Siswa di Gowa Meninggal karena Depresi PJJ, Ini Kata Psikolog
Selasa, 20 Oktober 2020 - 21:20 WIB
JAKARTA - Seorang siswi sekolah menangah atas (SMA) berinisial MI di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, diduga bunuh diri dengan meminum racun rumput. Berdasarkan keterangan Kasat Reskrim Polres Gowa AKP Jufri Natsir, korban diduga depresi karena banyaknya tugas pembelajaran jarak jauh (PJJ) dari sekolah selama pandemi COVID-19.
Sebelum meninggal, korban berkeluh kesah kepada teman-teman mengenai kesulitan akses internet di rumahnya yang berada di wilayah pegunungan. Kesulitan ini membuat tugas sekolah korban menumpuk.
( )
Terkait kasus tersebut, psikolog Kasandra Putranto mengatakan, tekanan PJJ bisa menjadi pemicu seseorang mengalami depresi. Namun, faktor penyebab pasti seseorang depresi adalah kondisi psikologis korban sebelumnya.
"Saya tidak bisa langsung menyepakati bahwa tindakan bunuh diri korban tersebut adalah dampak langsung dari tekanan PJJ karena tekanan PJJ adalah pemicu. Faktor penyebab pasti tetap kondisi psikologis korban yang sudah ada depresi sebelumnya," kata Kasandra saat dihubungi SINDOnews, Selasa (20/10).
Idealnya PJJ dilakukan secara menyenangkan dan kreatif. Pasalnya, PJJ dapat memberikan tekanan kepada anak sehingga penting bagi orangtua dan guru menyiasati hal ini.
"Harus menyenangkan dan kreatif untuk menjaga anak agar tidak bosan, tidak terkendala jaringan, dan tidak harus melulu di depan komputer," jelas Kasandra.
"Pasti PJJ memberikan tekanan, yang harus disiasati oleh guru dan orangtua. Yang paling penting kondisi psikologis anak," sambungnya.
Sebelumnya Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengapresiasi gerak cepat kepolisian yang mengungkapkan motif korban melakukan bunuh diri. Jika benar karena mengalami PJJ, menurutnya, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh di Kabupaten Gowa.
( )
"KPAI mendorong peran sekolah dalam membantu anak-anak yang mengalami masalah mental atau psikologis akibat pandemi COVID-19 yang sudah mencapai tujuh bulan. Peran wali kelas dan guru bimbingan konseling menjadi sangat strategis dalam membantu anak-anak yang memiliki masalah psikologi, termasuk kesulitan mengikuti PJJ,” papar Retno.
Sebelum meninggal, korban berkeluh kesah kepada teman-teman mengenai kesulitan akses internet di rumahnya yang berada di wilayah pegunungan. Kesulitan ini membuat tugas sekolah korban menumpuk.
( )
Terkait kasus tersebut, psikolog Kasandra Putranto mengatakan, tekanan PJJ bisa menjadi pemicu seseorang mengalami depresi. Namun, faktor penyebab pasti seseorang depresi adalah kondisi psikologis korban sebelumnya.
"Saya tidak bisa langsung menyepakati bahwa tindakan bunuh diri korban tersebut adalah dampak langsung dari tekanan PJJ karena tekanan PJJ adalah pemicu. Faktor penyebab pasti tetap kondisi psikologis korban yang sudah ada depresi sebelumnya," kata Kasandra saat dihubungi SINDOnews, Selasa (20/10).
Idealnya PJJ dilakukan secara menyenangkan dan kreatif. Pasalnya, PJJ dapat memberikan tekanan kepada anak sehingga penting bagi orangtua dan guru menyiasati hal ini.
"Harus menyenangkan dan kreatif untuk menjaga anak agar tidak bosan, tidak terkendala jaringan, dan tidak harus melulu di depan komputer," jelas Kasandra.
"Pasti PJJ memberikan tekanan, yang harus disiasati oleh guru dan orangtua. Yang paling penting kondisi psikologis anak," sambungnya.
Sebelumnya Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengapresiasi gerak cepat kepolisian yang mengungkapkan motif korban melakukan bunuh diri. Jika benar karena mengalami PJJ, menurutnya, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh di Kabupaten Gowa.
( )
"KPAI mendorong peran sekolah dalam membantu anak-anak yang mengalami masalah mental atau psikologis akibat pandemi COVID-19 yang sudah mencapai tujuh bulan. Peran wali kelas dan guru bimbingan konseling menjadi sangat strategis dalam membantu anak-anak yang memiliki masalah psikologi, termasuk kesulitan mengikuti PJJ,” papar Retno.
(tsa)
tulis komentar anda