Kelainan Denyut Jantung Berisiko Sebabkan Stroke hingga Disabilitas Permanen
Jum'at, 16 Agustus 2024 - 05:05 WIB
JAKARTA - Kelainan denyut jantung atau atrial fibrilasi (AF) perlu menjadi perhatian masyarakat demi menjaga kesehatan mereka. Pasalnya, kondisi tersebut begitu berbahaya, bahkan 5 kali lebih berisiko menyebabkan serangan stroke.
Hal itu diungkap oleh Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K), FIHA, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah. Ia mengatakan, kondisi kelainan denyut jantung ini perlu diperhatikan mengingat banyak pasien yang terserang stroke akibat kondisi tersebut. Sebagian besar pasien yang mengalami atrial fibrilasi ini bahkan tak merasakan gejala apa pun.
“Kita tahu atrial fibrilasi itu aging disease. Jadi semakin tua, orang semakin mengalami AF, dan itu tidak bisa kita dasarkan atas gejala saja. Sebanyak 46% pasien tidak ada gejalanya,” ungkap dr. Yoga saat ditemui di RS Siloam, TB. Simatupang, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2024).
Dokter Yoga mengatakan, permasalahan kelainan denyut jantung ini biasanya dialami oleh pasien berusia 40-65 tahun ke atas. Bila kondisi AF tak ditangani dengan tepat, maka risiko serangan stroke bisa lebih meningkat hingga terjadinya disabilitas atau kecacatan fisik permanen.
Lebih lanjut disampaikan, stroke tidak hanya terletak pada angka kematian yang tinggi, tetapi juga morbiditas tinggi yang mengakibatkan hingga 50% penyintas mengalami cacat kronis. Meski sering tak bergejala, AF biasanya diiringi faktor-faktor lain, salah satunya hipertensi.
Untuk itu, dr. Yoga mengimbau agar menghindari faktor-faktor tersebut untuk mencegah terjadi kelainan denyut jantung yang bisa berisiko pada stroke.
“Kebanyakan faktor risiko ialah hipertensi. Jadi itu harus menjadi satu perhatian agar AF tidak berkembang dan stroke tidak terjadi di kemudian hari,” paparnya.
Selain pencegahan, penanganan pada pasien AF juga perlu dilakukan, terlebih saat tengah terserang stroke. Dokter Yoga mengatakan, penanganan dan terapi yang tepat harus dipahami agar risiko kecacatan permanen pada pasien bisa dihindari bila terserang stroke.
“Pasien perlu melakukan terapi trombolitikakan. Terapi ini mengurangi kecacatan sedang hingga berat, sampai 30%. Tindakan prosedur trombolitik dapat dilakukan setelah pasien melakukan pemeriksaan diagnostic, yaitu CT-Scan,” pungkas dr. Yoga.
Hal itu diungkap oleh Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K), FIHA, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah. Ia mengatakan, kondisi kelainan denyut jantung ini perlu diperhatikan mengingat banyak pasien yang terserang stroke akibat kondisi tersebut. Sebagian besar pasien yang mengalami atrial fibrilasi ini bahkan tak merasakan gejala apa pun.
“Kita tahu atrial fibrilasi itu aging disease. Jadi semakin tua, orang semakin mengalami AF, dan itu tidak bisa kita dasarkan atas gejala saja. Sebanyak 46% pasien tidak ada gejalanya,” ungkap dr. Yoga saat ditemui di RS Siloam, TB. Simatupang, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2024).
Dokter Yoga mengatakan, permasalahan kelainan denyut jantung ini biasanya dialami oleh pasien berusia 40-65 tahun ke atas. Bila kondisi AF tak ditangani dengan tepat, maka risiko serangan stroke bisa lebih meningkat hingga terjadinya disabilitas atau kecacatan fisik permanen.
Lebih lanjut disampaikan, stroke tidak hanya terletak pada angka kematian yang tinggi, tetapi juga morbiditas tinggi yang mengakibatkan hingga 50% penyintas mengalami cacat kronis. Meski sering tak bergejala, AF biasanya diiringi faktor-faktor lain, salah satunya hipertensi.
Untuk itu, dr. Yoga mengimbau agar menghindari faktor-faktor tersebut untuk mencegah terjadi kelainan denyut jantung yang bisa berisiko pada stroke.
“Kebanyakan faktor risiko ialah hipertensi. Jadi itu harus menjadi satu perhatian agar AF tidak berkembang dan stroke tidak terjadi di kemudian hari,” paparnya.
Selain pencegahan, penanganan pada pasien AF juga perlu dilakukan, terlebih saat tengah terserang stroke. Dokter Yoga mengatakan, penanganan dan terapi yang tepat harus dipahami agar risiko kecacatan permanen pada pasien bisa dihindari bila terserang stroke.
“Pasien perlu melakukan terapi trombolitikakan. Terapi ini mengurangi kecacatan sedang hingga berat, sampai 30%. Tindakan prosedur trombolitik dapat dilakukan setelah pasien melakukan pemeriksaan diagnostic, yaitu CT-Scan,” pungkas dr. Yoga.
(tsa)
Lihat Juga :
tulis komentar anda