Sean Connery, Pengantar Susu yang Sukses Sebagai Mata-Mata 007
loading...
A
A
A
Sean turut membantuk karakter Bond yang ramah dengan humor masam dalam menggagalkan rencana penjahat flamboyan. Dia juga tampil dengan serentetan wanita cantik dan seksi di film-filmnya. Putra supir truk itu juga menciptakan kedalaman karakter yang menjadi standar acuan bagi mereka yang menggantikannya sebagai Bond di masa depan.
Selama lebih dari 50 tahun, franchise James Bond masih berjalan dengan baik sejak Sean tampil di Dr No. Film megah yang padat dengan gawai high-tech dan efek spektakuler ini senantiasa memecahkan rekor box office dan meraup keuntungan jutaan dolar.
Setelah sukses dengan Dr No, Sean tampil di serangkaian film Bond seperti From Russia with Love (1963), Goldfinger (1964), Thunderball (1965) dan You Only Live Twice (1967). Namun, Sean kemudian menjadi khawatir karena mendapatkan stereotipe akibat perannya di Bond. Setelah You Only Live Twice, dia memutuskan untuk rehat sebagai agen 007 itu. (Baca Juga: No Time To Die Gunakan 8.400 Galon Coca-Cola untuk Adegan Daniel Craig )
Peran Bond kemudian digantikan George Lazenby di film On Her Majesty’s Secret Service pada 1969. Namun, tanpa kehadiran Sean sebagai Bond, film itu mengecewakan para penonton. Akhirnya, pada 1971, Sean pun kembali sebagai Bond lewat Diamonds Are Forever. Iming-iming tambahan pemasukan sukses membuatnya mau kembali ke franchise ini. Uang itu kemudian dia sumbang ke yayasan pendidikan Skotlandia. Dia menegaskan jika film itu adalah yang terakhir bagi dia sebagai Bond.
Namun, 12 tahun kemudian, saat berusia 53 tahun, Sean kembali sebagai 007 di film Never Say Never Again (1983). Film ini berbeda dengan film Bond lainnya karena diproduksi secara independen. Ini membuat marah mentornya, Albert Broccoli.
Pada 1983, Sean menyebutkan hal-hal yang menurut dia idealdengan Bond. Menurut dia, Bond memilki lokasi yang indah, ambiens yang menarik, cerita yang bagus, karakter yang menarik, seperti cerita detektif dengan mata-mata dan setting eksotik.
Sebenarnya, Sean memiliki tipe yang sangat berbeda dengan karakter Bond yang ditulis Ian Fleming dengan latar belakang sosialnya. Dia lebih suka bir ketimbang koktail vodka martini Bond yang ‘dikocok, bukan diaduk’. Namun, pengaruh Sean membantu membentuk karakter di buku dan juga di film. Dia tidak pernah berusaha menutupi aksesn Skotlandia-nya, yang kemudian membuat Ian memberikan warisan Skotlandia bagi Bond di buku yang dirilis setelah debut Sean.
Sebagai Bond, di setiap film, dia akan memperkenalkan diri dengan ucapan khasnya, yaitu, “Bond, James Bond.” Namun, Sean ternyata tidak suka diidentikkan dengan peran tersebut. Bahkan, dia pernah menyatakan kalau dia membenci James Bond.
Tak mau terus-terusan identik dengan Bond, Sean pun mencoba peran di berbagai film lain. Sosoknya yang tinggi dan tampan dengan suara berat yang pas dengan peran tertentu, Sean pun berkesempatan berperan di sejumlah peran penting lain selain Bond. Dia bahkan meraih Oscar untuk perannya sebagai polisi Chicago di The Untouchables (1987).
Sepanjang kariernya, Sean telah bekerja sama dengan sejumlah sutradara kenamaan. Dia membintangi Marnie (1964), karya Alfred Hitchcock. Dia bahkan pernah tampil di Indiana Jones and the Last Crusade (1989) arahan Steven Spielberg. Selain itu, dia juga membintangi The Wind and the Lion (1975), The Man Who Would be King (1975) dan The Hunt for the Red October (1990). (Baca Juga: Tom Hardy Dilaporkan Akan Segera Diresmikan Jadi James Bond Berikutnya )
Kesuksesannya di dunia akting tidak membuat Sean melupakan idealismenya. Idealisme ini juga yang membuatnya berselisih dengan sutradara film terakhir yang dia bintangi, The League of Extraordinary Gentlemen, pada 2003. Setelah perselisihan itu, dia pun memutuskan pensiun dari dunia akting.
Selama lebih dari 50 tahun, franchise James Bond masih berjalan dengan baik sejak Sean tampil di Dr No. Film megah yang padat dengan gawai high-tech dan efek spektakuler ini senantiasa memecahkan rekor box office dan meraup keuntungan jutaan dolar.
Setelah sukses dengan Dr No, Sean tampil di serangkaian film Bond seperti From Russia with Love (1963), Goldfinger (1964), Thunderball (1965) dan You Only Live Twice (1967). Namun, Sean kemudian menjadi khawatir karena mendapatkan stereotipe akibat perannya di Bond. Setelah You Only Live Twice, dia memutuskan untuk rehat sebagai agen 007 itu. (Baca Juga: No Time To Die Gunakan 8.400 Galon Coca-Cola untuk Adegan Daniel Craig )
Peran Bond kemudian digantikan George Lazenby di film On Her Majesty’s Secret Service pada 1969. Namun, tanpa kehadiran Sean sebagai Bond, film itu mengecewakan para penonton. Akhirnya, pada 1971, Sean pun kembali sebagai Bond lewat Diamonds Are Forever. Iming-iming tambahan pemasukan sukses membuatnya mau kembali ke franchise ini. Uang itu kemudian dia sumbang ke yayasan pendidikan Skotlandia. Dia menegaskan jika film itu adalah yang terakhir bagi dia sebagai Bond.
Namun, 12 tahun kemudian, saat berusia 53 tahun, Sean kembali sebagai 007 di film Never Say Never Again (1983). Film ini berbeda dengan film Bond lainnya karena diproduksi secara independen. Ini membuat marah mentornya, Albert Broccoli.
Pada 1983, Sean menyebutkan hal-hal yang menurut dia idealdengan Bond. Menurut dia, Bond memilki lokasi yang indah, ambiens yang menarik, cerita yang bagus, karakter yang menarik, seperti cerita detektif dengan mata-mata dan setting eksotik.
Sebenarnya, Sean memiliki tipe yang sangat berbeda dengan karakter Bond yang ditulis Ian Fleming dengan latar belakang sosialnya. Dia lebih suka bir ketimbang koktail vodka martini Bond yang ‘dikocok, bukan diaduk’. Namun, pengaruh Sean membantu membentuk karakter di buku dan juga di film. Dia tidak pernah berusaha menutupi aksesn Skotlandia-nya, yang kemudian membuat Ian memberikan warisan Skotlandia bagi Bond di buku yang dirilis setelah debut Sean.
Sebagai Bond, di setiap film, dia akan memperkenalkan diri dengan ucapan khasnya, yaitu, “Bond, James Bond.” Namun, Sean ternyata tidak suka diidentikkan dengan peran tersebut. Bahkan, dia pernah menyatakan kalau dia membenci James Bond.
Tak mau terus-terusan identik dengan Bond, Sean pun mencoba peran di berbagai film lain. Sosoknya yang tinggi dan tampan dengan suara berat yang pas dengan peran tertentu, Sean pun berkesempatan berperan di sejumlah peran penting lain selain Bond. Dia bahkan meraih Oscar untuk perannya sebagai polisi Chicago di The Untouchables (1987).
Sepanjang kariernya, Sean telah bekerja sama dengan sejumlah sutradara kenamaan. Dia membintangi Marnie (1964), karya Alfred Hitchcock. Dia bahkan pernah tampil di Indiana Jones and the Last Crusade (1989) arahan Steven Spielberg. Selain itu, dia juga membintangi The Wind and the Lion (1975), The Man Who Would be King (1975) dan The Hunt for the Red October (1990). (Baca Juga: Tom Hardy Dilaporkan Akan Segera Diresmikan Jadi James Bond Berikutnya )
Kesuksesannya di dunia akting tidak membuat Sean melupakan idealismenya. Idealisme ini juga yang membuatnya berselisih dengan sutradara film terakhir yang dia bintangi, The League of Extraordinary Gentlemen, pada 2003. Setelah perselisihan itu, dia pun memutuskan pensiun dari dunia akting.