Ruang Cinta Yang Tersisa, Seni dan Kita di JDC
Rabu, 06 November 2024 - 06:49 WIB
“Art washes away from the soul the dust of everyday life.” – Pablo Ruiz Picasso
Cinta sebagai anugerah bagi manusia memiliki banyak paras, tak sekedar berurusan dengan asmara. Sementara seni memberi kekayaan menjadi manusia atas “ledakan-ledakan energi” tak berkesudahan untuk—apa yang disebut Picasso, legenda seniman abad ke-20 itu, sebagai kekuatan membasuh daki-daki keseharian hidup. Saat sama, seni menyegarkan kembali, atas alasan mengapa kita mampu bertahan hidup dengan memadu nalar dan rasa, yang mungkin berjuluk: cinta.
Sebuah festival yang membawa topik menyegarkan, memiliki prespektif majemuk itu di Jakarta Design Center (JDC), dihelat peresentasi visualnya oleh sekitar 43 tiga seniman selama dua belas hari.
Seniman-seniman beradu gagasan, menebarkan kemungkinan-kemungkinan makna pun menawarkan ekspresi beragam dari seni dan gairah kreatif yang berkesan nge-pop dan dekat dengan dunia digital pun gaya hidup dan desain. Lukisan-lukisan figuratif, ornamental, abstraktif sampai instalasi-instalasi enigmatik tentang realita hidup di kota yang melelahkan namun menakjubkan seperti Jakarta ini.
Penulis memilih empat seniman untuk ditilik visual serta ide-idenya, serta menafsirkan ulang, apa dan bagaimana karya-karya mereka dituturkan dan mampukah menggugah dan “membasuh” keresahan-keresahan hidup, seperti disebut Picasso di awal tulisan? Yang kebetulan, penulis mendampingi seniman-seniman itu dalam dua serial acara Bincang-Bincang Seni selama perhelatan festival.
Uniknya mereka berempat, seniman-seniman yang akan diulas itu, berusia berjauhan; dan tantangan untuk mempertemukannya dan dirayakan dalam satu topik helatan. Apa sesungguhnya visi estetik dari seniman muda dan harapannya yang diujung akhir belasan tahun atau awal dua puluhan; dan mereka yang senior, gigih memulai karir profesional di usia menjelang atau lebih dari limapuluhan tahun.
Yang Yunior Tak Henti Berharap
Penulis membawa percikan-percikan narasi awal untuk Zeta Ranniry Abidin dan Bintang Tanatimur, dua seniman muda usia yang bercermin bersama penulis ke sejumlah tokoh seni dunia dan lokal untuk memantik semangat perbicangan.
Cinta sebagai anugerah bagi manusia memiliki banyak paras, tak sekedar berurusan dengan asmara. Sementara seni memberi kekayaan menjadi manusia atas “ledakan-ledakan energi” tak berkesudahan untuk—apa yang disebut Picasso, legenda seniman abad ke-20 itu, sebagai kekuatan membasuh daki-daki keseharian hidup. Saat sama, seni menyegarkan kembali, atas alasan mengapa kita mampu bertahan hidup dengan memadu nalar dan rasa, yang mungkin berjuluk: cinta.
Sebuah festival yang membawa topik menyegarkan, memiliki prespektif majemuk itu di Jakarta Design Center (JDC), dihelat peresentasi visualnya oleh sekitar 43 tiga seniman selama dua belas hari.
Seniman-seniman beradu gagasan, menebarkan kemungkinan-kemungkinan makna pun menawarkan ekspresi beragam dari seni dan gairah kreatif yang berkesan nge-pop dan dekat dengan dunia digital pun gaya hidup dan desain. Lukisan-lukisan figuratif, ornamental, abstraktif sampai instalasi-instalasi enigmatik tentang realita hidup di kota yang melelahkan namun menakjubkan seperti Jakarta ini.
Penulis memilih empat seniman untuk ditilik visual serta ide-idenya, serta menafsirkan ulang, apa dan bagaimana karya-karya mereka dituturkan dan mampukah menggugah dan “membasuh” keresahan-keresahan hidup, seperti disebut Picasso di awal tulisan? Yang kebetulan, penulis mendampingi seniman-seniman itu dalam dua serial acara Bincang-Bincang Seni selama perhelatan festival.
Uniknya mereka berempat, seniman-seniman yang akan diulas itu, berusia berjauhan; dan tantangan untuk mempertemukannya dan dirayakan dalam satu topik helatan. Apa sesungguhnya visi estetik dari seniman muda dan harapannya yang diujung akhir belasan tahun atau awal dua puluhan; dan mereka yang senior, gigih memulai karir profesional di usia menjelang atau lebih dari limapuluhan tahun.
Yang Yunior Tak Henti Berharap
Penulis membawa percikan-percikan narasi awal untuk Zeta Ranniry Abidin dan Bintang Tanatimur, dua seniman muda usia yang bercermin bersama penulis ke sejumlah tokoh seni dunia dan lokal untuk memantik semangat perbicangan.
tulis komentar anda