Gen Z Rentan Alami Serangan Gatal pada Kulit Akibat Cuaca dan Polusi Ekstrem, Jangan Anggap Sepele!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gen Z merupakan kelompok usia yang rentan terkena serangan gatal. Pasalnya, Gen Z memiliki mobilisasi tinggi di tengah kondisi cuaca dan polusi ekstrem. Namun sayang, hal itu kerap diabaikan karena dianggap wajar. Padahal serangan gatal bisa menjadi pertanda penyakit lain, salah satunya penyakit kulit yang lebih parah.
Saat ini polusi udara di Indonesia, khususnya di Jakarta dan kota besar lain, menjadi masalah yang serius. Gatal dan iritasi pada kulit merupakan salah satu masalah kesehatan yang mulai banyak ditemukan akibat polusi yang meningkat. Kondisi tersebut, selain menurunkan kualitas hidup manusia, bisa juga berkembang menjadi tanda timbulnya penyakit kulit lain seperti eksim dan dermatitis atopik.
Spesialis Dermatologi dan Venereologi Klinik Pramudia dr. Amelia Soebyanto, Sp.DV menerangkan, kulit gatal merupakan sensasi tidak nyaman pada kulit yang dirasakan oleh seseorang dan menimbulkan keinginan untuk menggaruk. Hal ini akan berdampak negatif secara psikologi dan kehidupan seseorang.
"Gatal bisa dikatakan sebagai keluhan kulit terbanyak pada praktik dokter spesialis kulit dan kelamin. Apalagi kondisi cuaca dan polusi ekstrem saat ini, karena polusi secara langsung dapat merusak fungsi barier kulit yang berpengaruh terhadap kekambuhan beberapa penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya, seperti eksim atopik,” papar dr Amelia di Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Eksim atopik, jelas dr Amelia, merupakan kelainan kulit di mana terdapat gangguan pada barier kulit dan diperparah dengan sensitivitas respons imun yang lebih tinggi terhadap bahan iritan. Faktor yang memperberat gejala eksim atopik yaitu adanya perubahan suhu, kelembaban, dan paparan sinar.
“Selain eksim atopik yang juga ditandai dengan gatal, beberapa kelainan kulit yang bisa timbul dari cuaca dan polusi adalah jerawat, psoriasis, dan kelainan pigmentasi kulit seperti flek wajah maupun di tangan. Lebih bahaya lagi, polusi juga bisa meningkatnya risiko kanker kulit,” kata dr. Amelia.
Faktor cuaca dan polusi jelas dapat mengakibatkan kulit gatal. Secara patogenesis kulit bisa dijelaskan seperti berikut ini.
Kulit yang merupakan organ terluas dan terluar dari tubuh adalah penghubung terbesar ke dunia luar kulit. Polusi dapat masuk ke kulit melalui penumpukan partikel polusi di permukaan kulit, dan diserap oleh folikel rambut dan kelenjar keringat. Beberapa di antaranya akan bersirkulasi dalam plasma yang kemudian masuk ke lapisan kulit yang lebih dalam.
"Polusi yang masuk ini kemudian menghasilkan radikal bebas yang akan menurunkan kemampuan antioksidan kulit baik secara enzimatik maupun non-enzimatik. Barier kulit yang rusak ini bakal menyebabkan hilangnya air dalam jumlah banyak pada kulit. Kulit akan relatif lebih kering serta mudah mengalami peradangan dan menimbulkan keluhan gatal,” beber dr. Amelia.
Klinik spesialis kulit dankelamin Pramudia bersama tim pakarnya gelar edukasi tentang waspada serangan gatal. Foto/Istimewa
Maka, hal yang penting diperhatikan adalah pencegahan terhadap kulit gatal.
“Kerusakan kulit seperti gatal ini dapat dicegah dengan melakukan perawatan rutin pada kulit, di antaranya dengan rutin membersihkan kulit minimal 2 kali sehari menggunakan sabun yang lembut, memakai moisturizer dan tabir surya, serta jika perlu mengonsumsi suplemen yang sesuai dengan jenis dan tipe kulit penderita," terang dr Amelia.
"Minum air putih akan membantu memberikan kelembaban terhadap kulit yang kering. Selain itu, mengurangi paparan polusi dengan mengurangi aktivitas di luar rumah dan menggunakan masker juga tidak kalah penting,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, dr. Eko Prakoso Wibowo, Sp.DV, Spesialis Dermatologi Venereologi Klinik Pramudia, menjelaskan beberapa hal yang menjadi faktor seringnya Gen Z mendapatkan serangan gatal.
Pertama, karena di usia produktif Gen Z cenderung lebih aktif melakukan kegiatan outdoor, sehingga terpapar matahari dan polusi. Kedua, gaya hidup yang kurang sehat seperti makan makanan cepat saji dan minuman manis. Ketiga, berkaitan dengan stres.
"Biasanya stres menjalani kehidupan sehari-hari, baik sekolah maupun pekerjaan, bisa juga mempengaruhi waktu istirahat atau waktu tidur sehingga bisa memicu banyak permasalahan kulit yang diawali dengan gatal,” jelas dr. Eko.
Gejala gatal, kata dr Eko, sering kali dicetuskan dan bertambah parah oleh kondisi tertentu. Contohnya cuaca panas dapat meningkatkan aktivitas kelenjar minyak sehingga menyebabkan kambuhnya eksim tipe seboroik. Iritasi debu serta stres berlebih dapat menyebabkan dermatitis atopik, juga beberapa jenis eksim lain seperti dermatitis kontak alergi dan neurodermatitis.
Penyakit lain yang erat hubungannya dengan iklim yaitu infeksi jamur. Prevalensi infeksi jamur di Indonesia masih sangat tinggi karena berhubungan dengan iklim tropis dan kelembaban tinggi. Terutama pada kelompok dewasa muda dan jenis kelamin laki-laki. Aktivitas fisik yang tinggi serta keringat berlebih menyebabkan kulit lembab sehingga memundahkan pertumbuhan jamur.
“Terkait infeksi jamur ini, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Misalnya memastikan pakaian dalam keadaan kering dan bersih, menghindari pakaian yang terlalu ketat, dan pilihlah pakaian dengan bahan yang mudah menyerap keringat,” kata dr Eko.
Saat ini polusi udara di Indonesia, khususnya di Jakarta dan kota besar lain, menjadi masalah yang serius. Gatal dan iritasi pada kulit merupakan salah satu masalah kesehatan yang mulai banyak ditemukan akibat polusi yang meningkat. Kondisi tersebut, selain menurunkan kualitas hidup manusia, bisa juga berkembang menjadi tanda timbulnya penyakit kulit lain seperti eksim dan dermatitis atopik.
Spesialis Dermatologi dan Venereologi Klinik Pramudia dr. Amelia Soebyanto, Sp.DV menerangkan, kulit gatal merupakan sensasi tidak nyaman pada kulit yang dirasakan oleh seseorang dan menimbulkan keinginan untuk menggaruk. Hal ini akan berdampak negatif secara psikologi dan kehidupan seseorang.
"Gatal bisa dikatakan sebagai keluhan kulit terbanyak pada praktik dokter spesialis kulit dan kelamin. Apalagi kondisi cuaca dan polusi ekstrem saat ini, karena polusi secara langsung dapat merusak fungsi barier kulit yang berpengaruh terhadap kekambuhan beberapa penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya, seperti eksim atopik,” papar dr Amelia di Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Eksim atopik, jelas dr Amelia, merupakan kelainan kulit di mana terdapat gangguan pada barier kulit dan diperparah dengan sensitivitas respons imun yang lebih tinggi terhadap bahan iritan. Faktor yang memperberat gejala eksim atopik yaitu adanya perubahan suhu, kelembaban, dan paparan sinar.
“Selain eksim atopik yang juga ditandai dengan gatal, beberapa kelainan kulit yang bisa timbul dari cuaca dan polusi adalah jerawat, psoriasis, dan kelainan pigmentasi kulit seperti flek wajah maupun di tangan. Lebih bahaya lagi, polusi juga bisa meningkatnya risiko kanker kulit,” kata dr. Amelia.
Faktor cuaca dan polusi jelas dapat mengakibatkan kulit gatal. Secara patogenesis kulit bisa dijelaskan seperti berikut ini.
Kulit yang merupakan organ terluas dan terluar dari tubuh adalah penghubung terbesar ke dunia luar kulit. Polusi dapat masuk ke kulit melalui penumpukan partikel polusi di permukaan kulit, dan diserap oleh folikel rambut dan kelenjar keringat. Beberapa di antaranya akan bersirkulasi dalam plasma yang kemudian masuk ke lapisan kulit yang lebih dalam.
"Polusi yang masuk ini kemudian menghasilkan radikal bebas yang akan menurunkan kemampuan antioksidan kulit baik secara enzimatik maupun non-enzimatik. Barier kulit yang rusak ini bakal menyebabkan hilangnya air dalam jumlah banyak pada kulit. Kulit akan relatif lebih kering serta mudah mengalami peradangan dan menimbulkan keluhan gatal,” beber dr. Amelia.
Klinik spesialis kulit dankelamin Pramudia bersama tim pakarnya gelar edukasi tentang waspada serangan gatal. Foto/Istimewa
Maka, hal yang penting diperhatikan adalah pencegahan terhadap kulit gatal.
“Kerusakan kulit seperti gatal ini dapat dicegah dengan melakukan perawatan rutin pada kulit, di antaranya dengan rutin membersihkan kulit minimal 2 kali sehari menggunakan sabun yang lembut, memakai moisturizer dan tabir surya, serta jika perlu mengonsumsi suplemen yang sesuai dengan jenis dan tipe kulit penderita," terang dr Amelia.
"Minum air putih akan membantu memberikan kelembaban terhadap kulit yang kering. Selain itu, mengurangi paparan polusi dengan mengurangi aktivitas di luar rumah dan menggunakan masker juga tidak kalah penting,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, dr. Eko Prakoso Wibowo, Sp.DV, Spesialis Dermatologi Venereologi Klinik Pramudia, menjelaskan beberapa hal yang menjadi faktor seringnya Gen Z mendapatkan serangan gatal.
Pertama, karena di usia produktif Gen Z cenderung lebih aktif melakukan kegiatan outdoor, sehingga terpapar matahari dan polusi. Kedua, gaya hidup yang kurang sehat seperti makan makanan cepat saji dan minuman manis. Ketiga, berkaitan dengan stres.
"Biasanya stres menjalani kehidupan sehari-hari, baik sekolah maupun pekerjaan, bisa juga mempengaruhi waktu istirahat atau waktu tidur sehingga bisa memicu banyak permasalahan kulit yang diawali dengan gatal,” jelas dr. Eko.
Gejala gatal, kata dr Eko, sering kali dicetuskan dan bertambah parah oleh kondisi tertentu. Contohnya cuaca panas dapat meningkatkan aktivitas kelenjar minyak sehingga menyebabkan kambuhnya eksim tipe seboroik. Iritasi debu serta stres berlebih dapat menyebabkan dermatitis atopik, juga beberapa jenis eksim lain seperti dermatitis kontak alergi dan neurodermatitis.
Penyakit lain yang erat hubungannya dengan iklim yaitu infeksi jamur. Prevalensi infeksi jamur di Indonesia masih sangat tinggi karena berhubungan dengan iklim tropis dan kelembaban tinggi. Terutama pada kelompok dewasa muda dan jenis kelamin laki-laki. Aktivitas fisik yang tinggi serta keringat berlebih menyebabkan kulit lembab sehingga memundahkan pertumbuhan jamur.
“Terkait infeksi jamur ini, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Misalnya memastikan pakaian dalam keadaan kering dan bersih, menghindari pakaian yang terlalu ketat, dan pilihlah pakaian dengan bahan yang mudah menyerap keringat,” kata dr Eko.
(tsa)