Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 17 Bagian 7

Rabu, 08 November 2017 - 18:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling...
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

Tiga orang kakek itu adalah Sin-tung Sam-lo-kai, dari julukannya saja sudah menyatakan bahwa mereka itu ahli-ahli tongkat yang lihai. Tentu saja mereka kaget setengah mati melihat kenyataan yang sukar dipercaya betapa dalam segebrakan saja lawan muda yang seperti orang gila ini mampu merampas tongkat mereka! Mereka menjadi penasaran sekali, dan selain penasaran, juga mereka tidak berani membiarkan orang ini masuk ke dalam gedung begitu saja karena hal ini akan membuat mereka kesalahan dan akan mendapat marah dari Kai-ong.

"Tahan dia!" seru kakek tertua memberi perintah kepada barisan pengemis ketika ia melihat Kim-mo Taisu berlenggang seenaknya hendak memasuki gedung. Ia sendiri lari untuk mencabut tongkatnya dari dinding, sedangkan kedua orang temannya juga sudah mencabut tongkat masing-masing yang menancap di atas tanah. Barisan pengemis yang berdiri dari delapan belas orang itu bergerak maju cepat sekali dari kanan kiri, dan terkurunglah Kim-mo Taisu. Pendekar aneh ini berdiri ditengah-tengah pekarangan depan, bertolak pinggang dan tertawa bergelak melihat barisan pengemis itu lari berputaran disekelilingnya, membentuk barisan aneh yang berubah-ubah, kadang-kadang merupakan lingkaran bundar, dalam sedetik berubah menjadi segi tiga, terus berubah-ubah dengan bertambah seginya dan setengah menjadi pat-kwa (segi delapan) lalu perlahan-lahan menjadi bulat lagi. Barisan ini teratur sekali dan melihat perubahan-perubahan yang rapi ini diam-diam Kim-mo Taisu merasa kagum.

"Orang muda, biarpun kau lihai, tak mungkin kau dapat lolos dari Kan-kauw-kai-tin (Barisan Pengemis Pengejar Anjing) kami. Sebelum kami turun tangan membunuhmu, lebih baik kau lekas mengaku siapakah engkau dan apa perlumu mencari Kai-ong!"

Kim-mo Taisu menarik napas panjang. "Barisanmu baik sekali, Sam-lo-kai, biarlah aku mencoba untuk menjadi anjingnya biar dikejar-kejar barisanmu." Sambil tertawa bergelak Kim-mo Taisu lalu menerobos ke depan, nekat hendak memasuki gedung. Segera di depannya telah menghadang tiga orang pengemis anggota barisan yang sekaligus telah menerjang dan menyerangnya dengan senjata mereka. Seorang bersenjata tongkat panjang, seorang lagi bersenjata pedang dan orang ke tiga bersenjata joan-pian (ruyung lemas semacam cambuk). Tiga senjata yang amat berbeda sifatnya, amat berbeda pula caranya menyerang, namun ketika maju bersama, ternyata mereka bertiga dapat bekerja sama baik sekali, seakan-akan seorang saja dengan tiga macam senjata, tiga pasang kaki tangan menyerang Kim-mo Taisu!

Pendekar ini berseru kagum, dan tentu saja ia tidak gentar menghadapi serangan tiga orang ini.

Kedua tangannya digerakkan, dengan ilmu tangkapnya Kim-na-hoat ia hendak merampas senjata-senjata mereka. Akan tetapi tiga orang itu tidak jadi menyerangnya dan berlari terus ke depan dan pada detik itu juga, pengurung bagian belakang yang menyerang. Kim-mo Taisu cepat membalikkan tubuh dan ia kaget melihat betapa tiga orang di bagian belakangnya ini bersenjata persis seperti tiga orang pertama tadi akan tetapi cara mereka menyerang berbeda sungguhpun kerja sama mereka tetap baik.

Karena ia diserang dari belakang, Kim-mo Taisu terpaksa mengelak dan lewatlah berturut-turut pedang, toya, dan cambuk itu di samping tubuhnya. Begitu serangan mereka gagal, tiga orang ini bergerak lari, dan kini tiga orang lain yang berada di belakang Kim-mo Taisu menerjang hebat dengan tiga macam senjata mereka. Secara begini, sebentar saja Kim-mo Taisu telah diserang bertubi-tubi oleh barisan enam kali tiga orang ini dan ia betul-betul menjadi seperti seekor anjing yang dikejar-kejar oleh barisan pengemis! Kim-mo Taisu adalah seorang ahli silat ia memiliki penyakit yang sama, yaitu haus akan ilmu silat.

Melihat hebat dan rapinya Ilmu Barisan Kan-kauw-kai-tin ini, ia menjadi kagum dan tertarik sekali, tertarik untuk mempelajarinya tentu. Kalau ia mau, dengan kepandaiannya yang jauh lebih tinggi daripada para pengeroyoknya, tidaklah sukar baginya untuk merobohkan mereka ini. Akan tetapi ia justeru ingin melihat bentuk permainan mereka dalam barisan itu, maka ia sengaja membiarkan dirinya diserang terus-menerus.

Ia hanya main berkelit saja karena tidak ingin merusak barisan mereka, maka ia dapat memperhatikan betapa barisan ini bergerak dan berubah. Setelah ia menghadapi pengurungan ini selama seperempat jam, tahulah ia bahwa ilmu barisan ini sesungguhnya juga berdasarkan garis-garis perubahan dalam pat-kwa-tin (barisan segi delapan) yang terkenal itu. Dia sendiri adalah ahli permaianan Pat-kwa-kun (Ilmu Silat Segi Delapan) tentu saja ia tahu dan hafal akan seluk-beluk pat-kwa, maka setelah menemui intisari barisan, ia menjadi jemu dan kecewa. Kiranya barisan biasa saja setelah terdapat rahasia sumbernya. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0578 seconds (0.1#10.140)