Sunat Aman di Masa Pandemi, Seperti Apa Protokolnya?
loading...
A
A
A
Tindakan sirkumsisi alias sunat di masa pandemi tetap bisa dilakukan. Tapi ingat selalu untuk tetap memperhatikan protokol kesehatan. Seperti apa?
Sebetulnya di era new normal ini kegiatan sirkumsisi atau sunat lebih nyaman dilakukan bagi anak. Sebab, anak tidak harus masuk sekolah sehingga pemulihan anak paska sunat lebih lama dan anak pun lebih leluasa. Yang menjadi masalah, bagaimana keamanan anak dalam melakukan sirkumsisi terkait kondisi pandemi seperti sekarang? (Baca: Inilah Perkara-perkara yang Membinasakan Manusia)
Tentunya tindakan ini harus dilakukan secara profesional di pusat pelayanan kesehatan yang mumpuni, terstandar dan mempunyai protokol kesehatan yang jelas untuk mencegah penularan Covid-19.
Seperti dituturkan oleh dr. Tri Hening Rahayatri, Sp.B, Sp.BA, dalam masa pandemi ini, sirkumsisi aman bila dikerjakan oleh tenaga kesehatan yang berpengalaman dan di fasilitas kesehatan yang memiliki standar tinggi dalam pencegahan Covid-19.
Dokter spesialis bedah anak RSUI dan juga Staf Pengajar Departemen Ilmu Bedah FKUI/RSCM itu juga menyebutkan bahwa sirkumsisi harus segera dilaksanakan dan tidak dapat ditunda jika terdapat indikasi atau keadaan khusus yang mempengaruhi kesehatan anak.
“Selama masa pandemi, sebelum dilaksanakan sirkumsisi pasien wajib menjalani rangkaian pencegahan COVID-19 seperti skrining kesehatan, rapid test, atau swab PCR, disesuaikan dengan kondisi pasien,” urai dokter Heni.
Mengenai metode sirkumsisi yang dapat dilakukan menurut dr. Heni, semua metode dapat dilakukan tergantung pada keahlian masing-masing yang mengerjakannya. Pada teknik konvensional misalnya, dokter dapat melihat apa yang dikerjakan dan memastikan area yang disirkumsisi. (Baca juga: Kemenag Minta Guru Fokus pada Pendidikan Karakter Siswa)
“Adapun untuk teknik laser perlu berhati-hati, karena dasarnya menggunakan kauter, sehingga bisa menyebabkan komplikasi seperti terpotongnya kepala penis dan luka bakar.” terang dr. Heni. Di era Pandemi, sirkumsisi bisa saja harus dilakukan untuk pasien dengan Covid-19.
Pada keadaan demikian, ujarnya, RSUI merupakan salah satu RS yang memiliki ruangan khusus dengan tekanan negatif untuk mencegah penularan. Lebih lanjut, Covid-19 disebutkan tidak mempengaruhi penyembuhan luka, namun Covid berpengaruh pada kondisi pasien secara keseluruhan.
Terkait kesiapan, dibutuhkan kesiapan orangtua selain kesiapan anak termasuk kesiapan waktu dan kesiapan menjelang pelaksanaan sirkumsisi . Menurut Ns. Ahmad Fauzi, S.Kep, yang bertugas sebagai perawat anestesi di ruang operasi RSUI, kemauan anak, kondisi fisik anak dan kondisi psikologis wajib untuk dipertimbangkan sebelum sirkumsisi dilaksanakan.
“Orang tua dihimbau untuk memfasilitasi kenyamanan anak sebagai salah satu perawatan pasca-sirkumsisi dengan menyediakan pakaian yang nyaman. Mengenai perawatan pasien pasca sirkumsisi, kita perlu mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan bagaimana teknik sirkumsisi yang dilakukan,” beber Ahmad. (Baca juga: 5 Hal yang Wajib Dilakukan Jika Terinfeksi Flu)
Lantas kapan waktu yang tepat untuk sunat? Dikatakan dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS dari Rumah Sunatan, anak sebaiknya sudah disunat pada usia di bawah enam bulan atau saat masih bayi. Tapi apakah tidak terlalu dini? Menurutnya, di usia nol sampai enam bulan jika terjadi luka justru akan lebih cepat sembuh. Sebab pertumbuhan sel paling cepat terjadi saat masih bayi.
Di usia tersebut pula jika melakukan sunat maka anak tidak akan mengalami trauma. Tentu berbeda kondisinya ketika anak sudah menginjak usia SD. Di usia sekolah ini anak yang dipaksa untuk sunat bukan tak mungkin akan mengalami traumatik atau ketakutan yang akan terus diingatnya.
Disamping itu diungkapkan dr. Mahdian, alasan lainnya untuk melakukan sunat pada usia anak 0-6 bulan itu adalah abak belum belajar untuk tengkurap. "Kalau setelah enam bulan, sudah bisa tengkurap, nanti habis sunat malah tergesek. Jadi sebaiknya sebelum enam bulan dilakukan ," ujar pengagas Mahdian Klamp ini.
Sunat sejak bayi dapat menjawab berbagai permasalahan yang mungkin terjadi pada organ reproduksi pria. Salah satunya ialah fimosis. Ini adalah kondisi penyempitan dari ujung kulit depan penis atau bagian kulup tak bisa ditarik ke belakang. Kasus fimosis boleh dibilang tidak sedikit. (Lihat videonya: Viral Pengendara Motor Diduga Bonceng Mayat di Boyolali)
Setidaknya sekira 40 persen. Dari 10 anak laki-laki diperkirakan lahir empat anak dengan masalah fimosis. Jangan anggap sepele penyakit ini. Fimosis menyebabkan bagian kulit penis mudah kotor dan akhirnya terinfeksi. Lama kelamaan akhirnya terjadilah infeksi saluran kemih. Karenanya sunat menjadi solusi permasalahan tersebut. (Sri Noviarni)
Sebetulnya di era new normal ini kegiatan sirkumsisi atau sunat lebih nyaman dilakukan bagi anak. Sebab, anak tidak harus masuk sekolah sehingga pemulihan anak paska sunat lebih lama dan anak pun lebih leluasa. Yang menjadi masalah, bagaimana keamanan anak dalam melakukan sirkumsisi terkait kondisi pandemi seperti sekarang? (Baca: Inilah Perkara-perkara yang Membinasakan Manusia)
Tentunya tindakan ini harus dilakukan secara profesional di pusat pelayanan kesehatan yang mumpuni, terstandar dan mempunyai protokol kesehatan yang jelas untuk mencegah penularan Covid-19.
Seperti dituturkan oleh dr. Tri Hening Rahayatri, Sp.B, Sp.BA, dalam masa pandemi ini, sirkumsisi aman bila dikerjakan oleh tenaga kesehatan yang berpengalaman dan di fasilitas kesehatan yang memiliki standar tinggi dalam pencegahan Covid-19.
Dokter spesialis bedah anak RSUI dan juga Staf Pengajar Departemen Ilmu Bedah FKUI/RSCM itu juga menyebutkan bahwa sirkumsisi harus segera dilaksanakan dan tidak dapat ditunda jika terdapat indikasi atau keadaan khusus yang mempengaruhi kesehatan anak.
“Selama masa pandemi, sebelum dilaksanakan sirkumsisi pasien wajib menjalani rangkaian pencegahan COVID-19 seperti skrining kesehatan, rapid test, atau swab PCR, disesuaikan dengan kondisi pasien,” urai dokter Heni.
Mengenai metode sirkumsisi yang dapat dilakukan menurut dr. Heni, semua metode dapat dilakukan tergantung pada keahlian masing-masing yang mengerjakannya. Pada teknik konvensional misalnya, dokter dapat melihat apa yang dikerjakan dan memastikan area yang disirkumsisi. (Baca juga: Kemenag Minta Guru Fokus pada Pendidikan Karakter Siswa)
“Adapun untuk teknik laser perlu berhati-hati, karena dasarnya menggunakan kauter, sehingga bisa menyebabkan komplikasi seperti terpotongnya kepala penis dan luka bakar.” terang dr. Heni. Di era Pandemi, sirkumsisi bisa saja harus dilakukan untuk pasien dengan Covid-19.
Pada keadaan demikian, ujarnya, RSUI merupakan salah satu RS yang memiliki ruangan khusus dengan tekanan negatif untuk mencegah penularan. Lebih lanjut, Covid-19 disebutkan tidak mempengaruhi penyembuhan luka, namun Covid berpengaruh pada kondisi pasien secara keseluruhan.
Terkait kesiapan, dibutuhkan kesiapan orangtua selain kesiapan anak termasuk kesiapan waktu dan kesiapan menjelang pelaksanaan sirkumsisi . Menurut Ns. Ahmad Fauzi, S.Kep, yang bertugas sebagai perawat anestesi di ruang operasi RSUI, kemauan anak, kondisi fisik anak dan kondisi psikologis wajib untuk dipertimbangkan sebelum sirkumsisi dilaksanakan.
“Orang tua dihimbau untuk memfasilitasi kenyamanan anak sebagai salah satu perawatan pasca-sirkumsisi dengan menyediakan pakaian yang nyaman. Mengenai perawatan pasien pasca sirkumsisi, kita perlu mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan bagaimana teknik sirkumsisi yang dilakukan,” beber Ahmad. (Baca juga: 5 Hal yang Wajib Dilakukan Jika Terinfeksi Flu)
Lantas kapan waktu yang tepat untuk sunat? Dikatakan dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS dari Rumah Sunatan, anak sebaiknya sudah disunat pada usia di bawah enam bulan atau saat masih bayi. Tapi apakah tidak terlalu dini? Menurutnya, di usia nol sampai enam bulan jika terjadi luka justru akan lebih cepat sembuh. Sebab pertumbuhan sel paling cepat terjadi saat masih bayi.
Di usia tersebut pula jika melakukan sunat maka anak tidak akan mengalami trauma. Tentu berbeda kondisinya ketika anak sudah menginjak usia SD. Di usia sekolah ini anak yang dipaksa untuk sunat bukan tak mungkin akan mengalami traumatik atau ketakutan yang akan terus diingatnya.
Disamping itu diungkapkan dr. Mahdian, alasan lainnya untuk melakukan sunat pada usia anak 0-6 bulan itu adalah abak belum belajar untuk tengkurap. "Kalau setelah enam bulan, sudah bisa tengkurap, nanti habis sunat malah tergesek. Jadi sebaiknya sebelum enam bulan dilakukan ," ujar pengagas Mahdian Klamp ini.
Sunat sejak bayi dapat menjawab berbagai permasalahan yang mungkin terjadi pada organ reproduksi pria. Salah satunya ialah fimosis. Ini adalah kondisi penyempitan dari ujung kulit depan penis atau bagian kulup tak bisa ditarik ke belakang. Kasus fimosis boleh dibilang tidak sedikit. (Lihat videonya: Viral Pengendara Motor Diduga Bonceng Mayat di Boyolali)
Setidaknya sekira 40 persen. Dari 10 anak laki-laki diperkirakan lahir empat anak dengan masalah fimosis. Jangan anggap sepele penyakit ini. Fimosis menyebabkan bagian kulit penis mudah kotor dan akhirnya terinfeksi. Lama kelamaan akhirnya terjadilah infeksi saluran kemih. Karenanya sunat menjadi solusi permasalahan tersebut. (Sri Noviarni)
(ysw)