Penyebab Asma Kambuh di Malam Hari, Wajib Diketahui!
Rabu, 08 September 2021 - 15:51 WIB
JAKARTA - Penyebab asma kambuh di malam hari bisa disebabkan oleh banyak faktor perilaku dan lingkungan. Mulai dari olahraga , suhu udara, postur, dan lingkungan tidur, diketahui mempengaruhi keparahan asma .
Para peneliti telah menemukan pengaruh sistem sirkadian sebagai alasan dan bukan tidur atau aktivitas fisik seperti yang diperkirakan selama ini. Sebanyak 75% penderita asma melaporkan mengalami keparahan asma yang memburuk di malam hari.
Dilansir dari Times of India, Rabu (8/9/2021) dalam studi tersebut, tim dari Brigham and Women's Hospital dan Oregon Health and Science University ingin memahami kontribusi sistem sirkadian internal terhadap masalah ini.
Sistem sirkadian terdiri dari alat pacu jantung sentral di otak (nukleus suprachiasmatic) dan "waktu tubuh" di seluruh tubuh yang sangat penting untuk koordinasi fungsi tubuh dan untuk mengantisipasi tuntutan lingkungan serta perilaku keseharian.
"Ini adalah salah satu studi pertama yang secara hati-hati mengisolasi pengaruh sistem sirkadian dari faktor-faktor lain yang bersifat perilaku dan lingkungan, termasuk tidur itu sendiri," kata Frank AJL Scheer, direktur Program Kronobiologi Medis di Divisi Gangguan Tidur dan Sirkadian di Brigham.
Menurut Profesor dan Direktur di Oregon Institute of Occupational Health Sciences, Steven A. Shea, orang dengan asma yang parah secara umum menderita penurunan fungsi paru akibat sistem sirkadiannya buruk di malam hari. Mereka juga memiliki perubahan dalam perilaku tidurnya dan ini mempengaruhi kondisi asma saat kambuh di malam hari.
Studi yang hasilnya dipublikasi di The Proceedings of the National Academy of Sciences tersebut melibatkan 17 peserta dengan asma. Secara khusus peneliti memilih orang dengan asma yang tidak mengonsumsi obat steroid, melainkan menggunakan inhaler bronkodilator setiap kali asmanya kambuh.
Dari 17 peserta tersebut, mereka dicatat bagaimana fungsi parunya dan gejala asma terakhir kali, pun seperti apa penggunaan bronkodilatornya. Semua data dicatat oleh peneliti dalam dua jenis protokol laboratorium yang berbeda.
Dalam protokol rutin konstan, peserta menghabiskan 38 jam terus menerus terjaga atau tidak tidur dan lampu kamar redup. Pola makan sebelum tidur pun diatur yaitu camilan diberikan per 2 jam.
Sedangkan protokol desinkronisasi paksa, peserta ditempatkan pada siklus tidur atau bangun 28 jam berulang selama seminggu dalam kondisi cahaya redup, dengan semua rutinitas dijadwalkan secara merata di seluruh siklus.
Para peneliti telah menemukan pengaruh sistem sirkadian sebagai alasan dan bukan tidur atau aktivitas fisik seperti yang diperkirakan selama ini. Sebanyak 75% penderita asma melaporkan mengalami keparahan asma yang memburuk di malam hari.
Dilansir dari Times of India, Rabu (8/9/2021) dalam studi tersebut, tim dari Brigham and Women's Hospital dan Oregon Health and Science University ingin memahami kontribusi sistem sirkadian internal terhadap masalah ini.
Sistem sirkadian terdiri dari alat pacu jantung sentral di otak (nukleus suprachiasmatic) dan "waktu tubuh" di seluruh tubuh yang sangat penting untuk koordinasi fungsi tubuh dan untuk mengantisipasi tuntutan lingkungan serta perilaku keseharian.
"Ini adalah salah satu studi pertama yang secara hati-hati mengisolasi pengaruh sistem sirkadian dari faktor-faktor lain yang bersifat perilaku dan lingkungan, termasuk tidur itu sendiri," kata Frank AJL Scheer, direktur Program Kronobiologi Medis di Divisi Gangguan Tidur dan Sirkadian di Brigham.
Menurut Profesor dan Direktur di Oregon Institute of Occupational Health Sciences, Steven A. Shea, orang dengan asma yang parah secara umum menderita penurunan fungsi paru akibat sistem sirkadiannya buruk di malam hari. Mereka juga memiliki perubahan dalam perilaku tidurnya dan ini mempengaruhi kondisi asma saat kambuh di malam hari.
Studi yang hasilnya dipublikasi di The Proceedings of the National Academy of Sciences tersebut melibatkan 17 peserta dengan asma. Secara khusus peneliti memilih orang dengan asma yang tidak mengonsumsi obat steroid, melainkan menggunakan inhaler bronkodilator setiap kali asmanya kambuh.
Dari 17 peserta tersebut, mereka dicatat bagaimana fungsi parunya dan gejala asma terakhir kali, pun seperti apa penggunaan bronkodilatornya. Semua data dicatat oleh peneliti dalam dua jenis protokol laboratorium yang berbeda.
Dalam protokol rutin konstan, peserta menghabiskan 38 jam terus menerus terjaga atau tidak tidur dan lampu kamar redup. Pola makan sebelum tidur pun diatur yaitu camilan diberikan per 2 jam.
Sedangkan protokol desinkronisasi paksa, peserta ditempatkan pada siklus tidur atau bangun 28 jam berulang selama seminggu dalam kondisi cahaya redup, dengan semua rutinitas dijadwalkan secara merata di seluruh siklus.
(dra)
Lihat Juga :
tulis komentar anda