TikTok Soroti 3 Kreator Tingkatkan Kesadaran tentang Autisme di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jumlah orang yang mengalami gangguan spektrum autisme (Autism Spectrum Disorder / ASD) di Indonesia mencapai sekitar 2,4 juta orang, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir dari situs Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jumlah orang dengan autisme pun diperkirakan meningkat hingga 500 orang setiap tahunnya. Gangguan perkembangan neurologis ini mengakibatkan mereka kesulitan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi, sehingga mereka pun membutuhkan metode yang berbeda dalam belajar dan beradaptasi dengan kehidupan di masyarakat.
Namun, pemahaman masyarakat tentang autisme masih perlu diupayakan, melihat masih adanya kasus-kasus diskriminatif terhadap anak-anak dengan autisme. Hari Autisme Sedunia yang jatuh pada 2 April pun menjadi momen untuk menyebarkan pemahaman tentang autisme dan meningkatkan dukungan terhadap anak-anak dengan autisme kepada masyarakat luas.
Hal ini pun juga terus dilakukan oleh para kreator TikTok yang berbagi pengalaman autentik mereka dari beragam sudut pandang, mulai dari seorang pelari marathon yang sekaligus merupakan penyandang autisme, seorang terapis untuk anak-anak berkebutuhan khusus, hingga orang tua dari seorang anak dengan autisme.
1. Natrio Catra Yososha (@natrio_catra_yososha)
Memiliki autisme tidak membatasi Yososha dalam mengeksplorasi kegiatan yang ia sukai. Pria yang akrab disapa Osha ini, terdiagnosa dengan ASD sejak usia 8 tahun. Namun, berkat dukungan sang ibu, Osha tak berhenti mengeksplorasi minatnya. Mulai dari bermain musik hingga mampu bermain biola, menempuh studi di jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada sesuai minatnya sejak kecil di bidang sejarah dan kepurbakalaan, hingga menjadi pelari marathon pertama di Indonesia dengan autisme.
Sejak tahun 2022, Osha pun kerap membagikan kisahnya sebagai penyandang autisme di usia dewasa kepada komunitas TikTok. Salah satu kontennya yang paling banyak menarik komentar dan interaksi dari komunitas adalah tentang masking, yaitu cara orang dewasa dengan autis menutupi ciri khas autisme saat sedang di depan publik, misalnya dengan berusaha lebih lama kontak mata dan mengurangi distraksi fokus.
Ia memperlihatkan kesehariannya sebagai orang dewasa, caranya memecahkan masalah, dan terus menekankan bahwa dirinya yang sekarang adalah hasil dari perjuangan panjang sejak kecil. Konten-kontennya pun membantu komunitas TikTok untuk lebih memahami tentang tantangan dan usaha orang dengan autisme, sehingga harapannya bisa lebih berempati. Melalui konten-kontennya, Osha ingin memberikan pemahaman bahwa anak dengan autisme pun dapat menjalani kehidupan dewasa yang mandiri dan berprestasi.
2. Gugun Hernandes (@duniaautis)
Sebagai seorang ayah dengan anak berkebutuhan khusus, Gugun Hernandes merasakan adanya kebutuhan untuk saling mendukung antara sesama orang tua dengan anak yang memiliki gangguan autisme. Gugun, yang berprofesi sebagai seorang kuli bangunan, serta sang istri yang merupakan seorang tenaga kesehatan, terus berjuang untuk mengupayakan terapi bagi anak sulung mereka, Uwais Al Zaigham. Di salah satu unggahannya, ia bercerita tentang tekadnya untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan dasar pada anaknya lewat kegiatan sehari-hari.
Gugun pun menunjukkan, meski dengan keterbatasan biaya, terapi anak dengan autisme dapat dilakukan di rumah dengan alat sederhana serta komitmen dari keluarga. Perlahan tapi pasti, anaknya pun mulai menguasai kemampuan dasar seperti berhitung dan bersosialisasi. Ia juga tak segan menjawab berbagai pertanyaan dari komunitas TikTok, sekaligus memperlihatkan bagaimana ia mengajarkan sang anak dan mengutamakan pentingnya orang tua untuk tetap berusaha menjalin hubungan dekat dengan sang anak.
Namun, pemahaman masyarakat tentang autisme masih perlu diupayakan, melihat masih adanya kasus-kasus diskriminatif terhadap anak-anak dengan autisme. Hari Autisme Sedunia yang jatuh pada 2 April pun menjadi momen untuk menyebarkan pemahaman tentang autisme dan meningkatkan dukungan terhadap anak-anak dengan autisme kepada masyarakat luas.
Hal ini pun juga terus dilakukan oleh para kreator TikTok yang berbagi pengalaman autentik mereka dari beragam sudut pandang, mulai dari seorang pelari marathon yang sekaligus merupakan penyandang autisme, seorang terapis untuk anak-anak berkebutuhan khusus, hingga orang tua dari seorang anak dengan autisme.
1. Natrio Catra Yososha (@natrio_catra_yososha)
Memiliki autisme tidak membatasi Yososha dalam mengeksplorasi kegiatan yang ia sukai. Pria yang akrab disapa Osha ini, terdiagnosa dengan ASD sejak usia 8 tahun. Namun, berkat dukungan sang ibu, Osha tak berhenti mengeksplorasi minatnya. Mulai dari bermain musik hingga mampu bermain biola, menempuh studi di jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada sesuai minatnya sejak kecil di bidang sejarah dan kepurbakalaan, hingga menjadi pelari marathon pertama di Indonesia dengan autisme.
Sejak tahun 2022, Osha pun kerap membagikan kisahnya sebagai penyandang autisme di usia dewasa kepada komunitas TikTok. Salah satu kontennya yang paling banyak menarik komentar dan interaksi dari komunitas adalah tentang masking, yaitu cara orang dewasa dengan autis menutupi ciri khas autisme saat sedang di depan publik, misalnya dengan berusaha lebih lama kontak mata dan mengurangi distraksi fokus.
Ia memperlihatkan kesehariannya sebagai orang dewasa, caranya memecahkan masalah, dan terus menekankan bahwa dirinya yang sekarang adalah hasil dari perjuangan panjang sejak kecil. Konten-kontennya pun membantu komunitas TikTok untuk lebih memahami tentang tantangan dan usaha orang dengan autisme, sehingga harapannya bisa lebih berempati. Melalui konten-kontennya, Osha ingin memberikan pemahaman bahwa anak dengan autisme pun dapat menjalani kehidupan dewasa yang mandiri dan berprestasi.
2. Gugun Hernandes (@duniaautis)
Sebagai seorang ayah dengan anak berkebutuhan khusus, Gugun Hernandes merasakan adanya kebutuhan untuk saling mendukung antara sesama orang tua dengan anak yang memiliki gangguan autisme. Gugun, yang berprofesi sebagai seorang kuli bangunan, serta sang istri yang merupakan seorang tenaga kesehatan, terus berjuang untuk mengupayakan terapi bagi anak sulung mereka, Uwais Al Zaigham. Di salah satu unggahannya, ia bercerita tentang tekadnya untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan dasar pada anaknya lewat kegiatan sehari-hari.
Gugun pun menunjukkan, meski dengan keterbatasan biaya, terapi anak dengan autisme dapat dilakukan di rumah dengan alat sederhana serta komitmen dari keluarga. Perlahan tapi pasti, anaknya pun mulai menguasai kemampuan dasar seperti berhitung dan bersosialisasi. Ia juga tak segan menjawab berbagai pertanyaan dari komunitas TikTok, sekaligus memperlihatkan bagaimana ia mengajarkan sang anak dan mengutamakan pentingnya orang tua untuk tetap berusaha menjalin hubungan dekat dengan sang anak.