Waspadai Stunting Saat Pandemi Covid-19, Bagaimana Solusinya?
Kamis, 14 Mei 2020 - 16:27 WIB
JAKARTA - Pandemi virus corona atau COVID-19 memberi dampak signifikan pada berbagai sektor. Salah satu yang juga harus menjadi perhatian adalah stunting. Apalagi badan pangan dunia (FAO) turut mengafirmasi tentang resiko krisis pangan, termasuk bahaya stunting di Indonesia.
Tanoto Foundation melalui program Early Childhood Education and Development (ECED) yang berorientasi pada pengasuhan anak usia dini untuk generasi siap sekolah, bekerja sama dengan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) membahas masalah ini lewat “Stunting dalam Situasi Pandemi".
Eddy Henry selaku Head of ECED Tanoto Foundation mengatakan pertumbuhan ekonomi yang terus merosot akan membuat kemiskinan terus bertambah. Menurutnya, kemiskinan dan stunting saling menguatkan sehingga diperlukan intervensi di masa sekarang.
"Kita bisa melakukan dua hal, pertama, upaya nutrition specific berupa meningkatkan kesadaran kesehatan dan gizi bagi remaja, pasangan muda, wanita hamil, menyusui melalui sosial media dan media elektornik, kemudian terus mempromosikan ASI Eksklusif dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), serta mendukung ketersediaan makanan bernutrisi bagi wanita hamil, menyusui dan anak usia dini melalui program bantuan sosial, dan menyediakan layanan darurat bagi ibu dan anak di puskesmas,” kata Eddy.
Selain itu, hal yang bisa dilakukan adalah nutrition sensitive, yakni menyediakan bantuan konseling psikososial bagi orang tua, kemudian memastikan ketersediaan sabun untuk mengoptimalkan program WASH, menyediakan alat permainan edukatif untuk membantu orang tua memberikan simulasi, menyediakan konten-konten bermanfaat untuk orang tua dan anak di media, dan memberdayakan pekerja garis depan seperti kader posyandu dan pendamping sosial PKH.
Sementara, IIng Mursalin selaku Lead Program Manager for Stunting dari Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) yang menegaskan bahwa program penanggulangan stunting harus tetap berjalan dengan berbagai penyesuaian.
“Masa darurat pandemi bisa selesai dalam beberapa bulan, tetapi penanganan pasca pandemi ini bisa berlangsung lama dan terkait langsung dengan pemulihan ekonomi. Semakin lama penanganan, akan semakin besar dampak negatif bagi status gizi anak dan ibu hamil,” ujarnya.
Mengatasi hal ini, PERSAGI yang diwakili oleh dr. Entos Zainal, MPHM meminta kementerian terkait untuk menelurkan kontibusinya dalam menurunkan stunting, yakni Kemenkes sebagai aktor utama intervensi gizi spesifik.
“Sementara kementerian selain Kemenkes dapat mengoptimalkan intervensi gizi sensitif, contohnya Kemendikbud dengan PAUD, parenting dan UKS, KemPU&PR dalam hal air bersih dan sanitasi, Kemperin melalui fortifikasi produk pangan, Kemtan dengan ketahanan pangan, Kemenag lewat bimbingan perkawinan dan tokoh agama, dan lainnya,” bebernya.
Tanoto Foundation melalui program Early Childhood Education and Development (ECED) yang berorientasi pada pengasuhan anak usia dini untuk generasi siap sekolah, bekerja sama dengan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) membahas masalah ini lewat “Stunting dalam Situasi Pandemi".
Eddy Henry selaku Head of ECED Tanoto Foundation mengatakan pertumbuhan ekonomi yang terus merosot akan membuat kemiskinan terus bertambah. Menurutnya, kemiskinan dan stunting saling menguatkan sehingga diperlukan intervensi di masa sekarang.
"Kita bisa melakukan dua hal, pertama, upaya nutrition specific berupa meningkatkan kesadaran kesehatan dan gizi bagi remaja, pasangan muda, wanita hamil, menyusui melalui sosial media dan media elektornik, kemudian terus mempromosikan ASI Eksklusif dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), serta mendukung ketersediaan makanan bernutrisi bagi wanita hamil, menyusui dan anak usia dini melalui program bantuan sosial, dan menyediakan layanan darurat bagi ibu dan anak di puskesmas,” kata Eddy.
Selain itu, hal yang bisa dilakukan adalah nutrition sensitive, yakni menyediakan bantuan konseling psikososial bagi orang tua, kemudian memastikan ketersediaan sabun untuk mengoptimalkan program WASH, menyediakan alat permainan edukatif untuk membantu orang tua memberikan simulasi, menyediakan konten-konten bermanfaat untuk orang tua dan anak di media, dan memberdayakan pekerja garis depan seperti kader posyandu dan pendamping sosial PKH.
Sementara, IIng Mursalin selaku Lead Program Manager for Stunting dari Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) yang menegaskan bahwa program penanggulangan stunting harus tetap berjalan dengan berbagai penyesuaian.
“Masa darurat pandemi bisa selesai dalam beberapa bulan, tetapi penanganan pasca pandemi ini bisa berlangsung lama dan terkait langsung dengan pemulihan ekonomi. Semakin lama penanganan, akan semakin besar dampak negatif bagi status gizi anak dan ibu hamil,” ujarnya.
Mengatasi hal ini, PERSAGI yang diwakili oleh dr. Entos Zainal, MPHM meminta kementerian terkait untuk menelurkan kontibusinya dalam menurunkan stunting, yakni Kemenkes sebagai aktor utama intervensi gizi spesifik.
“Sementara kementerian selain Kemenkes dapat mengoptimalkan intervensi gizi sensitif, contohnya Kemendikbud dengan PAUD, parenting dan UKS, KemPU&PR dalam hal air bersih dan sanitasi, Kemperin melalui fortifikasi produk pangan, Kemtan dengan ketahanan pangan, Kemenag lewat bimbingan perkawinan dan tokoh agama, dan lainnya,” bebernya.
tulis komentar anda