Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 24 Bagian 12

Senin, 05 Juni 2017 - 18:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Bukek...
Bukek Siansu, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu

Berturut-turut Gin-siauw Siucai juga menerima petunjuk ilmu silat suling perak dan mauwpitnya, kemudian Ketua Hoa-san-pai juga menerima petunjuk ilmu pedang Hoasan-kiamsut.

Para tokoh kang-ouw yang mengurung tempat itu di lereng puncak, terheran-heran melihat tiga orang tokoh itu meninggalkan puncak seperti orang yang termenung. Akan tetapi diam-diam mereka menjadi girang, karena tiga orang lihai itu tidak membantu atau mengawal muda-mudi Pulau Es yang mereka hadang.

Tiga hari lamanya Sin Liong dan Swat Hong tinggal di Hoa-san, setiap hari menurunkan ilmu-ilmu tinggi kepada Toan Ki dan Swi Nio sehingga kedua orang suami isteri ini kelak akan menjadi tokoh-tokoh kenamaan dan mengangkat nama Hoa-san-pai sebagai partai persilatan yang besar dan lihai. Pada hari ke empatnya, pagi-pagi mereka meninggalkan markas Hoa-san-pai, diantar sampai ke pintu gerbang oleh Ketua Hoa-san-pai, Toan Ki, Swi Nio dan para pimpinan Hoa-san-pai.

"Taihiap, Lihiap, pinto khawatir Jiwi akan mengalami gangguan di jalan. Menurut laporan para anak murid pinto, orang-orang kang-ouw itu masih menanti di lereng gunung." Pek Sim Tojin berkata dengan alis berkerut. "Bagaimana kalau kami mengantar Ji-wi sampai melewati mereka dengan selamat?"

Sin Liong tersenyum. "Terima kasih, Locianpwe. Akan tetapi, menghindari mereka berarti membuat mereka terus merasa penasaran, Sebaiknya malah kalau kami berdua menemui mereka dan membereskan persoalan seketika juga."

Toan Ki dan Swi Nio yang selama tiga hari menerima petunjuk dari Sin Liong, telah menaruh kepercayaan penuh akan kesaktian pemuda Pulau Es ini, maka mereka tidak merasa khawatir. Mereka maklum bahwa pemuda dan gadis dari Pulau Es itu bukanlah manusia sembarangan, apalagi pemuda itu memiliki wibawa yang tidak lumrah manusia, gerak-geriknya demikian penuh kelembutan, penuh belas kasihan dan penuh cinta kasih sehingga tidaklah mungkin dapat terjadi sesuatu yang buruk menimpa seorang manusia seperti ini!

Memang benar seperti yang dilaporkan oleh anak buah Hoa-san-pai bahwa para tokoh kang-ouw itu, dipelopori oleh Thian-tok, masih menghadang di lereng puncak. Thian-tok yang tadinya mengandalkan kepandaiannya sendiri, setelah menyaksikan betapa pemuda dan dari Pulau Es itu telah mendapatkan kembali pusaka-pusakanya, diam-diam telah mengajak semua tokoh lain bersekutu dengan janji bahwa kalau pusaka dapat di rampas, dia akan memberi bagian kepada mereka semua. Terutama yang menjadi pembantunya sebagai orang ke dua adalah Thian-he Tee-it Ciang Ham yang tingkat kepandaiannya hanya berselisih atau kalah sedikit saja dibandingkan dengan kepandaian Racun Langit itu.

Maka ketika Sin Liong yang membawa pusaka di punggungnya bersama Swat Hong berjalan perlahan dan tenang melalui tempat itu, segera para tokoh kang-ouw itu muncul dan telah mengurung dua orang muda itu dengan ketat, mempersiapkan senjata masing-masing dengan sikap mengancam.

"Ha-ha-ha!" Thian-tok tertawa bergelak, sambil melintangkan senjata tongkat panjang Kim-kauw-pang. "Engkau memang seorang muda yang memegang janji. Jangan kepalang dengan sikap baikmu itu, orang muda. Serahkan saja pusaka di punggungmu itu secara baik-baik kepada kami, dan percayalah, kami tidak akan mengganggu kalian lagi, bahkan kalau kalian suka, aku Thian-tok Bhong Sek Bin mau menerima kalian menjadi muridku!"

"Sin-tong itu memang patut menjadi muridmu, Thian-tok. Akan tetapi Nona ini biarlah aku yang mendidiknya, heh-heh-heh!" Thian-he Tee-it Ciang Ham berkata terkekeh dengan sikap ceriwis. Biasanya orang ini pendiam, keras dan kasar, akan tetapi menghadapi pusaka-pusaka Pulau Es di depan mata, dia merasa tegang sekali dan memaksa diri berkelakar sehingga kelihatan ceriwis dan tidak pantas.

Swat Hong sudah menjadi merah mukanya akan tetapi Sin Liong tersenyum kepadanya dan seketika lenyaplah perasaan marahnya tadi. Dia diam saja, memandang dengan sikap tenang, menyerahkan semua kepada suhengnya. Pemuda itu lalu menghadapi mereka dan berkata, "Sekarang kita tidak mengganggu dan menyeret Hoa-san-pai dalam urusan kita, dan memang sebaiknya kalau kita selesaikan rasa penasaran yang mengganggu Cu-wi sekalian. Sebenarnya, apakah yang Cu-wi kehendaki?"

"Apalagi? Kami minta semua pusaka itu diberikan kepada kami!" Thian-tok berkata dengan suara lantang.

Sin Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Hal itu tidak bisa dilakukan, Cu-wi Locianpwe. Pusaka-pusaka ini adalah milik Pulau Es turun-temurun, mana mungkin sekarang diserahkan kepada orang lain? Setelah kami berdua berhasil menemukannya kembali, kami harus mengembalikannya kepada Pulau Es, tempatnya semula. Maka harap Cu-wi suka memaklumi hal ini dan tidak memaksa kepada kami."

"Orang muda yang keras kepala! Kalau kami memaksa, bagaimana?"

"Terserah kepada Cu-wi sekalian. Sumoi, harap Sumoi suka pergi dulu ke pinggir, jangan menghalangi para Locianpwe ini." (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0447 seconds (0.1#10.140)