Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 13 Bagian 6

Kamis, 07 September 2017 - 18:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling...
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

Berkali-kali mereka beradu tangan dan selalu Kwee Seng terdesak mundur. Terang bahwa ia kalah kuat dalam hal tenaga dalam, akan tetapi karena Kwee Seng memang memiliki ilmu silat yang tinggi maka penjagaannya rapat sekali. Setelah mengalami benturan tangan belasan kali yang membuat kedua lengannya terasa sakit-sakit,

Kwee Seng segera mengerahkan Ilmu Silat Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti). Kedua tangannya menjadi lunak seperti kapas dan kapas dan tenaga kakek itu seperti amblas kalau bertemu dengan tangannya, sehingga ia tidak mengalami rasa nyeri lagi, malah dengan ilmunya ini ia dapat membalas serangan dengan mendadak dan cepat, membuat kakek itu berkali-kali mengeluarkan seruan memuji dan penasaran.

Tiba-tiba kakek cebol itu mengganti dan gerakannya yang tadinya amat cepat lincah itu, menjadi gerakan lambat. Malah kedua kakinya seakan-akan tidak bertenaga, seperti mengambang di atas air saja. Namun hebatnya, begitu mereka beradu lengan, Kwee Seng terlempar ke belakang sedangkan kakek itu hanya menari-nari dengan kedua kaki seperti tidak menginjak tanah.

Kwee Seng terkejut sekali, ia melihat kakek itu tadi hanya membuat gerakan mendorong dengan kedua tangan, mengapa begitu beradu tangan ia terlempar sampai tiga meter ke belakang? Seakan-akan dari kedua tangan kakek itu mengandung tenaga yang luar biasa kuatnya, padahal gerakan kakek itu lambat dan kelihatan lemah serta kosong? Ia tidak tahu bahwa ini ilmu ciptaan Bu Tek Lo-jin yang dinamainya Khong-in-ban-kin (Awan Kosong Mengandung Kekuatan Selaksa Kati)! Adapun ilmu ini adalah ilmu sin-kang yang mendasarkan ilmu memanfaatkan yang kosong seperti seringkali disebut-sebut oleh Nabi Locu dalam kitabnya To-tik-keng sehingga merupakan penggabungan ilmu silat dan ilmu batin yang tinggi.

Karena maklum bahwa kalu ia terus melayani kakek sakti ini dengan tangan kosong tentu ia akan kalah, Kwee Seng lalu mencabut tulang paha kambing dan daun lebar dari ikat pinggangnya. "Bu Tek Lojin, dengan tangan kosong aku kalah, marilah kita gunakan senjata!"

Bu Tek Lojin bukanlah orang buta. Melihat lawannya yang muda mengeluarkan senjata yang begitu sederhana dan aneh, ia tahu bahwa lawannya ini benar-benar merupakan lawan yang tangguh sekali. Tadi pun diam-diam ia sudah terheran-heran mengapa ada orang muda yang begitu lihai. Selama hidupnya, belum pernah ia bertemu tanding yang semuda ini. Akan tetapi memang wataknya tinggi hati, tidak memandang mata kepada lawan manapun juga, maka ia tertawa sambil berkata, "Jembel tengik, keluarkan saja semua kepandaianmu untuk kulihat!"

Setelah berkata demikian kakek cebol itu langsung menyerang lagi dan kini kembali ilmu silatnya sudah berubah, tenaganya masih sehebat tadi namun kedua tangannya membuat gerakan yang membentuk lingkaran-lingkaran lebar dengan tangan kirinya, sedangkan yang kanan membentuk lingkaran-lingkaran sempit. Pukulan-pukulan dan tendangan-tendangannya datang bergulung-gulung seperti ombak samudera menerjang habis segala yang merintanginya. Melihat hebatnya gerakan ini, Kwee Seng segera memutar ulang paha kambing yang ia gunakan seperti pedang, untuk melindungi tubuh, sedangkan daun di tangan kiri mulai ia kebut-kebutkan yang juga mengeluarkan angin pukulan yang amat dahsyat.

Tiba-tiba terdengar suara keras, "Bagus, Bu Tek Lojin, kauhajar mampus bocah itu. Kalau kau kalah, baru aku yang maju!" Suara itu terdengar dari jauh akan tetapi nyaring dan jelas sekali, kemudian sebelum suara itu lenyap kumandangnya, orangnya sudah berkelebat datang. Seorang raksasa tinggi besar berkepala gundul yang segera dikenal Kwee Seng sebagai musuh lamanya, Ban-pi Lo-cia!

Sejenak kakek cebol menghentikan serangannya, membanting-banting kaki dan memaki, "Kau bilang kalau aku kalah? Kuda gundul, kau lihat saja aku menjatuhkan jembel tengik ini, kalau sudah, biar kau punya selaksa lengan (ban-pi), pasti kedua tanganku yang hanya dua ini akan kenyang menempilingi gundulmu sampai kau berkuik-kuik dan berkaing-kaing!" Setelah berkata demikian, kakek cebol itu segera menyerang Kwee Seng lagi dengan hebatnya.

Kwee Seng mencelat ke kiri sambil memutar tulang paha kambing. "Stop dulu, Bu Tek Lojin. Dia itu musuh lamaku, biarkan aku membuat perhitungan dengan dia! Heh, manusia cabul, rasakan pembalasanku atas kematian Ang-siauw-hwa...!" Kwee Seng hendak menyerang Ban-pi Lo-cia, akan tetapi kakek cebol itu merintangi, bahkan menyerangnya lagi sambil mengomel.

"Kau belum kalah olehku, bagaimana bisa berhenti dan melawan orang lain?" (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0460 seconds (0.1#10.140)