Studi: Pria yang Bekerja Penuh Tekanan dan Kurang Dihargai Berisiko Idap Penyakit Jantung
Minggu, 24 September 2023 - 19:00 WIB
JAKARTA - Sebuah studi menemukan bahwa pria yang bekerja penuh tekanan dan merasa kurang dihargai berisiko dua kali lebih mungkin mengidap penyakit jantung mematikan. Temuan ini diterbitkan dalam Journal of American Heart Association.
Dilansir dari Times of India, Minggu (24/9/2023) tim peneliti Kanada menghabiskan hampir dua dekade mempelajari stres dan apa yang dikenal sebagai ketidakseimbangan upaya-imbalan atau ERI.
Para peneliti mengamati 6.465 pekerja kerah putih, pria dan wanita, selama total 18 tahun dari tahun 2000-2018. Para peserta tidak memiliki penyakit kardiovaskular. 3.118 peserta adalah laki-laki dan 3.347 perempuan, dengan usia rata-rata 45 tahun.
Menurut artikel lain yang diterbitkan di Frontiers in Psychology, dalam model ERI, stres terkait pekerjaan dikonseptualisasikan sebagai kurangnya keadilan antara upaya yang dilakukan dan imbalan yang diterima di tempat kerja.
Penulis utama studi Mathilde Lavigne-Robichaud, RD, MS mengatakan bahwa tekanan pekerjaan mengacu pada lingkungan kerja di mana karyawan menghadapi kombinasi tuntutan pekerjaan yang tinggi dan rendahnya kendali atas pekerjaan mereka. Para peneliti juga mempelajari dampak stres dan ERI pada kolaps koroner.
Studi tersebut menemukan bahwa pria yang berjuang dengan pekerjaan yang membuat stres dan kurang dihargai mengalami peningkatan risiko penyakit jantung sebesar 49 persen dibandingkan dengan pria yang tidak melaporkan stres tersebut.
Lebih lanjut, pria yang merasakan stres dan ERI secara bersamaan memiliki risiko dua kali lipat terkena penyakit jantung, dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami kombinasi tersebut. Para peneliti tidak dapat menemukan hubungan antara kesehatan jantung dan berbagai pemicu stres pada partisipan wanita.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, penyakit jantung dapat menurunkan aliran darah ke jantung. Kondisi ini berpotensi menyebabkan serangan jantung.
“Mengingat banyaknya waktu yang dihabiskan orang di tempat kerja, memahami hubungan antara penyebab stres kerja dan kesehatan kardiovaskular sangat penting bagi kesehatan masyarakat dan kesejahteraan tenaga kerja,” kata Lavigne-Robichaud.
“Studi kami menyoroti kebutuhan mendesak untuk secara proaktif mengatasi kondisi kerja yang penuh tekanan, untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat yang menguntungkan karyawan dan pemberi kerja,” pungkasnya.
Dilansir dari Times of India, Minggu (24/9/2023) tim peneliti Kanada menghabiskan hampir dua dekade mempelajari stres dan apa yang dikenal sebagai ketidakseimbangan upaya-imbalan atau ERI.
Para peneliti mengamati 6.465 pekerja kerah putih, pria dan wanita, selama total 18 tahun dari tahun 2000-2018. Para peserta tidak memiliki penyakit kardiovaskular. 3.118 peserta adalah laki-laki dan 3.347 perempuan, dengan usia rata-rata 45 tahun.
Menurut artikel lain yang diterbitkan di Frontiers in Psychology, dalam model ERI, stres terkait pekerjaan dikonseptualisasikan sebagai kurangnya keadilan antara upaya yang dilakukan dan imbalan yang diterima di tempat kerja.
Penulis utama studi Mathilde Lavigne-Robichaud, RD, MS mengatakan bahwa tekanan pekerjaan mengacu pada lingkungan kerja di mana karyawan menghadapi kombinasi tuntutan pekerjaan yang tinggi dan rendahnya kendali atas pekerjaan mereka. Para peneliti juga mempelajari dampak stres dan ERI pada kolaps koroner.
Studi tersebut menemukan bahwa pria yang berjuang dengan pekerjaan yang membuat stres dan kurang dihargai mengalami peningkatan risiko penyakit jantung sebesar 49 persen dibandingkan dengan pria yang tidak melaporkan stres tersebut.
Lebih lanjut, pria yang merasakan stres dan ERI secara bersamaan memiliki risiko dua kali lipat terkena penyakit jantung, dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami kombinasi tersebut. Para peneliti tidak dapat menemukan hubungan antara kesehatan jantung dan berbagai pemicu stres pada partisipan wanita.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, penyakit jantung dapat menurunkan aliran darah ke jantung. Kondisi ini berpotensi menyebabkan serangan jantung.
“Mengingat banyaknya waktu yang dihabiskan orang di tempat kerja, memahami hubungan antara penyebab stres kerja dan kesehatan kardiovaskular sangat penting bagi kesehatan masyarakat dan kesejahteraan tenaga kerja,” kata Lavigne-Robichaud.
“Studi kami menyoroti kebutuhan mendesak untuk secara proaktif mengatasi kondisi kerja yang penuh tekanan, untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat yang menguntungkan karyawan dan pemberi kerja,” pungkasnya.
(dra)
tulis komentar anda