Ramai Fenomena Cuci Darah di Kalangan Anak Indonesia, Ketua IDAI Soroti 5 Hal Penting
Jum'at, 02 Agustus 2024 - 14:00 WIB
Menurutnya, jumlah kasus gagal ginjal pada anak di Indonesia masih dalam kategori wajar. Hal itu lantaran, fenomena cuci darah di kalangan anak terjadi karena anak-anak tersebut kebanyakan merupakan pasien cuci darah dengan penyakit ginjal bawaan sejak lahir.
Sehingga, hal tersebut mengharuskan mereka untuk melakukan cuci darah secara berulang dan seumur hidup. "Jadi jumlah kasusnya itu masih wajar. Wajar dalam arti ya memang akan ada bayi atau anak yang memang mengalami kelainan bawaan ginjal pada saat dia lahir," jelasnya.
"Nah ini kalau dikumpulkan dalam satu rumah sakit melalui cuci darah, dan cuci darahnya terus seumur hidup, kan jadi kumulatifnya banyak, terekspos lah," sambungnya.
Alih-alih hanya fokus terhadap fenomena cuci darah yang sempat viral belakangan ini, dr Piprim, justru menyoroti gaya hidup masyarakat Indonesia yang dinilai masih buruk. Tidak terkecuali di kalangan anak-anak. Mulai dari pola makan, pola gerak, pola tidur, dan semua yang sangat berkaitan.
Menurutnya, hal itulah yang bisa memengaruhi peningkatan kasus gagal ginjal pada anak. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh IDAI, ditemukan anak-anak remaja usia 12-18 tahun berisiko mengalami kerusakan ginjal.
Bahkan, dari survey tersebut ditemukan fakta mencengangkan. Bahwa berdasarkan cek urine, satu dari lima anak remaja tersebut ternyata terdapat hematuria dan proteinuria alias darah dan protein dalam urine.
"Satu dari lima anak remaja itu dicek urinenya, ternyata terdapat hematuria dan proteinuria. Jadi ada darah dan protein dalam urine. Ini salah satu indikator awal kerusakan ginjal. Ini menunjukkan gaya hidup anak-anak kita usia 12-18 tahun ini sangat memprihatinkan,” paparnya.
Sehingga, hal tersebut mengharuskan mereka untuk melakukan cuci darah secara berulang dan seumur hidup. "Jadi jumlah kasusnya itu masih wajar. Wajar dalam arti ya memang akan ada bayi atau anak yang memang mengalami kelainan bawaan ginjal pada saat dia lahir," jelasnya.
"Nah ini kalau dikumpulkan dalam satu rumah sakit melalui cuci darah, dan cuci darahnya terus seumur hidup, kan jadi kumulatifnya banyak, terekspos lah," sambungnya.
2. Gaya Hidup Tidak Sehat Masyarakat Indonesia
Alih-alih hanya fokus terhadap fenomena cuci darah yang sempat viral belakangan ini, dr Piprim, justru menyoroti gaya hidup masyarakat Indonesia yang dinilai masih buruk. Tidak terkecuali di kalangan anak-anak. Mulai dari pola makan, pola gerak, pola tidur, dan semua yang sangat berkaitan.
Menurutnya, hal itulah yang bisa memengaruhi peningkatan kasus gagal ginjal pada anak. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh IDAI, ditemukan anak-anak remaja usia 12-18 tahun berisiko mengalami kerusakan ginjal.
Bahkan, dari survey tersebut ditemukan fakta mencengangkan. Bahwa berdasarkan cek urine, satu dari lima anak remaja tersebut ternyata terdapat hematuria dan proteinuria alias darah dan protein dalam urine.
"Satu dari lima anak remaja itu dicek urinenya, ternyata terdapat hematuria dan proteinuria. Jadi ada darah dan protein dalam urine. Ini salah satu indikator awal kerusakan ginjal. Ini menunjukkan gaya hidup anak-anak kita usia 12-18 tahun ini sangat memprihatinkan,” paparnya.
3. Gula dan Garam Jadi Biang Kerok Penyakit Ginjal Anak
Lihat Juga :
tulis komentar anda