Pariatmojo, Penyandang Netra yang Berbagi Kebahagiaan Lewat Lukisan
Sabtu, 07 November 2020 - 12:11 WIB
Sejak ke luar dari kampus 1995, ia hijrah ke Jakarta, bekerja sama dengan kawan-kawannya membuka jasa artwork membuat maket, patung, lukisan, disain interior. Pada 1999, ia kembali ke Solo, mengerjakan beberapa project perumahan di beberapa tempat hingga banyak menyita waktunya. Kurangnya istirahat, lupa makan, intens menggunakan obat tetes mata dan mengonsumsi alkohol, membuat Pariatmojo kehilangan penglihatannya. Kejadiannya sangat singkat, di hari Sabtu persisnya 1 Mer 2009, ia merasakan sakit pada mata, diperiksakan ke dokter, dan besoknya penglihatannya sudah tak berfungsi lagi.
Dari sinilah titik balik Pariatmojo, dari dapat melihat dan pekerja aktif, hingga ia betul-betul mengalami kebutaan total. Tidak bisa berbuat apa-apa. Sedikitpun tidak ada cahaya yang dapat ditangkap matanya. Sangat sulit menerima apa yang seketika dideritanya. Perasaan tidak berguna, merasa bersalah, mudah tersinggung, dan masa lalu yang selalu berkelindan dalam pikiran, sangat mengganggu. Membuat jiwanya guncang. Setahun kemudian pada 2010, ia diputuskan oleh tunangannya. (Baca juga: Gelaran ICTM Dorong Pertumbuhan Ekonomi)
Segala sesuatu akan ada apabila ada keberanian dalam memulai atau menemukan sebuah cara penciptaan. Tentu hal ini tidak mudah. Memiliki proses yang cukup lama, banyak kendala dari luar diri dan dari dalam diri. Menentukan apa yang akan dilakukan dan dikerjakan, butuh pengendapan serta ketenangan, sehingga membentuk keyakinan dan percaya diri.
Perlahan, Pariatmojo mulai dapat menyesuaikan keadaan. Pada 2013 mencoba melukis namun sempat berhenti. Baru awal 2017, ia menyadari harus ada sesuatu yang bermanfaat dikerjakannya. Setiap hari ia mulai belajar membuat sketsa di kertas, belajar menulis, mempelajari titik kordinat, memetakan bidang, mengingat warna, belajar lagi bagaimana mencampur warna, cara menggoreskan kuas dan menyebar warna.
Proses awal mula berkarya, mempersiapkan cat, kuas, pensil, kertas dan kanvas dibantu oleh Wawan, teman dekatnya alumni seni rupa ISI Yogyakarta. Wawan juga yang membimbing proses awal Pariatmojo belajar sketsa dan melukis di kertas, dari 2017 hingga 2020. Pada pertengahan 2020, Pariatmojo memulai kembali kiprahnya melukis di kanvas.
Pada praktik melukis, ia menandai dan mengingat warna apa saja yang sudah digoreskan, posisinya serta bentuknya. Menghindari kekeliruan, Pariatmojo memberi tanda pada setiap botol warnanya, mencampur dan mengaduk warna sendiri dengan perkiraan rasa. Berdasar pada pengalaman dan pengetahuan semasa mengikuti kuliah. Mungkin setiap warna yang dicampur tidak sesuai dengan kadar harmoni, namun memenuhi kadar cita rasanya. (Lihat videonya: Pemda DKI Jakarta Berencana Perpanjang PSBB Transisi)
Melukis membuatnya terhibur dan bahagia. Ingatan pengalaman terburuk dikurasnya, dipertontonkannya pada kanvas untuk semua orang. Beban kenangan masa silam kian ringan. Mengurai permasalahan ini pekerjaan yang menuntut kesabaran, ketekunan, telaten dan bimbingan. Selain membutuhkan dukungan moral juga material dari saudara dan kerabatnya.
Di balik peristiwa yang cukup heroik ini, sebuah metode melukis bagi seorang tuna netra sedikit banyak terungkap. Semoga Pariatmojo dapat terus berbagi, memberikan pendidikan atau pelajaran teknik melukis bagi tuna netra. Kini, ia tengah mempersiapkan untuk berpameran tunggal pada Mei 2021 mendatang, di Tirto Kelapa Art Speace, Dusun Glondong, Pakem, Sleman, Yogyakarta.
Yogyakarta, 5 November 2020
Lihat Juga: Ribuan Seniman Internasional Kumpul di Tabanan Bali, Kolaborasi Festival Seni dan Budaya
Dari sinilah titik balik Pariatmojo, dari dapat melihat dan pekerja aktif, hingga ia betul-betul mengalami kebutaan total. Tidak bisa berbuat apa-apa. Sedikitpun tidak ada cahaya yang dapat ditangkap matanya. Sangat sulit menerima apa yang seketika dideritanya. Perasaan tidak berguna, merasa bersalah, mudah tersinggung, dan masa lalu yang selalu berkelindan dalam pikiran, sangat mengganggu. Membuat jiwanya guncang. Setahun kemudian pada 2010, ia diputuskan oleh tunangannya. (Baca juga: Gelaran ICTM Dorong Pertumbuhan Ekonomi)
Segala sesuatu akan ada apabila ada keberanian dalam memulai atau menemukan sebuah cara penciptaan. Tentu hal ini tidak mudah. Memiliki proses yang cukup lama, banyak kendala dari luar diri dan dari dalam diri. Menentukan apa yang akan dilakukan dan dikerjakan, butuh pengendapan serta ketenangan, sehingga membentuk keyakinan dan percaya diri.
Perlahan, Pariatmojo mulai dapat menyesuaikan keadaan. Pada 2013 mencoba melukis namun sempat berhenti. Baru awal 2017, ia menyadari harus ada sesuatu yang bermanfaat dikerjakannya. Setiap hari ia mulai belajar membuat sketsa di kertas, belajar menulis, mempelajari titik kordinat, memetakan bidang, mengingat warna, belajar lagi bagaimana mencampur warna, cara menggoreskan kuas dan menyebar warna.
Proses awal mula berkarya, mempersiapkan cat, kuas, pensil, kertas dan kanvas dibantu oleh Wawan, teman dekatnya alumni seni rupa ISI Yogyakarta. Wawan juga yang membimbing proses awal Pariatmojo belajar sketsa dan melukis di kertas, dari 2017 hingga 2020. Pada pertengahan 2020, Pariatmojo memulai kembali kiprahnya melukis di kanvas.
Pada praktik melukis, ia menandai dan mengingat warna apa saja yang sudah digoreskan, posisinya serta bentuknya. Menghindari kekeliruan, Pariatmojo memberi tanda pada setiap botol warnanya, mencampur dan mengaduk warna sendiri dengan perkiraan rasa. Berdasar pada pengalaman dan pengetahuan semasa mengikuti kuliah. Mungkin setiap warna yang dicampur tidak sesuai dengan kadar harmoni, namun memenuhi kadar cita rasanya. (Lihat videonya: Pemda DKI Jakarta Berencana Perpanjang PSBB Transisi)
Melukis membuatnya terhibur dan bahagia. Ingatan pengalaman terburuk dikurasnya, dipertontonkannya pada kanvas untuk semua orang. Beban kenangan masa silam kian ringan. Mengurai permasalahan ini pekerjaan yang menuntut kesabaran, ketekunan, telaten dan bimbingan. Selain membutuhkan dukungan moral juga material dari saudara dan kerabatnya.
Di balik peristiwa yang cukup heroik ini, sebuah metode melukis bagi seorang tuna netra sedikit banyak terungkap. Semoga Pariatmojo dapat terus berbagi, memberikan pendidikan atau pelajaran teknik melukis bagi tuna netra. Kini, ia tengah mempersiapkan untuk berpameran tunggal pada Mei 2021 mendatang, di Tirto Kelapa Art Speace, Dusun Glondong, Pakem, Sleman, Yogyakarta.
Yogyakarta, 5 November 2020
Lihat Juga: Ribuan Seniman Internasional Kumpul di Tabanan Bali, Kolaborasi Festival Seni dan Budaya
(ysw)
tulis komentar anda