Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 6 Bagian 12

Rabu, 12 Juli 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling...
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

Karena rahasianya ditebak tepat oleh puterinya, Pat-jiu Sin-ong menjdi marah. "Kau anak kecil tahu apa? Betapa pun sukaku mengumpulkan ilmu, namun aku masih memikirkan calon suamimu. Kalau kau berjodoh dengan Kwee Seng, berarti sekali panah mendapatkan dua ekor harimau. Pertama, kau mendapat jodoh pemuda paling hebat di dunia, ke dua, setelah ia menjadi suamimu, berarti ia menjadi keluarga kita dan ilmu-ilmunya juga menjadi ilmu keluarga kita yang akan membikin Beng-kauw makin bersinar. Tolol kau. Hayo pulang!"

"Tidak, Ayah. Aku belum ingin pulang. Aku ingin berkelana." Bantah Lu Sian yang sebenarnya ingin mendekati Kam Si Ek pujaan hatinya.

Pat-jiu Sin-ong melotot, akan tetapi hatinya sudah terlalu kecewa untuk memusingkan urusan ini. Sudah terlalu sering puterinya ini berkelana seorang diri dan ia pun tidak kuatir karena puterinya memiliki kepandaian yang lebih daripada cukup untuk menjaga diri.

"Sesukamulah, anak bandel. Akan tetapi kalau dalam waktu setahun kau tidak pulang membawa jodohmu yang setimpal, kau akan kucari dan kuseret pulang, kukurung dalam kamar sampai lima tahun tak boleh keluar. Sebaliknya kalau kau pulang membawa jodoh yang menyebalkan, akan kubunuh laki-laki itu dan kau akan kujodohkan dengan seorang anggota Beng-kauw pilihanku sendiri. Nah, kau dengar baik-baik pesanku itu!" Setelah berkata demikian, kakek itu mendengus dan tubuhnya berkelebat lenyap dari situ.

Sejenak Liu Lu Sian tertegun. Betapa pun besar rasa sayang ayahnya terhadap dirinya, namun ayahnya berwatak keras dan ucapannya tadi tentu akan dipegang teguh. Bagaimana kalau kelak ayahnya tidak menyetujui pilihannya? Ah, bagaimana nanti sajalah, demikian ia menghibur hati. Lalu ia memungut pedangnya yang tadi dilepaskan oleh Kwee Seng, sejenak berdiri di tepi jurang melongok ke bawah, bergidik melihat jurang yang hitam tak berdasar dan mendengar suara berkericiknya air jatuh di bawah, lalu ia menarik napas panjang dan berjalan pergi meninggalkan puncak itu

***

Ketika tubuhnya melayang ke bawah dengan kelajuan yang menyesakkan napas, Kwee Seng maklum bahwa nyawanya terancam maut yang ia sendiri tak mungkin dapat menolong. Ia terjatuh di tempat yang tak ia ketahui betapa dalamnya, yang gelap pekat tak tampak sesuatu di sekelilingnya. Oleh karena itu, ia tidak berani menggerakkan tubuh dan menyerahkan nasibnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Suatu sikap yang baik dan patut dicontoh. Memang, sepandai-pandainya manusia, sekali-kali ia akan mengalami hal yang membuat ia sama sekali tidak mampu berdaya, dan di mana ikhtiar dan usaha sudah tiada gunanya lagi, memang jalan terbaik menyerahkan segalanya kepada Tuhan tanpa keraguan lagi, sebulat-bulatnya.

Tepatlah kata para bijaksana bahwa segala sesuatu di dunia ini, kesudahannya berada dalam kekuasaan Tuhan. Apabila Tuhan menghendaki seseorang mati, biarpun si orang bersembunyi di lubang semut, maut pasti akan tetap akan datang menjemput. Sebaliknya, apabila Tuhan menghendaki seseorang tetap hidup, biarpun seribu bahaya datang mengurung, pasti ada jalan orang itu akan tertolong.

Kwee Seng sudah hampir pingsan karena napasnya sesak, kepalanya pening dan semangatnya serasa melayang-layang. Betapapun tabahnya, namun malapetaka yang dihadapinya ini membuatnya merasa ngeri, membayangkan apa yang akan menyambut tubuhnya yang pasti akan terbanting hancur luluh pada dasar jurang. Terlalu lama rasanya ia menanti, terlalu lama rasanya maut mempermainkan dirinya, tidak segera datang menjangkau. Ya Tuhan, bisiknya, mengapa sebelum mati hamba-Mu ini harus mengalami siksaan begini mengerikan?

Tiba-tiba...... "byuuurr!!" tubuhnya terhempas ke dalam air yang amat dingin. Sebagai seorang ahli silat yang ilmu kepandaiannya sudah amat tinggi, tubuh Kwee Seng segera membuat reaksi, bergerak membalik mengurangi tamparan air. Namun tetap saja ia merasa betapa kulit punggungnya seperti pecah-pecah, nyeri, perih dan panas rasanya. Untung baginya air itu cukup dalam sehingga ketika tubuhnya tenggelam, ia cepat menendang ke bawah dan tubuhnya muncul lagi ke permukaan air. Masih gelap pekat di situ, dan tiba-tiba Kwee Seng merasa serem dan terkejut karena tubuhnya terseret arus air yang bukan main kuatnya.

Kembali ia menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Sekali tadi Tuhan telah menyelamatkannya, ini alamat baik, pikirnya. Ia hanya menggerakkan kaki tangan agar tubuhnya jangan tenggelam. Arus air itu kuat bukan main, tubuhnya dibawa berputar-putar sampai kepalanya menjadi pening. Kembali rasa takut mencekam hatinya. Ia berputaran, hal ini berarti bahwa ia terbawa oleh pusaran air yang kuat. Benar dugaannya, makin lama makin cepat ia berputaran dan tiba-tiba tubuhnya tanpa dapat ia pertahankan lagi, disedot ke dalam air!

Kwee Seng sudah siap. Ia mengambil napas cukup banyak dan ketika ia berada dibawah air ia menggerakkan kaki tangannya kuat-kuat sehingga ia berhasil bebas daripada pusaran air di bawah yang tidak sekuat di atas. Kini tubuhnya hanyut oleh arus dan ketika ia menggerakkan kakinya muncul kembali di permukaan air, hatinya girang melihat bahwa kini ia terbawa oleh air sungai yang sempit dan kuat arusnya, akan tetapi yang tidak begitu gelap lagi sehingga ia dapat melihat. Kanan kiri merupakan tebing tinggi, mungkin ada lima ratus meter tingginya, tebing batu gunung yang hijau berkilau dan licin rata. Akan tetapi sungai kecil itu ternyata cukup dalam, kalau tidak, arus yang kuat itu pasti akan menghantamkannya pada batu-batu.

Karena tidak ada tempat untuk mendarat, diapit-apit tebing tinggi, terpaksa Kwee Seng membiarkan dirinya hanyut. Ada seperempat jam ia hanyut dan tiba-tiba ia mengeluarkan seruan kaget, wajahnya pucat dan hatinya ngeri. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0347 seconds (0.1#10.140)