Fitofarmaka Makin Populer, Kemenkes Dorong Penelitian dan Pengembangan Obat Herbal
Selasa, 06 September 2022 - 15:14 WIB
JAKARTA - Banyak dari masyarakat Indonesia yang kurang begitu yakin dengan obat kimia. Di sisi lain, pemanfaatan obat herbal atau fitofarmaka di Indonesia juga masih belum begitu besar.
Hal tersebut terlihat dari data Kementerian Kesehatan yang menunjukkan bahwa hanya 1,2 hingga 3 persen dokter di Indonesia yang meresepkan fitofarmaka di rumah sakit. Sementara, bahan herbal terhampar luas di Tanah Air.
Bahkan, menurut Dirjen Farmalkes Kemenkes, Lucia Rizka Andalusia, obat herbal menjadi fokus para peneliti dan industri di dunia, termasuk negara-negara G20 saat ini. Ya, sekarang semakin banyak negara yang mengakui peran jamu atau obat herbal dalam sistem kesehatan nasional mereka.
"China misalnya, penggunaan obat herbal di sana sudah mapan untuk tujuan kesehatan. Lalu Jepang, 50-70% jamu telah diresepkan di rumah sakit," ujar Lucia dalam Webinar T20: Green Pharmacy's Role in Supporting Global Health Architecture secara virtual, Selasa (6/9/2022).
Selain itu, Kantor Regional Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk Amerika (AMOR/PAHO) melaporkan bahwa 71 persen penduduk Chili dan 40 persen penduduk Kolombia menggunakan obat tradisional. Bahkan, di negara maju pun obat herbal semakin populer sekarang.
"Misalnya di Prancis, penggunaan jamu oleh penduduk di sana mencapai 49%, Kanada 70%, Inggris 40%, dan Amerika Serikat 42%," beber Lucia.
Sudah masifnya penggunaan obat tradisional di negara-negara tersebut perlu dipelajari oleh bangsa Indonesia. Sekalipun, masih banyak hambatan yang perlu dilalui untuk bisa memaksimalkan fitofarmaka di Indonesia.
Lucia menjelaskan, di Indonesia hambatan yang masih mengganjal dalam pemanfaatan fitofarmaka adalah kurangnya penelitian karena kesulitan dukungan keuangan untuk penelitian obat herbal tersebut.
Hal tersebut terlihat dari data Kementerian Kesehatan yang menunjukkan bahwa hanya 1,2 hingga 3 persen dokter di Indonesia yang meresepkan fitofarmaka di rumah sakit. Sementara, bahan herbal terhampar luas di Tanah Air.
Bahkan, menurut Dirjen Farmalkes Kemenkes, Lucia Rizka Andalusia, obat herbal menjadi fokus para peneliti dan industri di dunia, termasuk negara-negara G20 saat ini. Ya, sekarang semakin banyak negara yang mengakui peran jamu atau obat herbal dalam sistem kesehatan nasional mereka.
"China misalnya, penggunaan obat herbal di sana sudah mapan untuk tujuan kesehatan. Lalu Jepang, 50-70% jamu telah diresepkan di rumah sakit," ujar Lucia dalam Webinar T20: Green Pharmacy's Role in Supporting Global Health Architecture secara virtual, Selasa (6/9/2022).
Selain itu, Kantor Regional Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk Amerika (AMOR/PAHO) melaporkan bahwa 71 persen penduduk Chili dan 40 persen penduduk Kolombia menggunakan obat tradisional. Bahkan, di negara maju pun obat herbal semakin populer sekarang.
"Misalnya di Prancis, penggunaan jamu oleh penduduk di sana mencapai 49%, Kanada 70%, Inggris 40%, dan Amerika Serikat 42%," beber Lucia.
Sudah masifnya penggunaan obat tradisional di negara-negara tersebut perlu dipelajari oleh bangsa Indonesia. Sekalipun, masih banyak hambatan yang perlu dilalui untuk bisa memaksimalkan fitofarmaka di Indonesia.
Lucia menjelaskan, di Indonesia hambatan yang masih mengganjal dalam pemanfaatan fitofarmaka adalah kurangnya penelitian karena kesulitan dukungan keuangan untuk penelitian obat herbal tersebut.
tulis komentar anda