Waspada jika Anak Telat Bicara

Kamis, 27 Agustus 2020 - 12:09 WIB
loading...
Waspada jika Anak Telat...
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Anak belum pandai bicara acap kali dianggap sebagai suatu hal yang lumrah. Padahal, bisa jadi anak mengalami masalah tertentu. Kapan saatnya diwaspadai?

Sudah usia 2,5 tahun tapi Sofia belum lancar berbicara. Dia hanya mampu mengucapkan kata-kata, itu pun tidak utuh. “Misalnya mobil dia bilang bing, enggak mau jadi au, namanya sendiri dia sebut Piya, film kartun kesukaannya Shaun The Sheep dia bilangnya Ip,” ujar Widya, ibu dua anak.

Widya bukannya tidak mau membawa sang buah hati ke dokter. Tetapi menurutnya, kasus anaknya terbilang wajar. “Nanti juga bisa ngomong kalau sudah gede, kata ibu mertua juga begitu,” ucapnya. Benarkah?

Dr Amien Suharti SpKFR, Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik RSUI yang juga Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menjawab bahwa orang tua perlu mengenali red flag (indikator tanda bahaya) saat anak berusia 12-24 bulan sebagai salah satu bentuk pencegahan keterlambatan bicara anak. (Baca: Jangan Remehkan Keterlambatan Bicara Anak)

“Orang tua sebaiknya tidak menunggu hingga anak berusia 2 tahun jika mengalami gangguan bicara. Semakin cepat mendeteksi, semakin baik. Peran orang tua di rumah sangatlah besar bagi kemampuan bahasa anak,” ungkap dr Amien dalam seminar awam yang diadakan RSUI.

Menurutnya, anak mulai bicara mengikuti kata terakhir yang diucapkan orang tua pada usia yang berbeda-beda sesuai kemampuan motoriknya. Dr Amien menekankan, sebaiknya orang tua segera membawa anak berkonsultasi ke dokter apabila sampai usia 12 bulan belum ada satu pun kata yang berhasil dia ucapkan.

Waspada jika Anak Telat Bicara


Perlu diwaspadai apabila sampai umur 1 tahun dia belum juga memperlihatkan gestur melambaikan tangan atau menunjuk, orang tua harus segera mengambil tindakan membawanya ke dokter. Bisa juga manakala usianya sudah 18 bulan tapi gesturnya lebih aktif, dr Amien juga menyarankan untuk diperiksakan agar anak mendapat terapi wicara.

Indikator lainnya adalah usia 2 tahun tapi belum bisa menyebut namanya sendiri, bahkan belum bisa mengikuti instruksi sederhana dari orang tuanya. Sebaiknya orang tua aktif mengajak anak bicara, ini juga sebagai terapi mandiri. Misalnya, mengajak anak bernyanyi di samping bicara sehingga anak terstimulasi untuk ikut bicara.

Untuk anak yang sudah terapi wicara, dr Amien menganjurkan keluarga di rumah ikut andil agar hasilnya lebih maksimal. Sebab, pada dasarnya terapis hanyalah bersifat membantu, orang tualah yang menjadi kunci kesuksesan anak berhasil bicara. (Baca juga: Rusia Masih Optimis Rencana Pembelian Sukhoi Indonesia akan Berlanjut)

Dipengaruhi Kemampuan Pendengaran

Pada kesempatan yang sama, dr Fikri Mirza Putranto SpTHT-KL dari RSUI memaparkan bahwa kemampuan bahasa anak juga dipengaruhi kesehatan pancaindranya, salah satunya kemampuan pendengaran. “Jika pendengaran terganggu, kemampuan bahasa anak pun akan terganggu. Diagnosis kemampuan mendengar anak dapat diketahui sejak anak baru lahir,” kata dr Fikri.

Saat seseorang tidak bisa mendengar, biasanya dapat dibantu dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar pada prinsipnya hanyalah amplifikasi atau penguatan. Karena jumlah sarafnya terbatas, energi suara yang masuk dari luar harus dikuatkan agar sampai ke otak.

Namun saat jumlah saraf pada rumah siput terbatas, sekuat apa pun alat bantu dengar dari luar tidak mampu menstimulasi rumah siput, sehingga alat bantu dengar tersebut tidak efektif. Implan koklea dapat menjadi salah satu penanganan dalam masalah ini (setelah memenuhi kondisi yang disyaratkan).

Implan koklea tentunya memiliki risiko, tetapi risiko ini dapat diatasi dengan persiapan, peralatan, dan tim yang memadai. Setelah melakukan implan koklea, anak tidak serta-merta dapat langsung mendengar, perlu ada terapi lanjutan. (Lihat videonya: 5 Orang di Tangerang Tewas Usai Minum Miras Oplosan)

Implan koklea ini hanyalah sebagai jendela pembuka, orang tua harus tetap merangsang kemampuan bahasa anak. Interaksi orang tua dan anak merupakan faktor penting dalam perkembangan bahasa.

“Orangtua yang bekerja sama menyelesaikan masalah anak dan aktif berkomunikasi dapat memengaruhi perkembangan IQ anak pascahabilitasi yang lebih tinggi," tutur dr Fikri. (Sri Noviarni)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0797 seconds (0.1#10.140)