Ahli Kesehatan Serukan Hidup Sehat Bebas BPA di Momen Peluncuran Buku
Rabu, 31 Januari 2024 - 06:30 WIB
Ketua Policy Brief Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Agustina Puspitasari menambahkan, IDI sejak Agustus 2023 telah mengirimkan rekomendasi ke pemerintah maupun industri perihal pentingnya mencantumkan label dalam kemasan makanan dan minuman terkait ada atau tidaknya BPA.
"IDI sudah memberikan rekomendasi ke pemerintah dan industri terkait urgensi pemberian label dalam kemasan makanan minuman, ada BPA atau tidak. Kami sendiri sangat mendukung lahirnya kebijakan pelabelan tersebut," tegasnya.
Dia menjelaskan, paparan BPA dapat berimplikasi pada fisiologis tubuh jika terkonsumsi terus-menerus. Migrasi BPA dari plastik kemasan pangan dapat berpengaruh terhadap menurunnya kualitas sperma pada pria atau kemandulan, kanker payudara, kanker testis, dan prostat. Selain itu juga berpotensi terhadap hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes melitus (DM) tipe 2, dan gangguan perkembangan anak.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Noffendri Roestam mengatakan, BPA memiliki kemiripan dengan hormon estrogen yang dimiliki kaum wanita. Karena strukturnya yang mirip, maka jika terserap ke dalam tubuh akan berbahaya.
Karena itu, Noffendri mendorong perlunya gerakan edukasi ke masyarakat lapisan bawah secara masif sambil menanti penguatan regulasi di pemerintah dan lembaga terkait. Ikatan Apoteker Indonesia, katanya, bersedia membantu mensosialisasikan kampanye pengenalan risiko BPA lewat Dagusibu (Dapatkan, Gunakan, Simpan dan Buang), program pendidikan pengenalan obat di sekitar 500 desa dan kampung.
"Itu bisa kita lakukan. Jadi, kesadaran bahaya BPA ini kita bisa mulai dari diri sendiri, dari masyarakat, keluarga. Sembari kita mendorong pemerintah untuk menguatkan kebijakan atau regulasi tentang penggunaan BPA ini," pungkas Noffendri.
Lihat Juga: Malaysia Usung Teknologi Medis Terbaru dalam Konferensi Kesehatan Internasional MIH Megatrends 2024
"IDI sudah memberikan rekomendasi ke pemerintah dan industri terkait urgensi pemberian label dalam kemasan makanan minuman, ada BPA atau tidak. Kami sendiri sangat mendukung lahirnya kebijakan pelabelan tersebut," tegasnya.
Dia menjelaskan, paparan BPA dapat berimplikasi pada fisiologis tubuh jika terkonsumsi terus-menerus. Migrasi BPA dari plastik kemasan pangan dapat berpengaruh terhadap menurunnya kualitas sperma pada pria atau kemandulan, kanker payudara, kanker testis, dan prostat. Selain itu juga berpotensi terhadap hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes melitus (DM) tipe 2, dan gangguan perkembangan anak.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Noffendri Roestam mengatakan, BPA memiliki kemiripan dengan hormon estrogen yang dimiliki kaum wanita. Karena strukturnya yang mirip, maka jika terserap ke dalam tubuh akan berbahaya.
Karena itu, Noffendri mendorong perlunya gerakan edukasi ke masyarakat lapisan bawah secara masif sambil menanti penguatan regulasi di pemerintah dan lembaga terkait. Ikatan Apoteker Indonesia, katanya, bersedia membantu mensosialisasikan kampanye pengenalan risiko BPA lewat Dagusibu (Dapatkan, Gunakan, Simpan dan Buang), program pendidikan pengenalan obat di sekitar 500 desa dan kampung.
"Itu bisa kita lakukan. Jadi, kesadaran bahaya BPA ini kita bisa mulai dari diri sendiri, dari masyarakat, keluarga. Sembari kita mendorong pemerintah untuk menguatkan kebijakan atau regulasi tentang penggunaan BPA ini," pungkas Noffendri.
Lihat Juga: Malaysia Usung Teknologi Medis Terbaru dalam Konferensi Kesehatan Internasional MIH Megatrends 2024
(tsa)
tulis komentar anda