisi lagi setengahnya.

"Dan secawan terakhir kita minum untuk kemenangan perjuangan kita!"

Sekali ini cawan itu dipenuhi dan karena anggur itu sama sekali tidak mendatangkan pengaruh apa-apa, Swat Hong tidak khawatir dan minum anggur sampai habis. Panglima Hussin dan Bouw-ciangkun tertawa girang dan melanjutkan makan minum sepuas-puasnya.

Setelah kenyang, kedua orang panglima itu berpamit dan sambil tertawa Bouw-ciangkun berkata, "Harap Nona jangan pergi meninggalkan pesanggrahan ini karena siapa tahu tiba-tiba saja Sri Baginda Kaisar telah siap menerima kunjungan Nona. Hal itu bisa saja terjadi di siang hari atau di malam hari. Sebaiknya kalau Nona mengaso saja dalam pesanggrahan dan sewaktu-waktu, kalau Sri Bagida menghendaki, aku sendiri atau Panglima Hussin yang akan datang menjemput Nona."

Swat Hong mengangguk dan setelah dua orang panglima itu pergi dan meja dibersihkan lalu ditinggal pergi oleh para pelayan, dia lalu minta kepada wanita pelayan untuk menyediakan air. Setelah mandi dan tukar pakaian, Swat Hong kembali beristirahat di dalam kamar yang indah itu. Berada di dalam kamar ini teringatlah dia akan kamarnya sendiri di Pulau Es, kamar yang lebih indah dan lebih menyenangkan lagi.

Dia menutup mulut dengan tangan dan menguap... goyang-goyang kepalanya. Mengapa dia begini mengantuk? Dia menguap lagi. Bukan main! Rasa kantuk sukar dipertahankannya lagi. Aneh sekali! Hari baru menjelang senja, belum malam. Pula sehabis makan dan mandi, mana bisa mengantuk? (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0666 seconds (0.1#10.140)