Pentingnya Tangani Alergi Susu Sapi pada Anak secara Cepat dan Tepat
Rabu, 26 Juni 2024 - 15:51 WIB
JAKARTA - Menurut data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), prevalensi alergi susu sapi (ASS) pada anak Indonesia sekitar 2%-7,5%, dengan protein susu sapi menjadi alergen kedua yang paling umum setelah telur. Oleh sebab itu, penanganan cepat dan tepat sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya dampak jangka panjang ASS dan memastikan pertumbuhan serta perkembangan anak tidak terganggu.
Alergi susu sapi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap protein dalam susu sapi yang dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan anak jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. ASS ini adalah alergi makanan yang paling umum pada awal masa kanak-kanak, dengan insidensi 2%-3% pada tahun pertama kehidupan.
Dampak ASS bervariasi dari ringan hingga berat, dan dapat memengaruhi berbagai sistem dalam tubuh. Untuk jangka pendek, ASS dapat menyebabkan ketidaknyamanan, serta kesulitan makan dan tidur. Dampak jangka panjangnya dapat mencakup berat badan yang tidak optimal, malnutrisi, dan keterlambatan pertumbuhan. Selain itu, sifat alergi yang persisten dapat meningkatkan risiko perkembangan kondisi atopik lain seperti asma atau eksim, di kemudian hari.
“Gejala ASS pada anak dapat berbeda, tapi beberapa yang paling umum meliputi ruam pada kulit, gatal-gatal, bahkan diare. Selain itu, ASS juga dapat menyebabkan masalah pernapasan yang serius, seperti anafilaksis. Umumnya, anak yang mengalami alergi susu sapi dapat mengatasi alergi (mengalami remisi) seiring bertambahnya usia, biasanya antara usia tiga hingga lima tahun. Namun, ada sebagian kecil anak yang mungkin tetap memiliki alergi hingga dewasa," terang Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi, dalam webinar Bicara Gizi yang diselenggarakan oleh Nutricia, Selasa (25/6/2024).
"Penanganan yang cepat dan tepat sangat penting untuk mencegah dampak buruk yang lebih serius dan memastikan anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal,” lanjutnya.
Prof. Budi menekankan pentingnya mengenali gejala-gejala tersebut sejak dini dan berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.
“Tata laksana dan langkah penting lain yang harus dilakukan oleh orang tua adalah menghilangkan susu sapi dari diet anak, mencari sumber nutrisi alternatif yang memiliki kandungan zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak, serta kandungan gizi mikro seperti vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam fase pertumbuhan anak," bebernya.
Alergi susu sapi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap protein dalam susu sapi yang dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan anak jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. ASS ini adalah alergi makanan yang paling umum pada awal masa kanak-kanak, dengan insidensi 2%-3% pada tahun pertama kehidupan.
Dampak ASS bervariasi dari ringan hingga berat, dan dapat memengaruhi berbagai sistem dalam tubuh. Untuk jangka pendek, ASS dapat menyebabkan ketidaknyamanan, serta kesulitan makan dan tidur. Dampak jangka panjangnya dapat mencakup berat badan yang tidak optimal, malnutrisi, dan keterlambatan pertumbuhan. Selain itu, sifat alergi yang persisten dapat meningkatkan risiko perkembangan kondisi atopik lain seperti asma atau eksim, di kemudian hari.
“Gejala ASS pada anak dapat berbeda, tapi beberapa yang paling umum meliputi ruam pada kulit, gatal-gatal, bahkan diare. Selain itu, ASS juga dapat menyebabkan masalah pernapasan yang serius, seperti anafilaksis. Umumnya, anak yang mengalami alergi susu sapi dapat mengatasi alergi (mengalami remisi) seiring bertambahnya usia, biasanya antara usia tiga hingga lima tahun. Namun, ada sebagian kecil anak yang mungkin tetap memiliki alergi hingga dewasa," terang Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi, dalam webinar Bicara Gizi yang diselenggarakan oleh Nutricia, Selasa (25/6/2024).
"Penanganan yang cepat dan tepat sangat penting untuk mencegah dampak buruk yang lebih serius dan memastikan anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal,” lanjutnya.
Prof. Budi menekankan pentingnya mengenali gejala-gejala tersebut sejak dini dan berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.
“Tata laksana dan langkah penting lain yang harus dilakukan oleh orang tua adalah menghilangkan susu sapi dari diet anak, mencari sumber nutrisi alternatif yang memiliki kandungan zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak, serta kandungan gizi mikro seperti vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam fase pertumbuhan anak," bebernya.
tulis komentar anda