Orang dengan Kondisi Tertentu Tak Bisa Disuntik Vaksin Sinovac, Apa Saja?
Minggu, 17 Januari 2021 - 10:00 WIB
JAKARTA - Vaksin COVID-19 produksi Sinovac tak bisa diberikan kepada semua orang. Ada orang dengan kondisi tertentu yang belum aman untuk diberi vaksin. Sesuai SK Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemkes No 02.02/4/1/2021 tentang petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan COVID-19, sedikitnya ada 14 kondisi tubuh yang tidak bisa diberi vaksin COVID-19 produksi Sinovac.
Mereka adalah orang yang pernah terkonfirmasi positif COVID-19 , ibu hamil dan menyusui, menjalani tetapi jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah, penyakit jantung, autoimun (lulus, sjogre, vasculitis, penyakit ginjal, da reumatik autoimun.
Selain itu orang dengan penyakit saluran pencernaan kronis, penyakit hipertiroid, penyakit kanker, kelainan darah, defisiensi imun, penerima transfusi, gejala ISPA (Batuk, pilek, sesak napas) 7 hari sebelum vaksinasi, diabetes melitus , HIV, dan penyakit paru (asma, tuberkolosis) juga tak boleh divaksin Sinovac.
Dijelaskan oleh dr. Muhammad Fajri Adda’i, sebetulnya bukan kelompok diatas tidak dibolehkan menerima vaksin, akan tetapi kondisinya masih menunggu data lebih lanjut. Mengingat sejauh ini vaksin Sinovac penelitiannya dilakukan pada populasi sehat dengan rentang usia 18-59 tahun yang tidak terkena COVID-19 sebelumnya.
“Jika diberikan di luar kelompok itu, peneliti belum tahu bagaimana efek vaksin ke organ dan efek imunitas yang ditimbulkan. Terlebih untuk orang autoimun, apakah keadaannya jadi tambah berat atau malah bagus kita belum tahu,” beber dokter umum relawan COVID-19 ini. Apalagi bagi penderita HIV dengan CD4 di bawah 200, “Itu masih tanda tanya (apakah vaksin Sinovac bekerja efektif),” imbuh dr. Fajri lagi. CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh HIV.
Sementara itu dr. Fajri juga menyinggung soal anjuran untuk melakukan vaksin flu dan pneumonia sebelum divaksin corona. “Organisasi dunia seperti CDC menyarankan untuk suntik flu dan pneumonia dulu. Kenapa? Karena banyak terjadi dua infeksi sekaligus, jadi (bisa) ada infeksi COVID-19 dan pneumonia juga. Ketika terjadi dua kuman atau virus ini, maka penyakitnya akan lebih berat dan ini sudah terbukti. Jadi kalau sudah divaksin (kalaupun kena) sakitnya jadi lebih ringan, itu sudah evidence based,” papar dr. Fajri.
Ia menyambung, di negara empat musim vaksin flu diwajibkan dan bisa mengurangi angka kematian. “Jadi jika ada kesempatan, silakan vaksin flu atau pneumonia juga,” katanya. Bagi yang menderita demam 7 hari terakhir, menderita ISPA, diare, atau pernah kontak dengan penderita COVID-19 dalam waktu dekat, disarankan untuk menunda vaksin lebih dulu sampai sudah pulih.
Mereka adalah orang yang pernah terkonfirmasi positif COVID-19 , ibu hamil dan menyusui, menjalani tetapi jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah, penyakit jantung, autoimun (lulus, sjogre, vasculitis, penyakit ginjal, da reumatik autoimun.
Selain itu orang dengan penyakit saluran pencernaan kronis, penyakit hipertiroid, penyakit kanker, kelainan darah, defisiensi imun, penerima transfusi, gejala ISPA (Batuk, pilek, sesak napas) 7 hari sebelum vaksinasi, diabetes melitus , HIV, dan penyakit paru (asma, tuberkolosis) juga tak boleh divaksin Sinovac.
Baca Juga
Dijelaskan oleh dr. Muhammad Fajri Adda’i, sebetulnya bukan kelompok diatas tidak dibolehkan menerima vaksin, akan tetapi kondisinya masih menunggu data lebih lanjut. Mengingat sejauh ini vaksin Sinovac penelitiannya dilakukan pada populasi sehat dengan rentang usia 18-59 tahun yang tidak terkena COVID-19 sebelumnya.
“Jika diberikan di luar kelompok itu, peneliti belum tahu bagaimana efek vaksin ke organ dan efek imunitas yang ditimbulkan. Terlebih untuk orang autoimun, apakah keadaannya jadi tambah berat atau malah bagus kita belum tahu,” beber dokter umum relawan COVID-19 ini. Apalagi bagi penderita HIV dengan CD4 di bawah 200, “Itu masih tanda tanya (apakah vaksin Sinovac bekerja efektif),” imbuh dr. Fajri lagi. CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh HIV.
Sementara itu dr. Fajri juga menyinggung soal anjuran untuk melakukan vaksin flu dan pneumonia sebelum divaksin corona. “Organisasi dunia seperti CDC menyarankan untuk suntik flu dan pneumonia dulu. Kenapa? Karena banyak terjadi dua infeksi sekaligus, jadi (bisa) ada infeksi COVID-19 dan pneumonia juga. Ketika terjadi dua kuman atau virus ini, maka penyakitnya akan lebih berat dan ini sudah terbukti. Jadi kalau sudah divaksin (kalaupun kena) sakitnya jadi lebih ringan, itu sudah evidence based,” papar dr. Fajri.
Ia menyambung, di negara empat musim vaksin flu diwajibkan dan bisa mengurangi angka kematian. “Jadi jika ada kesempatan, silakan vaksin flu atau pneumonia juga,” katanya. Bagi yang menderita demam 7 hari terakhir, menderita ISPA, diare, atau pernah kontak dengan penderita COVID-19 dalam waktu dekat, disarankan untuk menunda vaksin lebih dulu sampai sudah pulih.
(wur)
Lihat Juga :
tulis komentar anda