Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 16 Bagian 6

Jum'at, 27 Oktober 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling...
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

"Eh, Muka Tikus, berani tidak kau?" akhirnya ia berkata kesal melihat bandar itu hanya memandang kepadanya.

Ada yang teratawa geli, ada pula yang kuatir mendengar jembel itu berani menyebut muka tikus kepada bandar. Apalagi ketika mereka melihat betapa empat orang tukang pukul rumah judi itu, yang tegap-tegap tubuhnya, diam-diam mendekati Kwee Seng dan berdiri di belakang Si Jembel ini sambil saling memberi tanda dengan mata, siap untuk menerjang kalau perlu.

"Apa? Mengapa tidak berani? Mari kita mulai! Kau bertaruh genap atau ganjil?" Si Bandar menyisihkan sebuah dadu yang bermuka enam memasukkannya ke dalam mangkok yang telentang di atas meja. Suasana menjadi tegang, semua orang tidak ada yang mengeluarkan suara, menanti jawaban Kwee Seng sehingga keadaan menjadi sunyi dan sebuah jarum yang jatuh ke lantai agaknya akan terdengar pada saat itu.

Kwee Seng masih tersenyum-senyum dan ia mendorong pundi-pundinya ke depan. "Seratus dua puluh tail perak kupasangkan untuk angka ganjil!" katanya nyaring.

Si Bandar tertawa, hatinya girang bukan main karena tiba-tiba ada makanan begini lunak tersodor di depan mulutnya. Jari-jari tangannya sudah terlatih sempurna sehingga sambil memegang mangkok, ia dapat mempergunakan dua jari telunjuk dan tengah yang berada di belakang mangkok untuk membalik-balik biji dadu di waktu ia menutup atau membuka mangkok, tanpa seorang pun dapat melihatnya. Kecurangan ini sudah ia lakukan bertahun-tahun dan tak pernah ada yang tahu.

Dengan jari-jarinya yang terlatih ia dapat membalik-balik dua biji dadu sesuka hatinya, apalagi kalau hanya sebuah! Alangkah mudahnya. Tiap kali ia menutup mangkok, matanya yang seperti terpejam itu sekelebatan dapat melihat angka yang berada di permukaan biji dadu, kemudian diwaktu membuka mangkok, cepat jari-jari tangannya yang memegang mangkok dan tersembunyi di belakang mangkok bekerja membalik biji-biji dadu menjadi angka-angka yang hanya dipasangi taruhan-taruhan kecil.

Dengan cara demikian, selalu pemasang taruhan besar akan kalah. Sekarang, jembel gila ini bertaruh angka ganjil untuk sebuah biji dadu. Alangkah mudahnya untuk membalikkan biji dadu itu agar permukaannya yang genap berada di atas untuk memperoleh kemenangan seratus dua puluh tail. Alangkah mudahnya!

Baik!" katanya. "Semua orang disini menjadi saksi. Kau memasang angka ganjil!" Kemudian ia menggulung kedua lengan bajunya lebih tinggi lagi, dan memutar-mutar dadu ke dalam mangkok. Gerakannya cepat sekali sehingga dadu yang berputaran di dalam mangkok itu tidak kelihatan lagi saking cepatnya, kemudian dengan gerakan tiba-tiba, ia membalikkan mangkok ke atas meja dengan biji dadu di bawahnya.

"Heh-heh-heh!" Si Bandar mengusap peluh di dahinya. "Apakah kau tidak merobah pasanganmu? Tetap ganjil? Boleh pilih, sobat. Selagi mangkok belum dibuka kau berhak memilih. Ganjil atau genap?"

Suasana makin tegang, akan tetapi sambil tersenyum dingin Kwee Seng menaruh kedua tangannya di atas meja, di depannya, dan ia tenang-tenang menjawab. "Aku tetap memasang angka ganjil!"

Si Bandar dengan tangan agak gemetar memegang mangkok, mulutnya berkata. "Nah, siap untuk dibuka, semua orang menjadi saksi!" Jari-jarinya bergerak dan mangkok diangkat, dibarengi seruan Si Bandar. "Heeeeeiiitt!"

Semua mata memandang kepada biji dadu yang telentang, jelas memperlihatkan lima buah titik merah. "Ganjil... !" Semua mulut berseru.

"Aaahhhhh..." Si Bandar menjadi pucat, berdiri terlongong keheranan memandang ke arah biji dadu, hampir tidak percaya kepada matanya sendiri. Tadi ketika menutup mangkok, jelas ia dapat mengintai bahwa dadu itu tadi berangka lima, maka ketika membuka mangkok, telunjuknya sudah menyentil dadu itu agar membalik ke angka enam atau empat. Akan tetapi mengapa dadu itu tetap telentang pada angka lima, padahal ia yakin betul bahwa sentilan jarinya tadi berhasil baik? Apakah kurang keras ia menggunakan jarinya?

"Heh-heh-he, apakah kemenanganku hanya cukup kaubayar dengan seruan ah-ah-eh-eh? Hayo bayar seratus dua puluh tail!" kata Kwee Seng tertawa-tawa.

Empat orang tukang pukul sudah siap dengan tangan di gagang golok, akan tetapi bandar itu tidak memberi tanda maka mereka tidak berani turun tangan. Bandar itu menggunakan ujung jubahnya untuk mengusap peluh yang memenuhi muka dan lehernya, kemudian ia tertawa ha-hah-heh-heh.

"Tentu saja dibayar, sobat. Anda mujur sekali! Akan tetapi, apakah kau termasuk botoh kendil?" (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0417 seconds (0.1#10.140)