PPN Naik Jadi 12%, Masyarakat Beralih ke Frugal Living untuk Bertahan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang direncanakan pemerintah mulai 2025 memicu perubahan gaya hidup masyarakat. Salah satu tren yang mencuat adalah frugal living , gaya hidup hemat dan penuh perencanaan untuk mengelola keuangan lebih bijak di tengah ketidakpastian ekonomi.
Frugal living menekankan pengeluaran yang berfokus pada kebutuhan, bukan keinginan, dengan menghindari pemborosan dan memaksimalkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Misalnya, masyarakat mulai lebih selektif dalam belanja, memanfaatkan diskon atau promosi, memasak di rumah alih-alih makan di luar, dan memprioritaskan barang yang tahan lama.
Berbeda dengan gaya hidup hemat biasa, frugal living lebih mendalam karena mencakup perubahan pola pikir dan kebiasaan. Orang yang menjalani frugal living biasanya fokus pada nilai jangka panjang dari setiap keputusan keuangan yang diambil.
Ancaman kenaikan PPN menjadi 12 persen dari tarif sebelumnya 11 persen diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Langkah ini diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi dampaknya adalah potensi naiknya harga barang dan jasa, termasuk kebutuhan pokok.
“Pemerintah kemungkinan besar akan menaikkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen dan ini memang akan mendorong kenaikan inflasi," kata Chief Economist Permata Bank Josua Pardede dalam acara Permata Bank Wealth Wisdom 2024 di Park Hyatt Jakarta baru-baru ini.
Hal ini membuat masyarakat cenderung mencari cara untuk menghemat pengeluaran demi menjaga stabilitas finansial rumah tangga. Selain itu, inflasi yang masih berlanjut akibat krisis global juga memaksa masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengelola uang.
Oleh karena itu, gaya hidup hemat tidak hanya menjadi pilihan saat ini. Namun juga kebutuhan untuk bertahan di tengah tekanan ekonomi.
Frugal living menekankan pengeluaran yang berfokus pada kebutuhan, bukan keinginan, dengan menghindari pemborosan dan memaksimalkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Misalnya, masyarakat mulai lebih selektif dalam belanja, memanfaatkan diskon atau promosi, memasak di rumah alih-alih makan di luar, dan memprioritaskan barang yang tahan lama.
Berbeda dengan gaya hidup hemat biasa, frugal living lebih mendalam karena mencakup perubahan pola pikir dan kebiasaan. Orang yang menjalani frugal living biasanya fokus pada nilai jangka panjang dari setiap keputusan keuangan yang diambil.
Faktor Pendorong Tren Frugal Living
Ancaman kenaikan PPN menjadi 12 persen dari tarif sebelumnya 11 persen diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Langkah ini diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi dampaknya adalah potensi naiknya harga barang dan jasa, termasuk kebutuhan pokok.
“Pemerintah kemungkinan besar akan menaikkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen dan ini memang akan mendorong kenaikan inflasi," kata Chief Economist Permata Bank Josua Pardede dalam acara Permata Bank Wealth Wisdom 2024 di Park Hyatt Jakarta baru-baru ini.
Hal ini membuat masyarakat cenderung mencari cara untuk menghemat pengeluaran demi menjaga stabilitas finansial rumah tangga. Selain itu, inflasi yang masih berlanjut akibat krisis global juga memaksa masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengelola uang.
Oleh karena itu, gaya hidup hemat tidak hanya menjadi pilihan saat ini. Namun juga kebutuhan untuk bertahan di tengah tekanan ekonomi.