Benarkah Ayam Broiler Diberi Hormon, Fakta atau Hoax?
Kamis, 05 November 2020 - 09:35 WIB
JAKARTA - Protein hewani merupakan asupan nutrisi penting bagi manusia, karena kandungan asam aminonya yang lengkap. Salah satu sumber makanan dengan kandungan protein hewani tinggi tersebut adalah daging ayam. Harganya juga terjangkau dan mudah dimasak. Masalahnya, banyak masyarakat yang ragu mengonsumsi daging ayam broiler lantaran diberi hormon pertumbuhan.
Diluruskan oleh drh. Denny Lukman, MSi, Ahli Kesehatan Masyarakat Veteriner IPB, pelarangan penggunaan hormon bagi hewan konsumsi termasuk pada ayam broiler ini telah secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. "Ayam broiler tidak pernah diberi hormon, ayam broiler cepat tumbuh karena pola budidaya yang baik dan pemberian pakan yang diatur," jelas drh. Denny dalam Diskusi Virtual JAPFA Daging Ayam Sebagai Sumber Protein Hewani:Fakta dan Hoaks (4/11).
Ia juga membantah hoaks yang menyebutkan kemungkinan menderita keracunan makanan bisa lebih tinggi ketika kita makan daging ayam broiler . Beberapa studi menyatakan bahwa hampir 67% dari ayam broiler mengandung bakteri Escherichia coli. “Kalimat tersebut terlalu berlebihan, bakteri E. coli dapat ditemukan pada semua makanan yang tercemar oleh bakteri E. Coli. Bakteri E. coli adalah bakteri yang hidup secara alami di saluran usus manusia dan hewan,” beber drh. Denny.
Daging dapat tercemar E. Coli lewat isi usus saat proses pemotongan hewan, air, peralatan, tangan, dan lalat. Rachmat Indrajaya, Direktur Corporate Affairs JAPFA mengatakan, JAPFA selama ini telah konsisten menyediakan daging ayam berkualitas baik demi mendukung kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. “Dalam menjaga kualitas produk, JAPFA menerapkan standar ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal), serta sistem keamanan pangan yang sesuai standar nasional dan internasional,” kata Rachmat.
Tapi sebagian masyarakat masih ada yang enggan mengkonsumsi daging ayam khususnya broiler karena ragu terhadap jaminan kesehatan, keamanan, dan kehalalannya. Menjawab hal tersebut, drh. Syamsul Ma’arif, M.Si, Direktur Kesmavet Kementerian Pertanian mengatakan, pemerintah telah menerapkan sertifikasi terhadap produk-produk hewan yang beredar di pasaran untuk menjamin keamanan dari sisi kesehatan dan ketentraman batin konsumen dari sisi kehalalan.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 11 Tahun 2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk Hewan. Beleid ini merupakan pengganti dari Permentan No. 381 Tahun 2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan. Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah nomor registrasi unit usaha produk hewan sebagai bukti telah dipenuhinya persyaratan higienis dan sanitasi.
“Dengan adanya label NKV, maka telah dijamin keamanan produk hewan yang dipasarkan di Indonesia, karena menerapkan sinergi manajemen pemeliharaan peternakan yang baik sampai produk di meja makan (safe from farm to table),” tutup Syamsul.
Diluruskan oleh drh. Denny Lukman, MSi, Ahli Kesehatan Masyarakat Veteriner IPB, pelarangan penggunaan hormon bagi hewan konsumsi termasuk pada ayam broiler ini telah secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. "Ayam broiler tidak pernah diberi hormon, ayam broiler cepat tumbuh karena pola budidaya yang baik dan pemberian pakan yang diatur," jelas drh. Denny dalam Diskusi Virtual JAPFA Daging Ayam Sebagai Sumber Protein Hewani:Fakta dan Hoaks (4/11).
Ia juga membantah hoaks yang menyebutkan kemungkinan menderita keracunan makanan bisa lebih tinggi ketika kita makan daging ayam broiler . Beberapa studi menyatakan bahwa hampir 67% dari ayam broiler mengandung bakteri Escherichia coli. “Kalimat tersebut terlalu berlebihan, bakteri E. coli dapat ditemukan pada semua makanan yang tercemar oleh bakteri E. Coli. Bakteri E. coli adalah bakteri yang hidup secara alami di saluran usus manusia dan hewan,” beber drh. Denny.
Daging dapat tercemar E. Coli lewat isi usus saat proses pemotongan hewan, air, peralatan, tangan, dan lalat. Rachmat Indrajaya, Direktur Corporate Affairs JAPFA mengatakan, JAPFA selama ini telah konsisten menyediakan daging ayam berkualitas baik demi mendukung kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. “Dalam menjaga kualitas produk, JAPFA menerapkan standar ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal), serta sistem keamanan pangan yang sesuai standar nasional dan internasional,” kata Rachmat.
Baca Juga
Tapi sebagian masyarakat masih ada yang enggan mengkonsumsi daging ayam khususnya broiler karena ragu terhadap jaminan kesehatan, keamanan, dan kehalalannya. Menjawab hal tersebut, drh. Syamsul Ma’arif, M.Si, Direktur Kesmavet Kementerian Pertanian mengatakan, pemerintah telah menerapkan sertifikasi terhadap produk-produk hewan yang beredar di pasaran untuk menjamin keamanan dari sisi kesehatan dan ketentraman batin konsumen dari sisi kehalalan.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 11 Tahun 2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk Hewan. Beleid ini merupakan pengganti dari Permentan No. 381 Tahun 2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan. Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah nomor registrasi unit usaha produk hewan sebagai bukti telah dipenuhinya persyaratan higienis dan sanitasi.
“Dengan adanya label NKV, maka telah dijamin keamanan produk hewan yang dipasarkan di Indonesia, karena menerapkan sinergi manajemen pemeliharaan peternakan yang baik sampai produk di meja makan (safe from farm to table),” tutup Syamsul.
(sal)
tulis komentar anda