Metode Wolbachia Tuai Pro Kontra Atasi Kasus DBD, Hidup dalam Tubuh Nyamuk Aedes Aegypti
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah baru-baru ini resmi membatalkan pelepasan jutaan nyamuk wolbachia di beberapa kota untuk menanggulangi kasus demam berdarah. Pasalnya, metode wolbachia ini masih menuai pro dan kontra dari berbagai pihak.
Metode Wolbachia sendiri sempat diuji coba di Yogyakarta pada 2016, namun efektivitas metode ini untuk penanggulangan deman berdarah masih dipertanyakan.
Lantas, bagaimana dan seberapa efektif sebenernya metode wolbachia ini dalam membasmi nyamuk demam berdarah? Berikut ulasannya, dilansir dari data Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gajah Mada (UGM), Jumat, (17/11/2023).
Wolbachia pada dasarnya merupakan bakteri alami di serangga dan sekitar 6 dari 10 jenis serangga di dunia termasuk kupu-kupu, lalat buah dan lebah. Bakteri ini juga termasuk endosimbion obligat, yang hanya bisa hidup di dalam sel organisme hidup lain.
Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue.
Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri, dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus tidak dapat berkembang biak.
Ketika nyamuk jantan ber-wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa wolbachia maka telurnya tidak akan menetas.
Namun, jika nyamuk betina ber-wolbachia kawin dengan jantan tidak ber-wolbachia, seluruh telurnya akan menetas.
Sementara, jika nyamuk betina ber-wolbachia kawin dengan nyamuk jantan ber-wolbachia maka keturunannya semua akan menetas dan mengandung wolbachia.
Dua metode pelepasan wolbachia:
Metode pertama bertujuan untuk mengurangi populasi nyamuk aegypti, dengan melepas nyamuk ber-Wolbachia jantan saja dalam kurun waktu tertentu sehingga telur-telur yang dihasilkan tidak menetas dan memberikan dampak berupa penurunan populasi seperti di Singapura. Pasca pelepasan dihentikan, dalam beberapa waktu populasi nyamuk akan kembali lagi sehingga diperlukan pelepasan nyamuk ulang secara periodik.
Metode kedua bertujuan untuk menyebarkan wolbachia di populasi nyamuk aegypti dengan cara melepaskan nyamuk ber-Wolbachia jantan dan betina dalam waktu sekitar 6 bulan agar sebagian besar nyamuk di populasi memiliki Wolbachia dan diharapkan dapat menurunkan penularan virus dengue seperti di Yogyakarta.
Di Indonesia, metode pelepasan nyamuk wolbachia ini diinisiasi oleh Kemenristekdikti dan Balitbangkes Kemenkes pada 2016 dengan membentuk 20 orang anggota tim independen dari berbagai kepakaran.
Kesimpulan penilaian risiko pelepasan Wolbachia di Yogyakarta adalah pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia masuk pada risiko sangat rendah, di mana dalam 30 tahun ke depan peluang peningkatan bahaya dapat diabaikan.
Wolbachia tidak menginfeksi manusia, tidak terjadi transmisi horizontal terhadap spesies lain dan tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotic.
Hasilnya, peningkatan jumlah nyamuk Aedes aegypti di area pelepasan hanya terjadi pada saat periode pelepasan. Dengan kata lain, tidak ada perbedaan jumlah nyamuk Aedes aegypti sebelum dan setelah Wolbachia dilepaskan.
Metode Wolbachia sendiri sempat diuji coba di Yogyakarta pada 2016, namun efektivitas metode ini untuk penanggulangan deman berdarah masih dipertanyakan.
Lantas, bagaimana dan seberapa efektif sebenernya metode wolbachia ini dalam membasmi nyamuk demam berdarah? Berikut ulasannya, dilansir dari data Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gajah Mada (UGM), Jumat, (17/11/2023).
Wolbachia pada dasarnya merupakan bakteri alami di serangga dan sekitar 6 dari 10 jenis serangga di dunia termasuk kupu-kupu, lalat buah dan lebah. Bakteri ini juga termasuk endosimbion obligat, yang hanya bisa hidup di dalam sel organisme hidup lain.
Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue.
Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri, dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus tidak dapat berkembang biak.
Ketika nyamuk jantan ber-wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa wolbachia maka telurnya tidak akan menetas.
Namun, jika nyamuk betina ber-wolbachia kawin dengan jantan tidak ber-wolbachia, seluruh telurnya akan menetas.
Sementara, jika nyamuk betina ber-wolbachia kawin dengan nyamuk jantan ber-wolbachia maka keturunannya semua akan menetas dan mengandung wolbachia.
Dua metode pelepasan wolbachia:
Metode pertama bertujuan untuk mengurangi populasi nyamuk aegypti, dengan melepas nyamuk ber-Wolbachia jantan saja dalam kurun waktu tertentu sehingga telur-telur yang dihasilkan tidak menetas dan memberikan dampak berupa penurunan populasi seperti di Singapura. Pasca pelepasan dihentikan, dalam beberapa waktu populasi nyamuk akan kembali lagi sehingga diperlukan pelepasan nyamuk ulang secara periodik.
Metode kedua bertujuan untuk menyebarkan wolbachia di populasi nyamuk aegypti dengan cara melepaskan nyamuk ber-Wolbachia jantan dan betina dalam waktu sekitar 6 bulan agar sebagian besar nyamuk di populasi memiliki Wolbachia dan diharapkan dapat menurunkan penularan virus dengue seperti di Yogyakarta.
Di Indonesia, metode pelepasan nyamuk wolbachia ini diinisiasi oleh Kemenristekdikti dan Balitbangkes Kemenkes pada 2016 dengan membentuk 20 orang anggota tim independen dari berbagai kepakaran.
Kesimpulan penilaian risiko pelepasan Wolbachia di Yogyakarta adalah pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia masuk pada risiko sangat rendah, di mana dalam 30 tahun ke depan peluang peningkatan bahaya dapat diabaikan.
Wolbachia tidak menginfeksi manusia, tidak terjadi transmisi horizontal terhadap spesies lain dan tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotic.
Hasilnya, peningkatan jumlah nyamuk Aedes aegypti di area pelepasan hanya terjadi pada saat periode pelepasan. Dengan kata lain, tidak ada perbedaan jumlah nyamuk Aedes aegypti sebelum dan setelah Wolbachia dilepaskan.
(tdy)