GorryWell Bantu Perusahaan Optimalkan Employee Wellness dengan Teknologi Kesehatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menuju Indonesia Emas 2045, optimisasi produktivitas dan kualitas sumber daya manusia menjadi pilar strategis dalam pencapaiannya. Usia senior tidak lepas dari tren di mana produktivitas dan kesehatan seseorang menurun.
Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, terjadi peningkatan penyakit jantung dan diabetes pada umur 45 hingga 54 tahun sebesar 400 persen. Hal tersebut mendorong menurunnya produktivitas karyawan yang bisa berdampak pada kinerja perusahaan. Ditambah lagi adanya aturan dalam UU 6/2023 serta PP 45/2015, di mana usia pensiun pada 2023 hingga 2025 menjadi 59 tahun hingga seterusnya maksimal 65 tahun.
Menurut William Susilo Yunior, Chairman dan Co-Founder GorryWell, sebuah perusahaan teknologi kesehatan (health-tech) asli Indonesia yang berfokus pada employee wellness, assistance, dan safety management programs, produktivitas seseorang seharusnya tetap pada titik optimal meskipun usia bertambah. Namun kesadaraan masyarakat dalam menjaga pola hidup sehat ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan bertambahnya usia.
“Tentu ini bisa membawa dampak material bagi perusahaan, di mana perusahaan harus menaati regulasi pemerintah mengenai naiknya batas usia pensiun, tapi di sisi lain perlu menjaga sekaligus mengoptimalkan produktivitas karyawan, termasuk karyawan senior,” tuturnya di Jakarta belum lama ini.
Selain itu, tambah William, karyawan muda pun rentan terhadap penurunan produktivitas akibat risiko penyakit kronis seperti obesitas dan pre-diabetes, depresi, gerd atau gangguan lambung, tekanan darah tinggi, hingga penyakit akibat kebiasaan merokok.
Berdasarkan riset Universitas Harvard, biaya produktivitas akibat risiko penyakit kronis mencapai 2.3 kali lebih tinggi bagi perusahaan dibandingkan biaya berobat.
“Tentu karyawan yang memiliki hambatan produktivitas membutuhkan perhatian dari manajemen perusahaan, khususnya dalam hal pencegahan penyakit kronis, penanggulangan mental health, manajemen kelelahan, hingga wellness sustainability bagi karyawan, keluarga, dan komunitasnya,” kata William.
Menurutnya, praktik corporate wellness bersifat fundamental dalam mempertahankan kinerja secara optimal dari tahun ke tahun. Karena itulah dibutuhkan metode mempertahankan kesehatan secara holistik dan berkesinambungan, yang menyangkut kesehatan fisik maupun psikologis.
Co-Founder dan CEO GorryWell Herry Budiman menambahkan, beberapa perusahaan hanya mengadakan wellness program bagi karyawan secara acak dan tidak terukur maupun terstruktur. Umumnya hanya fokus pada medical check-up, olahraga rutin, konsultasi gizi, dan konsultasi psikolog. Itu pun hanya karyawan tertentu.
“Menurut kami, employee wellness program yang efektif adalah program yang holistik dengan berorientasi pada personalisasi tujuan masing-masing orang, dan akan lebih efektif bila diadakan serempak,” ujarnya.
Teknologi GorryWell membantu dokter okupansi dan Tim K3 perusahaan dalam mengidentifikasi isu kesehatan pekerja dan memeratakan akses terhadap panduan sehat yang menyeluruh.
GorryWell memiliki framework yang dinamakan Employee Wellness Maturity Stage yang menerjemahkan rancangan sekaligus implementasi program yang sesuai. Hasil penerapan ini bergantung pada tujuan pencapaian masing-masing perusahaan, seperti penurunan BMI (body mass index) dan stres, peningkatan produktivitas, penurunan kasus fatigue level, mencegah insiden hingga penurunan jumlah medical claim asuransi.
Berdasarkan data yang dirilis Asian Bank Development, budaya employee wellness bisa menurunkan tingkat kecelakaan kerja hingga 70 persen, meningkatkan profit 21 persen, kepuasan pelanggan 10 persen, menurunkan tingkat absensi karyawan hingga 41 persen, serta menurunkan pergantian karyawan 24 persen.
GorryWell merupakan mitra resmi Kementerian Kesehatan RI. GorryWell telah membantu perusahaan dalam merancang dan menerapkan employee wellness, assistance dan safety management program di beragam industri. Selain itu, GorryWell juga telah mendapatkan sertifikat Halal, ISO, dan HACCP untuk layanan catering sehat, yaitu Gorry Gourmet.
Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, terjadi peningkatan penyakit jantung dan diabetes pada umur 45 hingga 54 tahun sebesar 400 persen. Hal tersebut mendorong menurunnya produktivitas karyawan yang bisa berdampak pada kinerja perusahaan. Ditambah lagi adanya aturan dalam UU 6/2023 serta PP 45/2015, di mana usia pensiun pada 2023 hingga 2025 menjadi 59 tahun hingga seterusnya maksimal 65 tahun.
Menurut William Susilo Yunior, Chairman dan Co-Founder GorryWell, sebuah perusahaan teknologi kesehatan (health-tech) asli Indonesia yang berfokus pada employee wellness, assistance, dan safety management programs, produktivitas seseorang seharusnya tetap pada titik optimal meskipun usia bertambah. Namun kesadaraan masyarakat dalam menjaga pola hidup sehat ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan bertambahnya usia.
“Tentu ini bisa membawa dampak material bagi perusahaan, di mana perusahaan harus menaati regulasi pemerintah mengenai naiknya batas usia pensiun, tapi di sisi lain perlu menjaga sekaligus mengoptimalkan produktivitas karyawan, termasuk karyawan senior,” tuturnya di Jakarta belum lama ini.
Selain itu, tambah William, karyawan muda pun rentan terhadap penurunan produktivitas akibat risiko penyakit kronis seperti obesitas dan pre-diabetes, depresi, gerd atau gangguan lambung, tekanan darah tinggi, hingga penyakit akibat kebiasaan merokok.
Berdasarkan riset Universitas Harvard, biaya produktivitas akibat risiko penyakit kronis mencapai 2.3 kali lebih tinggi bagi perusahaan dibandingkan biaya berobat.
“Tentu karyawan yang memiliki hambatan produktivitas membutuhkan perhatian dari manajemen perusahaan, khususnya dalam hal pencegahan penyakit kronis, penanggulangan mental health, manajemen kelelahan, hingga wellness sustainability bagi karyawan, keluarga, dan komunitasnya,” kata William.
Menurutnya, praktik corporate wellness bersifat fundamental dalam mempertahankan kinerja secara optimal dari tahun ke tahun. Karena itulah dibutuhkan metode mempertahankan kesehatan secara holistik dan berkesinambungan, yang menyangkut kesehatan fisik maupun psikologis.
Co-Founder dan CEO GorryWell Herry Budiman menambahkan, beberapa perusahaan hanya mengadakan wellness program bagi karyawan secara acak dan tidak terukur maupun terstruktur. Umumnya hanya fokus pada medical check-up, olahraga rutin, konsultasi gizi, dan konsultasi psikolog. Itu pun hanya karyawan tertentu.
“Menurut kami, employee wellness program yang efektif adalah program yang holistik dengan berorientasi pada personalisasi tujuan masing-masing orang, dan akan lebih efektif bila diadakan serempak,” ujarnya.
Teknologi GorryWell membantu dokter okupansi dan Tim K3 perusahaan dalam mengidentifikasi isu kesehatan pekerja dan memeratakan akses terhadap panduan sehat yang menyeluruh.
GorryWell memiliki framework yang dinamakan Employee Wellness Maturity Stage yang menerjemahkan rancangan sekaligus implementasi program yang sesuai. Hasil penerapan ini bergantung pada tujuan pencapaian masing-masing perusahaan, seperti penurunan BMI (body mass index) dan stres, peningkatan produktivitas, penurunan kasus fatigue level, mencegah insiden hingga penurunan jumlah medical claim asuransi.
Berdasarkan data yang dirilis Asian Bank Development, budaya employee wellness bisa menurunkan tingkat kecelakaan kerja hingga 70 persen, meningkatkan profit 21 persen, kepuasan pelanggan 10 persen, menurunkan tingkat absensi karyawan hingga 41 persen, serta menurunkan pergantian karyawan 24 persen.
GorryWell merupakan mitra resmi Kementerian Kesehatan RI. GorryWell telah membantu perusahaan dalam merancang dan menerapkan employee wellness, assistance dan safety management program di beragam industri. Selain itu, GorryWell juga telah mendapatkan sertifikat Halal, ISO, dan HACCP untuk layanan catering sehat, yaitu Gorry Gourmet.
(tsa)