Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 21 Bagian 5

Jum'at, 05 Mei 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Kwee Lun menghentikan tawanya, mengusap air mata dengan ujung lengan bajunya sambil menggeleng kepala. "Ini adalah penyakitku, Nona. Aku selalu mengeluarkan air mata kalau tertawa terlalu gembira. Akan tetapi, kalau dilihat kenyataannya, apa sih bedanya antara tawa dan tangis? Apakah bedanya antara senang dan susah, antara nyeri dan nikmat? Kesemuanya adalah dua muka dan satu tangan, tak terpisahkan. Mencari yang satu, pasti akan ketemu dengan yang ke dua."

"Wah, kau memang seorang manusia aneh, Kwee-toako. Kau gagah perkasa, pemberani, pandai bersajak, pandai filsafat, dan... cengeng!"

Girang bukan main hatinya mendengar gadis itu menyebutnya toako, tanda bahwa gadis itu benar-benar mau menerima persaudaraan atau persahabatan diantara mereka.

"Ouw-siocia... atau engkau lebih senang kusebut adik?"

"Sebut saja namaku Soan Cu."

"Bagus! Kau hebat! Soan Cu kau percayalah, aku Kwee Lun bukanlah seorang yang berhati palsu. Engkau tidak akan kecewa menaruh kepercayaan kepadaku dan sudi menerima uluran tangan persahabatan dariku. Aku akan berdaya upaya sedapat mungkin untuk mencari Ayahmu itu. Siapakah nama beliau?"

"Ayahku bernama Ouw Sian Kok, tokoh besar dari Pulau Neraka yang sudah belasan tahun meninggalkan Pulau Neraka."

Tiba-tiba Kwee Lun memandang dengan mata terbelalak dan mukanya berubah agak pucat, bibirnya gemetar ketika dia menegaskan. "Pu... Pulau... Neraka?"

Soan Cu tersenyum. "Apakah kau masih mau menganggap aku sahabat setelah kau tahu aku adalah seorang gadis dari Pulau Neraka?"

"Eh-eh, jangan salah paham, Soan Cu. Aku... hanya terkejut sekali mendengar ada pulau yang namanya seperti itu. Pernah guruku, Lam-hai Sengjin mengatakan bahwa di dalam dongeng yang tersebar diantara kaum kang-ouw, terdapat sebutan dua pulau. Pertama adalah Pulau Es...."

"Tempat tinggal Sin Liong dan Swat Hong!"

"Benar, dan aku sudah merasa bahagia bukan main telah bertemu dengan seorang puteri Pulau Es. Dan ke dua, menurut Suhu adalah pulau yang tentu tidak pernah ada dan hanya ada dalam dongeng, adalah Pulau Neraka...."

"Bukan dongeng. Akulah gadis Pulau Neraka." Ouw Soan Cu lalu menceritakan dengan singkat keadaan Pulau Neraka, juga tentang ayahnya yang minggat dari pulau ketika ibunya tewas melahirkan dia.

"Ah, kasihan sekali engkau, Soan Cu."

"Ayahku yang patut dikasihani."

"Tidak! Ayahmu telah melakukan hal yang amat keliru. Perbuatannya lari dari Pulau Neraka itu jelas membayangkan betapa Ayahmu hanyalah mengingat akan dirinya sendiri saja."

"Kwee Lun! Apa yang kaukatakan ini? Kau berani menghina nama ayah di depanku?" Soan Cu melotot marah.

"Maaf, Soan Cu. Aku sama sekali tidak menghina siapa pun. Aku hanya bicara berdasarkan kenyataan. Ibumu meninggal dunia ketika melahirkanmu, apakah beliau itu salah? Engkau sendiri yang dilahirkan dan kelahiran itu mengakibakan kematian Ibumu, apakah engkau pun bersalah? Tentu saja tidak! Mendiang Ibumu dan engkau sama sekali tidak bersalah dan kematian itu adalah suatu hal yang wajar, yang sudah semestinya dan lumrah karena hidup dan mati hal yang biasa. Akan tetapi Ayahmu. Beliau malah lari meninggalkan pulau, meninggaikan anaknya yang baru terlahir! Apakah perbuatan ini harus kubenarkan saja? Kalau aku berbuat demikian, berarti aku bukan membenarkan secara jujur, melainkan menjilat untuk menyenangkan harimu."

Lenyap kemarahan Soan Cu. Dia menunduk. "Kau aneh, Kwee-toako, aneh dan terlalu terus terang. Habis andai kata benar seperti yang kau katakan bahwa Ayah terlalu mementingkan diri sendiri apakah aku, sebagai anaknya tidak boleh mencari Ayahku?"

"Bukan begitu, Soan Cu. Tentu saja engkau harus mencari Ayahmu dan aku akan membantumu sampai kita berhasil menemukan Ayahmu. Mudah-mudahan saja kita akan berhasil karena harus diakui betapa akan sukarnya mencari seorang yang tidnk kita ketahui berada di mana. Akan tetapi aku percaya bahwa kalau memang Ayahmu yang telah pergi selama belasan tahun itu berada di daratan, sebagai seorang tokoh besar, tentu ada orang kang-ouw yang mengetahuinya."

Demikianlah, kedua orang muda ini melakukan perjalanan bersama dan makin eratlah hubungan diantara mereka. Dalam diri masing-masing mereka menemukan sahabat yang cocok kepribadian yang serasi dengan watak masing-masing, terbuka, jujur dan tidak biasa bermanis-manis muka. Soan Cu mulai tertarik sekali kepada pemuda tinggi besar yang tampan, jujur, jenaka dan biarpun kelihatan kasar, namun ternyata pandai bernyanyi dan membaca sajak-sajak indah.

Di lain pihak, Kwee Lun juga tertarik sekali oleh pribadi Soan Cu, seorang gadis yang kadang-kadang kelihatan liar dan ganas, tidak pernah menyembunyikan perasaan, namun kadang-kadang begitu lembut dan penuh sifat keibuan. Makin. akrab hubungan mereka, makin terobatlah hati yang tadinya luka oleh asmara. Kwee Lun mulai dapat melupakan Swat Hong yang dikaguminya, sedangkan Soan Cu mulai dapat melupakan Sin Liong. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0369 seconds (0.1#10.140)