Sejarah Tiwul, Makanan Khas Gunungkidul yang Telah Resmi Terima Sertifikat HaKI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tiwul menjadi salah satu kuliner Indonesia yang telah resmi menerima sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
Makanan khas dari Gunungkidul, Yogyakarta, ini resmi mendapatkan pengakuan HaKI menyusul sejumlah tradisi di wilayah tersebut yang turut didaftarkan HaKI-nya.
Melansir berbagai sumber, berikut sejarah Thiwul, salah satu kuliner khas Gunungkidul.
Dulu, tiwul merupakan makanan pokok masyarakat Gunungkidul. Pasalnya, Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah yang gersang karena sulit pengairan.
Tiwul diyakini sudah ada sejak zaman penjajahan, terlebih pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Hal tersebut diperkuat dengan kondisi ketika itu, di mana sumber makanan seperti beras banyak diambil oleh Jepang yang kemudian memaksa penduduk asli untuk mencari alternatif lain.
Maka, dipilihlah singkong sebagai alternatif makanan pokok saat itu. Meskipun demikian, thiwul pada masa lalu memiliki perbedaan dengan sajian tiwul di masa sekarang.
Pada masa lalu, tiwul dimakan layaknya nasi dengan lauk pauk serta sayuran yang ada. Sedangkan saat ini tiwul biasa disandingkan dengan parutan kelapa dan siraman gula merah.
Sedangkan dari sisi rasa, tiwul memiliki cita rasa yang sedikit manis dengan aroma alami singkong, karena memang terbuat dari bahan dasar singkong.
Selain rasa yang khas, tiwul juga memiliki tekstur yang pulen dan sedikit menggumpal, sehingga memberikan sensasi tersendiri ketika memakannya.
Penduduk Trenggalek, Wonosobo, Gunungkidul, Wonogiri, Pacitan, dan Blitar termasuk yang masih mengonsumsi tiwul sebagaimana mengonsumsi nasi.
Sebagai makanan pokok, tiwul memiliki kandungan kalori yang lebih rendah daripada beras. Untuk bahan baku tiwul sendiri sudah jelas, yaitu singkong sebagai bahan baku utama. Tepatnya singkong atau ketela pohon yang sudah dikeringkan. Singkong yang telah dikeringkan tersebut umumnya diistilahkan dengan sebutan gaplek atau gogik.
Gaplek dibuat melalui serangkaian proses dengan proses utama yaitu penjemuran singkong yang telah dikupas dan telah dicuci bersih. Untuk mempercapat dan memastikan tingkat kekeringan singkong, bisa dengan cara dipotong-potong dalam ukuran kecil sebelum dijemur.
Selain singkong yang sudah kering, terdapat pula beberapa bahan pendukung lain seperti gula merah, kelapa parut, daun pandan, daun pisang, garam, serta air. Semua bahan itu akan dipadupadankan menjadi jajanan tradisional tiwul. Jajanan ini bisa Anda nikmati ketika sedang berwisata di Yogyakarta, khususnya di Gunungkidul.
Makanan khas dari Gunungkidul, Yogyakarta, ini resmi mendapatkan pengakuan HaKI menyusul sejumlah tradisi di wilayah tersebut yang turut didaftarkan HaKI-nya.
Melansir berbagai sumber, berikut sejarah Thiwul, salah satu kuliner khas Gunungkidul.
Dulu, tiwul merupakan makanan pokok masyarakat Gunungkidul. Pasalnya, Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah yang gersang karena sulit pengairan.
Tiwul diyakini sudah ada sejak zaman penjajahan, terlebih pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Hal tersebut diperkuat dengan kondisi ketika itu, di mana sumber makanan seperti beras banyak diambil oleh Jepang yang kemudian memaksa penduduk asli untuk mencari alternatif lain.
Maka, dipilihlah singkong sebagai alternatif makanan pokok saat itu. Meskipun demikian, thiwul pada masa lalu memiliki perbedaan dengan sajian tiwul di masa sekarang.
Pada masa lalu, tiwul dimakan layaknya nasi dengan lauk pauk serta sayuran yang ada. Sedangkan saat ini tiwul biasa disandingkan dengan parutan kelapa dan siraman gula merah.
Sedangkan dari sisi rasa, tiwul memiliki cita rasa yang sedikit manis dengan aroma alami singkong, karena memang terbuat dari bahan dasar singkong.
Selain rasa yang khas, tiwul juga memiliki tekstur yang pulen dan sedikit menggumpal, sehingga memberikan sensasi tersendiri ketika memakannya.
Penduduk Trenggalek, Wonosobo, Gunungkidul, Wonogiri, Pacitan, dan Blitar termasuk yang masih mengonsumsi tiwul sebagaimana mengonsumsi nasi.
Sebagai makanan pokok, tiwul memiliki kandungan kalori yang lebih rendah daripada beras. Untuk bahan baku tiwul sendiri sudah jelas, yaitu singkong sebagai bahan baku utama. Tepatnya singkong atau ketela pohon yang sudah dikeringkan. Singkong yang telah dikeringkan tersebut umumnya diistilahkan dengan sebutan gaplek atau gogik.
Gaplek dibuat melalui serangkaian proses dengan proses utama yaitu penjemuran singkong yang telah dikupas dan telah dicuci bersih. Untuk mempercapat dan memastikan tingkat kekeringan singkong, bisa dengan cara dipotong-potong dalam ukuran kecil sebelum dijemur.
Selain singkong yang sudah kering, terdapat pula beberapa bahan pendukung lain seperti gula merah, kelapa parut, daun pandan, daun pisang, garam, serta air. Semua bahan itu akan dipadupadankan menjadi jajanan tradisional tiwul. Jajanan ini bisa Anda nikmati ketika sedang berwisata di Yogyakarta, khususnya di Gunungkidul.
(tsa)