Indonesia Negara dengan Kasus DBD Tertinggi di Dunia
Kamis, 02 November 2023 - 02:00 WIB
"Dari sisi beban keuangan DBD, sebagian besar ditanggung dengan keuangan rumah tangga, dan diikuti oleh JKN dan kontribusi dari kerabat," sambungnya.
Guru Besar FKM UI Prof. Dr. drg. Mardiati Nadjib, M.Sc memaparkan bahwa di Indonesia, Aedes aegypti and Aedes albopictus adalah vektor primer dan sekunder untuk transmisi DBD. Jumlah rata-rata kasus DBD tahunan yang dilaporkan ke otoritas kesehatan di Indonesia lebih dari 129.000 untuk periode antara 2004 dan 2010, tingkat insiden tertinggi kedua di dunia setelah Brasil.
Pelaporan DBD di Indonesia diakui belum lengkap dan prosedur pelaporan antar provinsi sangat bervariasi. Sebuah studi pemodelan kartografi 2013 memperkirakan bahwa sekitar 7,6 juta infeksi DBD telah terjadi di Indonesia pada 2010, yang sebagian besar tidak dilaporkan. Penyakit ini biasanya paling umum di daerah perkotaan, namun, daerah pedesaan semakin terpengaruh. Selain itu, wabah epidemi DBD secara tradisional tampaknya menjadi lebih tidak menentu dalam beberapa dekade terakhir.
"Dengan besarnya beban ekonomi pada kasus DBD, Indonesia harus memperbaiki sistem pencatatan pelaporan kasus, meningkatkan pencegahan seperti vektor kontrol dan pengembangan vaksin untuk menekan beban itu mengingat Indonesia adalah daerah endemis DBD," ujar Prof. Mardiati.
"Apabila hal ini tidak dilakukan, Indonesia berpotensi mengalami kerugian. Jika Indonesia tidak bisa menekan beban ekonomi akibat DBD, maka jumlah kasus akan terus meningkat. Bila jumlah kasus meningkat tentu beban ini akan meningkat, termasuk beban bagi BPJS kesehatan dan Pemerintah serta masyarakat sendiri," lanjutnya.
Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines Andreas Gutknecht menyebutkan bahwa Takeda menghargai kontribusi InaHEA dalam meningkatkan kesadaran tentang beban penyakit demam berdarah di Indonesia dan dampaknya pada kesehatan masyarakat.
"Kami juga merasa terhormat atas kepercayaan yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan RI dalam menjalin kemitraan yang kuat untuk berbagai upaya pencegahan DBD, sejalan dengan tujuan nol kematian akibat DBD di Indonesia pada tahun 2030," ujar Andreas.
"Komitmen Takeda terhadap masalah DBD tercermin dalam keterlibatan kami dalam inisiatif seperti KOBAR (Koalisi Bersama) Lawan Dengue sebagai salah satu anggota pendiri dan dalam pelaksanaan kampanye masyarakat #Ayo3mplusVaksinDBD yang mendukung upaya pencegahan dan pengendalian DBD yang komprehensif," pungkasnya.
Guru Besar FKM UI Prof. Dr. drg. Mardiati Nadjib, M.Sc memaparkan bahwa di Indonesia, Aedes aegypti and Aedes albopictus adalah vektor primer dan sekunder untuk transmisi DBD. Jumlah rata-rata kasus DBD tahunan yang dilaporkan ke otoritas kesehatan di Indonesia lebih dari 129.000 untuk periode antara 2004 dan 2010, tingkat insiden tertinggi kedua di dunia setelah Brasil.
Pelaporan DBD di Indonesia diakui belum lengkap dan prosedur pelaporan antar provinsi sangat bervariasi. Sebuah studi pemodelan kartografi 2013 memperkirakan bahwa sekitar 7,6 juta infeksi DBD telah terjadi di Indonesia pada 2010, yang sebagian besar tidak dilaporkan. Penyakit ini biasanya paling umum di daerah perkotaan, namun, daerah pedesaan semakin terpengaruh. Selain itu, wabah epidemi DBD secara tradisional tampaknya menjadi lebih tidak menentu dalam beberapa dekade terakhir.
"Dengan besarnya beban ekonomi pada kasus DBD, Indonesia harus memperbaiki sistem pencatatan pelaporan kasus, meningkatkan pencegahan seperti vektor kontrol dan pengembangan vaksin untuk menekan beban itu mengingat Indonesia adalah daerah endemis DBD," ujar Prof. Mardiati.
"Apabila hal ini tidak dilakukan, Indonesia berpotensi mengalami kerugian. Jika Indonesia tidak bisa menekan beban ekonomi akibat DBD, maka jumlah kasus akan terus meningkat. Bila jumlah kasus meningkat tentu beban ini akan meningkat, termasuk beban bagi BPJS kesehatan dan Pemerintah serta masyarakat sendiri," lanjutnya.
Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines Andreas Gutknecht menyebutkan bahwa Takeda menghargai kontribusi InaHEA dalam meningkatkan kesadaran tentang beban penyakit demam berdarah di Indonesia dan dampaknya pada kesehatan masyarakat.
"Kami juga merasa terhormat atas kepercayaan yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan RI dalam menjalin kemitraan yang kuat untuk berbagai upaya pencegahan DBD, sejalan dengan tujuan nol kematian akibat DBD di Indonesia pada tahun 2030," ujar Andreas.
"Komitmen Takeda terhadap masalah DBD tercermin dalam keterlibatan kami dalam inisiatif seperti KOBAR (Koalisi Bersama) Lawan Dengue sebagai salah satu anggota pendiri dan dalam pelaksanaan kampanye masyarakat #Ayo3mplusVaksinDBD yang mendukung upaya pencegahan dan pengendalian DBD yang komprehensif," pungkasnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda