Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 6 Bagian 11
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Suling Emas
"Saya bernama Bayisan dari Khitan musuh besar Kwee Seng..."
"Keparat orang Khitan! Kau telah bersikap pengecut!" Kembali pat-jiu Sin-ong menyerang, kali ini lebih hebat. Bayisan gelagapan dan maklum bahwa ia tidak boleh main-main menghadapi kakek ini, maka ia cepat melompat ke belakang dan melarikan diri dalam gelap, Pat-jiu Sin-ong mengejar sambil memaki-maki.
Sementara itu, Liu Lu Sian yang pucat mukanya menyaksikan Kwee Seng terjerumus ke dalam jurang hitam yang hanya dapat berarti maut, merasa heran melihat seorang gadis pakain putih lari ke tepi jurang sambil menangis dan ketika ia mendekat, ia tekejut mengenal wanita itu sebagai wanita pakaian putih yang ia hadapi di atas genteng gedung dalam benteng Jenderal Kam Si Ek, gadis yang menjadi suci (kakak seperguruan) Kam Si Ek! Pada saat itu, Lai Kui Lan membalikkan tubuhnya dengan pipi basah air mata ia mendamprat Lu Sian.
"Kalian orang-orang keji, telah menganiaya pendekar tak berdosa!"
Lu Sian yang ingat bahwa gadis itu adalah kakak seperguruan Kam Si Ek yang dikaguminya, menjawab halus, "Cici yang baik, kalau memang sejak tadi kau mengintai, tentu kau maklum bahwa bukan aku maupun ayahku yang membuat Kwee Seng terjerumus ke dalam jurang, melainkan seorang yang mengaku bernama Bayisan dan yang sekarang dikejar-kejar ayah. Akan tetapi, engkau, bagaimana kau mengenal Kwee Seng dan mengapa pula kau menangisinya?"
Tiba-tiba wajah Kui Lan menjadi merah sekali. Dia seorang gadis yang jujur, maka dengan menabahkan hati ia berkata, "Kwee-taihiap telah menolongku daripada Si Laknat Bayisan. Aku berhutang budi, berhutang nyawa dan kehormatan kepada Kwee-taihiap! Biarpun kau telah menyia-nyiakan cinta kasihnya, berlaku kejam kepadanya namun aku... aku... ah..." Ia menangis lagi.
"Cici! Kau cinta padanya?" Perasaan Lu Sian tersinggung dan ia merasa kasihan juga pada gadis ini.
"Ya! Aku cinta padanya! Aku... aku... takkan sudi berjodoh dengan orang lain! Sekarang ia telah tewas...ah, apa lagi yang kuharapkan di dunia ini? Aku... aku akan berdoa selamanya untuk arwahnya..." Sambil terisak Kui Lan lalu membalikkan tubuh dan lari menuruni puncak dengan cepat sekali.
Lu Sian menarik napas panjang, diam-diam ia menyesal pula akan kesudahan pertandingan antara ayahnya dan Kwee Seng. Ia tidak membalas cinta kasih Kwee Seng karena hatinya sendiri sudah tercuri oleh kegagahan dan kejantanan kam Si Ek, akan tetapi ia pun tidak bisa membenci Kwee Seng, tidak menghendaki pendekar itu mati secara begitu menyedihkan.
Setelah malam mulai berganti fajar, ayahnya muncul. Lu Sian cepat menyongsong ayahnya dengan penuh harapan ayahnya dapat menangkap dan membunuh Bayisan yang mencurangi Kwee Seng. Akan tetapi wajah ayahnya muram dan terdengar ayahnya berkata marah. "Iblis jahanam Bayisan itu! Kepandainnya boleh juga, ilmu lari cepatnya hebat dan ia menggunakan kegelapan malam menghilang dari kejaranku. Lu Sian, kau seorang gadis yang goblok sekali!"
Lu Sian membelalakkan matanya, terheran-heran mendengar teguran ayahnya. Akan tetapi, kalau ayahnya sedang marah, gadis ini tak berani banyak bicara, maklum bahwa kalau ayahnya marah sukar untuk dikendalikan.
"Kau menolak Kwee Seng sama dengan membuang mutiara ke dalam laut, apakah kau hendak memilih batu kali? Dimana di dunia ini ada calon suami yang lebih baik dan gagah daripada Kwee Seng? Siapapun juga yang kau pilih, aku tentu tidak akan merasa cocok setelah kau menolak Kwee Seng."
"Ayah, dalam soal perjodohan, aku ingin memilih sendiri. Aku tidak cinta kepada Kwee Seng, betapapun gagah dan pandai dia!"
"Huh! Kau keras kepala dan sombong! Tidak akan Kwee Seng ke dua di dunia ini."
"Tidak ada Kwee Seng ke dua memang, akan tetapi pasti ada yang melebihi dia!"
"Tak mungkin! Sudah, mari kita pulang saja. Kejadian ini benar-benar membikin hatiku penuh kekecewaan dan penyesalan."
"Ayah, kau menyesal karena kau tidak dapat menguras kepandaian simpanan Kwee Seng. Kau tidak peduli tentang perjodohanku, asal kau dapat menambah ilmu-ilmu yang kau kumpulkan!" (Bersambung)
"Saya bernama Bayisan dari Khitan musuh besar Kwee Seng..."
"Keparat orang Khitan! Kau telah bersikap pengecut!" Kembali pat-jiu Sin-ong menyerang, kali ini lebih hebat. Bayisan gelagapan dan maklum bahwa ia tidak boleh main-main menghadapi kakek ini, maka ia cepat melompat ke belakang dan melarikan diri dalam gelap, Pat-jiu Sin-ong mengejar sambil memaki-maki.
Sementara itu, Liu Lu Sian yang pucat mukanya menyaksikan Kwee Seng terjerumus ke dalam jurang hitam yang hanya dapat berarti maut, merasa heran melihat seorang gadis pakain putih lari ke tepi jurang sambil menangis dan ketika ia mendekat, ia tekejut mengenal wanita itu sebagai wanita pakaian putih yang ia hadapi di atas genteng gedung dalam benteng Jenderal Kam Si Ek, gadis yang menjadi suci (kakak seperguruan) Kam Si Ek! Pada saat itu, Lai Kui Lan membalikkan tubuhnya dengan pipi basah air mata ia mendamprat Lu Sian.
"Kalian orang-orang keji, telah menganiaya pendekar tak berdosa!"
Lu Sian yang ingat bahwa gadis itu adalah kakak seperguruan Kam Si Ek yang dikaguminya, menjawab halus, "Cici yang baik, kalau memang sejak tadi kau mengintai, tentu kau maklum bahwa bukan aku maupun ayahku yang membuat Kwee Seng terjerumus ke dalam jurang, melainkan seorang yang mengaku bernama Bayisan dan yang sekarang dikejar-kejar ayah. Akan tetapi, engkau, bagaimana kau mengenal Kwee Seng dan mengapa pula kau menangisinya?"
Tiba-tiba wajah Kui Lan menjadi merah sekali. Dia seorang gadis yang jujur, maka dengan menabahkan hati ia berkata, "Kwee-taihiap telah menolongku daripada Si Laknat Bayisan. Aku berhutang budi, berhutang nyawa dan kehormatan kepada Kwee-taihiap! Biarpun kau telah menyia-nyiakan cinta kasihnya, berlaku kejam kepadanya namun aku... aku... ah..." Ia menangis lagi.
"Cici! Kau cinta padanya?" Perasaan Lu Sian tersinggung dan ia merasa kasihan juga pada gadis ini.
"Ya! Aku cinta padanya! Aku... aku... takkan sudi berjodoh dengan orang lain! Sekarang ia telah tewas...ah, apa lagi yang kuharapkan di dunia ini? Aku... aku akan berdoa selamanya untuk arwahnya..." Sambil terisak Kui Lan lalu membalikkan tubuh dan lari menuruni puncak dengan cepat sekali.
Lu Sian menarik napas panjang, diam-diam ia menyesal pula akan kesudahan pertandingan antara ayahnya dan Kwee Seng. Ia tidak membalas cinta kasih Kwee Seng karena hatinya sendiri sudah tercuri oleh kegagahan dan kejantanan kam Si Ek, akan tetapi ia pun tidak bisa membenci Kwee Seng, tidak menghendaki pendekar itu mati secara begitu menyedihkan.
Setelah malam mulai berganti fajar, ayahnya muncul. Lu Sian cepat menyongsong ayahnya dengan penuh harapan ayahnya dapat menangkap dan membunuh Bayisan yang mencurangi Kwee Seng. Akan tetapi wajah ayahnya muram dan terdengar ayahnya berkata marah. "Iblis jahanam Bayisan itu! Kepandainnya boleh juga, ilmu lari cepatnya hebat dan ia menggunakan kegelapan malam menghilang dari kejaranku. Lu Sian, kau seorang gadis yang goblok sekali!"
Lu Sian membelalakkan matanya, terheran-heran mendengar teguran ayahnya. Akan tetapi, kalau ayahnya sedang marah, gadis ini tak berani banyak bicara, maklum bahwa kalau ayahnya marah sukar untuk dikendalikan.
"Kau menolak Kwee Seng sama dengan membuang mutiara ke dalam laut, apakah kau hendak memilih batu kali? Dimana di dunia ini ada calon suami yang lebih baik dan gagah daripada Kwee Seng? Siapapun juga yang kau pilih, aku tentu tidak akan merasa cocok setelah kau menolak Kwee Seng."
"Ayah, dalam soal perjodohan, aku ingin memilih sendiri. Aku tidak cinta kepada Kwee Seng, betapapun gagah dan pandai dia!"
"Huh! Kau keras kepala dan sombong! Tidak akan Kwee Seng ke dua di dunia ini."
"Tidak ada Kwee Seng ke dua memang, akan tetapi pasti ada yang melebihi dia!"
"Tak mungkin! Sudah, mari kita pulang saja. Kejadian ini benar-benar membikin hatiku penuh kekecewaan dan penyesalan."
"Ayah, kau menyesal karena kau tidak dapat menguras kepandaian simpanan Kwee Seng. Kau tidak peduli tentang perjodohanku, asal kau dapat menambah ilmu-ilmu yang kau kumpulkan!" (Bersambung)
(dwi)