Hindari Penyakit Risiko Tinggi yang Bisa Mengancam Nyawa

Sabtu, 24 Oktober 2020 - 09:08 WIB
Dokter untuk biopsi ini juga bukan cuma spesialis paru, tetapi dokter onkologi kekhususan kanker sehingga punya keahlian untuk biopsi. Jumlah jaringan yang diambil untuk sampel harus cukup karena akan ada beberapa tingkatan yang harus dilalui. Misal, tingkat seluler lalu lanjut terapi kemudian berhenti di radiasi atau kemoterapi.

Hambatan kedua teknologi itu juga tidak mudah karena masuk ke tingkat gen dari sel tersebut. Karena itu, dibutuhkan keahlian sendiri lagi untuk menentukan pemeriksaan. "Biopsi merupakan tahapan paling penting setelah seseorang dicurigai mengidap kanker. Sebelum masuk pengobatan harus ada tool diagnostic," ungkap Evlina.

Pada tahap ini dibutuhkan kerja sama antara dokter dan pasien karena pembedahan dilakukan dengan posisi yang terkadang tidak nyaman bagi pasien. Untuk mendiagnosis saja sudah dilakukan pelatihan terhadap 40 tenaga ahli patologi yang tersebar di 14 provinsi. Pihaknya juga mencoba untuk menyikapi diagnostik yang tercantum untuk diberikan kepada pasien. ā€¯Supaya nantinya mendapat akses pengobatan atau studi genetik lain bisa diakses," sambung Evlina.

Yayasan Kanker Indonesia (YKI) DKI Jakarta mendata, setiap tahun tiga kanker yang selalu ditemukan terdiagnosis pada pasien baru masih sama dari tahun ke tahun: kanker payudara, kanker paru, dan kanker serviks. Ketiga kanker ini selalu bertambah setiap tahunnya. Parahnya, sampai saat ini 60-70% ditemukan sudah dalam stadium lanjut. Ini yang membuat angka kematian tinggi.

Kanker secara umum memang menjadi hal yang menakutkan karena bisa menyerang siapa saja. Bukan hanya mereka yang memiliki riwayat penyakit ini, namun siapa pun bisa, tergantung gen mereka yang rentan akan sel kanker tertentu atau istilahnya kerentanan genetik. (Lihat videonya: Diterjang Angin Puting Beliung, 109 Rumah Rusak di Bekasi Utara)

Kanker payudara dapat dideteksi kerentanannya, tetapi kanker jenis lain belum bisa dideteksi. Tidak sama semua jenis kanker memiliki kerentanan genetik masing-masing. Setiap orang berisiko terkena kanker, tergantung gaya hidupnya, hanya 5% dari faktor keturunan. "Genetik setiap orang berbeda, jadi nanti gen mana di tubuh yang lemah terhadap risiko. Bagi perokok yang sudah lama tapi tidak terkena kanker memang belum ada teknologi yang dapat menunjukkan gen mana yang menjaga badannya tidak terkena kanker," ujar Evlina. (Ananda Nararya)
(ysw)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More