Har, Film Pendek Berlatar Peristiwa '98 Menang di Juree Awards Indonesia 2020
loading...
A
A
A
JAKARTA - "Har" dan "50:50", dua film pendek buatan sineas Indonesia, mendapat penghargaan di Viddsee Juree Awards Indonesia 2020 , sebuah ajang tahunan untuk merayakan film pendek terbaik di Tanah Air.
Pemenang penghargaan tertinggi "Gold Award" adalah Luhki Herwanayogi lewat film "Har". Film ini berfokus pada kisah seorang bocah kesepian yang hidup bersama ayahnya yang pengangguran dan merindukan sang ibu yang bekerja sebagai TKW di Hong Kong. Film mengambil latar waktu kejadian 1998 ketika Indonesia menghadapi masa depan yang tak menentu di tengah situasi politik yang memanas.
( )
"Har" sebenarnya sudah tak asing lagi di sirkuit festival film. Film ini pernah mendapat nominasi Film Pendek Terbaik di Festival Film Indonesia 2018, serta tayang di Busan International Short Film Festival 2019 dan International Children Film Festival Bangladesh 2020.
“Saya ingin berterima kasih kepada Nia Dinata, Kalyana Shira Foundation, serta seluruh cast dan kru yang telah membuat film ini menjadi kenyataan," kata Luhki melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.
Menurut Luhki, kisah "Har" terinspirasi dari interaksi dirinya dengan sang ayah di masa kecil.
"Proses itu membuat saya mengunjungi masa lalu untuk melihat kembali interaksi kami. Bagi saya, masa lalu tak pernah bisa terulang, namun dapat kita hidupkan kembali,” ungkap Luhki, yang kini disibukkan dengan rumah produksi Catchlight Pictures Indonesia yang didirikannya.
Sementara, Rofie Fauzie meraih gelar "Silver Award" untuk film "50:50". Film ini merupakan sebuah dokumenter yang menyoroti komunitas transpuan Indonesia melalui sudut pandang Dona, seorang transpuan lanjut usia yang tinggal di satu rumah singgah. "50:50" juga pernah dinominasikan dalam Festival Film Indonesia 2019 untuk kategori Film Dokumenter Pendek Terbaik.
"Terima kasih kepada kedua orangtua, keluarga, sahabat, dosen pembimbing, serta kru yang telah bekerja sangat keras untuk membuat film ini. Saya jatuh cinta pada isu marjinal. Dokumenter menjadi wadah yang pas dalam mengungkap isu ini. Transgender masuk dalam bagian marjinal, berawal dari rasa penasaran saya atas apa yang terjadi pada transgender
lanjut usia,” kata Rofie, lulusan Institut Seni Budaya Indonesia yang fokus pada dokumenter humanis.
Adapun Philipus Maliobowo meraih "Audience Choice Award" untuk "Koper Gendis: Mencari Jawab Menakar Tanya”, yang menceritakan seorang gadis cilik yang mencoba memahami perilaku kasar sang ayah kepada ibunya. Pemenang kategori ini dipilih oleh penonton melalui sistem voting yang telah ditutup pada 14 September lalu.
Pemenang penghargaan tertinggi "Gold Award" adalah Luhki Herwanayogi lewat film "Har". Film ini berfokus pada kisah seorang bocah kesepian yang hidup bersama ayahnya yang pengangguran dan merindukan sang ibu yang bekerja sebagai TKW di Hong Kong. Film mengambil latar waktu kejadian 1998 ketika Indonesia menghadapi masa depan yang tak menentu di tengah situasi politik yang memanas.
( )
"Har" sebenarnya sudah tak asing lagi di sirkuit festival film. Film ini pernah mendapat nominasi Film Pendek Terbaik di Festival Film Indonesia 2018, serta tayang di Busan International Short Film Festival 2019 dan International Children Film Festival Bangladesh 2020.
“Saya ingin berterima kasih kepada Nia Dinata, Kalyana Shira Foundation, serta seluruh cast dan kru yang telah membuat film ini menjadi kenyataan," kata Luhki melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.
Menurut Luhki, kisah "Har" terinspirasi dari interaksi dirinya dengan sang ayah di masa kecil.
"Proses itu membuat saya mengunjungi masa lalu untuk melihat kembali interaksi kami. Bagi saya, masa lalu tak pernah bisa terulang, namun dapat kita hidupkan kembali,” ungkap Luhki, yang kini disibukkan dengan rumah produksi Catchlight Pictures Indonesia yang didirikannya.
Sementara, Rofie Fauzie meraih gelar "Silver Award" untuk film "50:50". Film ini merupakan sebuah dokumenter yang menyoroti komunitas transpuan Indonesia melalui sudut pandang Dona, seorang transpuan lanjut usia yang tinggal di satu rumah singgah. "50:50" juga pernah dinominasikan dalam Festival Film Indonesia 2019 untuk kategori Film Dokumenter Pendek Terbaik.
"Terima kasih kepada kedua orangtua, keluarga, sahabat, dosen pembimbing, serta kru yang telah bekerja sangat keras untuk membuat film ini. Saya jatuh cinta pada isu marjinal. Dokumenter menjadi wadah yang pas dalam mengungkap isu ini. Transgender masuk dalam bagian marjinal, berawal dari rasa penasaran saya atas apa yang terjadi pada transgender
lanjut usia,” kata Rofie, lulusan Institut Seni Budaya Indonesia yang fokus pada dokumenter humanis.
Adapun Philipus Maliobowo meraih "Audience Choice Award" untuk "Koper Gendis: Mencari Jawab Menakar Tanya”, yang menceritakan seorang gadis cilik yang mencoba memahami perilaku kasar sang ayah kepada ibunya. Pemenang kategori ini dipilih oleh penonton melalui sistem voting yang telah ditutup pada 14 September lalu.