Rapid Test, Swab, atau TCM COVID-19, Ini Perbedaannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Terdapat beberapa jenis pemeriksaan yang dapat mendeteksi virus corona baru penyebab COVID-19. Hampir semua negara memiliki cara dan prioritas masing-masing. Indonesia sendiri menerapkan tiga jenis pemeriksaan untuk memastikan apakah seseorang terinfeksi COVID-19 atau tidak.
Pemeriksaan tersebut adalah rapid test, polymerase chain reaction (PCR), dan tes cepat molekuler (TCM). Masing-masing tes tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kepala Layanan Penyakit Menular di Rumah Sakit Universitas Emory Atlanta, Amerika Serikat, Dr. Aneesh Mehta menguraikan perbedaan di antara tes-tes tadi dan apa yang harus diingat jika Anda memutuskan untuk menjalani tes. Berikut ulasannya, seperti dikutip dari Time pada Senin (28/9). (
)
1. Rapid Test
Rapid test menggunakan darah untuk antibodi, protein yang dibuat tubuh sebagai respons terhadap infeksi, yang dapat memberikan kekebalan terhadap penyakit yang sama di masa depan. Tes ini mencari antibodi spesifik SARS-CoV-2 untuk melihat apakah Anda sebelumnya pernah terkena virus corona baru.
Saat ini rapid test tidak bisa berbuat banyak kecuali memuaskan rasa ingin tahu. Apalagi belakangan banyak hasil palsu yang dijual secara umum. Hasil rapid test reaktif bukan berarti Anda tidak bisa tertular COVID-19 lagi, setidaknya sejauh yang ditunjukkan oleh sains saat ini.
Pengujian rapid test skala luas berguna bagi para peneliti, karena dapat menginformasikan perkiraan tentang berapa banyak orang yang benar-benar memiliki COVID-19 dan membantu ilmuwan mempelajari lebih lanjut tentang apakah atau bagaimana antibodi memberikan kekebalan terhadap virus corona.
“Dari perspektif penelitian, ada banyak informasi yang dapat kami peroleh dari pengujian rapid test jika kami mengumpulkannya dari waktu ke waktu. Tetapi, dalam hal informasi yang dapat ditindaklanjuti untuk individu, rapid test tidak mengungkapkan banyak hal pada saat ini. Hanya karena kami dapat mendeteksi antibodi tidak berarti Anda sepenuhnya terlindungi dari infeksi itu,” kata Mehta.
2. PCR
PCR atau swab test mendeteksi penyakit dengan mencari jejak materi genetik virus pada sampel yang paling sering dikumpulkan melalui usap hidung atau tenggorokan.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menganggap PCR sebagai standar emas dari pengujian COVID-19. Jika Anda mendapatkan hasil positif, kemungkinan besar Anda terkena virus. Jika Anda mendapatkan hasil negatif tetapi memiliki gejala virus corona atau baru-baru ini bertemu dengan seseorang yang terkena virus, Anda tetap harus mengisolasi diri hingga gejala mereda.
Waktu pengujian juga penting. Infeksi dapat terlewatkan jika pengujian terjadi terlalu cepat setelah terpapar. Kebalikannya juga mungkin.
“Kadang-kadang setelah virus dimusnahkan, masih banyak (materi genetik) yang tersisa di tubuh,” jelas Mehta.
Ini dapat menyebabkan seseorang dites positif, meskipun mereka tidak sakit secara aktif. Diuji kira-kira lima hari setelah kemungkinan terpapar tampaknya merupakan titik yang tepat.
Menjalankan tes PCR serta membaca hasilnya memerlukan peralatan khusus dan bahan kimia (reagen). Untuk mencoba mengurangi waktu tunggu, beberapa perusahaan telah mengembangkan tes yang dapat mendeteksi materi genetik virus dalam hitungan menit, tetapi beberapa -seperti tes Abbott ID NOW yang digunakan di Gedung Putih- memiliki tingkat negatif palsu yang dilaporkan tinggi. ( )
3. TCM
TCM merupakan metode pemeriksaan COVID-19 menggunakan dahak dengan amplifikasi asam nukleat berbasis cartridge. Virus SARS-CoV-2 diidentifikasi pada RNA-nya yang menggunakan cartridge khusus. Hasil tes ini bisa diketahui hasilnya dalam waktu kurang lebih dua jam.
TCM sebelumnya dipakai untuk mendiagnosis penyakit tuberkulosis (TB). Metode pemeriksaan TCM sama akuratnya dengan PCR.
Pemeriksaan tersebut adalah rapid test, polymerase chain reaction (PCR), dan tes cepat molekuler (TCM). Masing-masing tes tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kepala Layanan Penyakit Menular di Rumah Sakit Universitas Emory Atlanta, Amerika Serikat, Dr. Aneesh Mehta menguraikan perbedaan di antara tes-tes tadi dan apa yang harus diingat jika Anda memutuskan untuk menjalani tes. Berikut ulasannya, seperti dikutip dari Time pada Senin (28/9). (
Baca Juga
1. Rapid Test
Rapid test menggunakan darah untuk antibodi, protein yang dibuat tubuh sebagai respons terhadap infeksi, yang dapat memberikan kekebalan terhadap penyakit yang sama di masa depan. Tes ini mencari antibodi spesifik SARS-CoV-2 untuk melihat apakah Anda sebelumnya pernah terkena virus corona baru.
Saat ini rapid test tidak bisa berbuat banyak kecuali memuaskan rasa ingin tahu. Apalagi belakangan banyak hasil palsu yang dijual secara umum. Hasil rapid test reaktif bukan berarti Anda tidak bisa tertular COVID-19 lagi, setidaknya sejauh yang ditunjukkan oleh sains saat ini.
Pengujian rapid test skala luas berguna bagi para peneliti, karena dapat menginformasikan perkiraan tentang berapa banyak orang yang benar-benar memiliki COVID-19 dan membantu ilmuwan mempelajari lebih lanjut tentang apakah atau bagaimana antibodi memberikan kekebalan terhadap virus corona.
“Dari perspektif penelitian, ada banyak informasi yang dapat kami peroleh dari pengujian rapid test jika kami mengumpulkannya dari waktu ke waktu. Tetapi, dalam hal informasi yang dapat ditindaklanjuti untuk individu, rapid test tidak mengungkapkan banyak hal pada saat ini. Hanya karena kami dapat mendeteksi antibodi tidak berarti Anda sepenuhnya terlindungi dari infeksi itu,” kata Mehta.
2. PCR
PCR atau swab test mendeteksi penyakit dengan mencari jejak materi genetik virus pada sampel yang paling sering dikumpulkan melalui usap hidung atau tenggorokan.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menganggap PCR sebagai standar emas dari pengujian COVID-19. Jika Anda mendapatkan hasil positif, kemungkinan besar Anda terkena virus. Jika Anda mendapatkan hasil negatif tetapi memiliki gejala virus corona atau baru-baru ini bertemu dengan seseorang yang terkena virus, Anda tetap harus mengisolasi diri hingga gejala mereda.
Waktu pengujian juga penting. Infeksi dapat terlewatkan jika pengujian terjadi terlalu cepat setelah terpapar. Kebalikannya juga mungkin.
“Kadang-kadang setelah virus dimusnahkan, masih banyak (materi genetik) yang tersisa di tubuh,” jelas Mehta.
Ini dapat menyebabkan seseorang dites positif, meskipun mereka tidak sakit secara aktif. Diuji kira-kira lima hari setelah kemungkinan terpapar tampaknya merupakan titik yang tepat.
Menjalankan tes PCR serta membaca hasilnya memerlukan peralatan khusus dan bahan kimia (reagen). Untuk mencoba mengurangi waktu tunggu, beberapa perusahaan telah mengembangkan tes yang dapat mendeteksi materi genetik virus dalam hitungan menit, tetapi beberapa -seperti tes Abbott ID NOW yang digunakan di Gedung Putih- memiliki tingkat negatif palsu yang dilaporkan tinggi. ( )
3. TCM
TCM merupakan metode pemeriksaan COVID-19 menggunakan dahak dengan amplifikasi asam nukleat berbasis cartridge. Virus SARS-CoV-2 diidentifikasi pada RNA-nya yang menggunakan cartridge khusus. Hasil tes ini bisa diketahui hasilnya dalam waktu kurang lebih dua jam.
TCM sebelumnya dipakai untuk mendiagnosis penyakit tuberkulosis (TB). Metode pemeriksaan TCM sama akuratnya dengan PCR.
(tsa)