Efek Samping Sinovac Umumnya Ringan dan Bisa Membaik dengan Sendirinya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Efek samping sinovac selama ini masih belum ada yang membahayakan. dr. Muhammad Fajri Adda’i selaku dokter umum relawan Covid-19 , bahwa setelah etelah divaksin, orang bersangkutan diharapkan tidak langsung pulang namun menunggu 30 menit untuk melihat reaksi vaksin atau yang dikenal dengan sebut kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Yaitu serangkan reaksi, biasanya berupa peradangan dalam tubuh, setelah imunisasi.
Umumnya, kejadian KIPI cenderung ringan dan dapat membaik dengan sendirinya. Reaksi yang umum dan normal sehabis divaksin adalah demam. “Itu artinya tubuh bereaksi mengenali benda asing untuk membentuk imunitas dan ini tidak menjadi masalah. Kecuali jika ditemukan anafilastik berat. Seperti sesak napas hebat, tensi menurun, jantung berdebar-debar, dan nadi melemah,” kata dr. Fajri. Reaksi yang terjadi bisa beragam dari ringan hingga berat. Kasus berat misalnya syok anafilastik adalah reaksi alergi yang parah dan berpotensi mengancam nyawa. Reaksi dapat terjadi dalam hitungan detik atau menit sejak terpapar alergen.
Baca Juga : Orang dengan Kondisi Tertentu Tak Bisa Disuntik Vaksin Sinovac, Apa Saja?
Namum begitu dr. Fajri menekankan masyarakat tidak perlu khawatir karena tim medis telah dilengkapi dengan peralatan medis yang meliputi obat-obatan dan suntikan untuk menanggulangi reaksi yang mungkin muncul. “Reaksi seperti sesak napas, pingsan, lemas, mata berkunang, atau keliyengan setelah divaksin, nanti yang bersangkutan dapat diberikan Epinephrine untuk meningatkan tekanan darah dan membuka saluran pernapasan. Ini perlengkapan yang wajib ada,” jelas dr. Fajri.
Epinephrine adalah obat yang digunakan untuk mengobati anafilastik atau reaksi alergi yang membahayakan nyawa. Obat ini bekerja dengan meredakan reaksi alergi yang terjadi dan melemaskan otot-otot saluran pernapasan serta mempersempit pembuluh darah, sehingga napas menjadi lega dan aliran darah ke sel tetap terjaga. Nantinya setelah beberapa hari ke depan, tim medis akan terus memantau perkembangan orang-orang yang sudah divaksin guna melihat kemungkinan adanya KIPI.
Baca Juga : Vaksin Covid Diberikan yang Belum Terinfeksi.Ini Alasan Wamenkes!
Selain reaksi setelah divaksin yang sudah disebutkan sebelumnya, dr. Fajri juga menambahkan reaksi lain yang mungkin saja terjadi. Antara lain sakit perut, kemerahan di kulit, bibir pecah-pecah, dan lainnya. Dr. Fajri menyarankan agar bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit ginjal, paru, jantung sebaiknya berkonsultasi lebih dulu dengan spesialis penyakit dalam atau bagi orang yang sedang mengonsumsi obat terkait apakah boleh divaksin.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat apabila ingin mengetahui efek samping vaksin yang mungkin timbul sebaiknya bertanya dengan tenaga medis bukan dengan mencari di internet yang akhirnya termakan hoax dan jadi enggan divaksin. Sementara itu tentang efikasi vaksin Sinovac yang masih banyak diragukan oleh masyarakat, dijelaskan oleh Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Dr. dr. Hariadi Wibisono, isu efikasi sebetulnya erat kaitannya dengan seroconversion atau serokonversi.
Baca Juga : Main Gadget Terlalu Lama Bisa Memicu Kerusakan Saraf
“Seroconversion itu adalah seberapa jauh tubuh kita mampu bereaksi terhadap vaksin. seroconversion bukan ditentukan oleh kualitas vaksin, tapi oleh kondisi tubuh seseorang. Ada orang-orang yang tubuhnya tidak mampu membentuk antibodi, sehingga sebagus apapun vaksin yang diberikan tidak akan berpengaruh terhadap tubuh mereka,” beber Dr. Hariadi. Serokonversi adalah perkembangan antibodi yang dapat dideteksi pada mikroorganisme dalam serum sebagai akibat dari infeksi atau imunisasi.
Umumnya, kejadian KIPI cenderung ringan dan dapat membaik dengan sendirinya. Reaksi yang umum dan normal sehabis divaksin adalah demam. “Itu artinya tubuh bereaksi mengenali benda asing untuk membentuk imunitas dan ini tidak menjadi masalah. Kecuali jika ditemukan anafilastik berat. Seperti sesak napas hebat, tensi menurun, jantung berdebar-debar, dan nadi melemah,” kata dr. Fajri. Reaksi yang terjadi bisa beragam dari ringan hingga berat. Kasus berat misalnya syok anafilastik adalah reaksi alergi yang parah dan berpotensi mengancam nyawa. Reaksi dapat terjadi dalam hitungan detik atau menit sejak terpapar alergen.
Baca Juga : Orang dengan Kondisi Tertentu Tak Bisa Disuntik Vaksin Sinovac, Apa Saja?
Namum begitu dr. Fajri menekankan masyarakat tidak perlu khawatir karena tim medis telah dilengkapi dengan peralatan medis yang meliputi obat-obatan dan suntikan untuk menanggulangi reaksi yang mungkin muncul. “Reaksi seperti sesak napas, pingsan, lemas, mata berkunang, atau keliyengan setelah divaksin, nanti yang bersangkutan dapat diberikan Epinephrine untuk meningatkan tekanan darah dan membuka saluran pernapasan. Ini perlengkapan yang wajib ada,” jelas dr. Fajri.
Epinephrine adalah obat yang digunakan untuk mengobati anafilastik atau reaksi alergi yang membahayakan nyawa. Obat ini bekerja dengan meredakan reaksi alergi yang terjadi dan melemaskan otot-otot saluran pernapasan serta mempersempit pembuluh darah, sehingga napas menjadi lega dan aliran darah ke sel tetap terjaga. Nantinya setelah beberapa hari ke depan, tim medis akan terus memantau perkembangan orang-orang yang sudah divaksin guna melihat kemungkinan adanya KIPI.
Baca Juga : Vaksin Covid Diberikan yang Belum Terinfeksi.Ini Alasan Wamenkes!
Selain reaksi setelah divaksin yang sudah disebutkan sebelumnya, dr. Fajri juga menambahkan reaksi lain yang mungkin saja terjadi. Antara lain sakit perut, kemerahan di kulit, bibir pecah-pecah, dan lainnya. Dr. Fajri menyarankan agar bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit ginjal, paru, jantung sebaiknya berkonsultasi lebih dulu dengan spesialis penyakit dalam atau bagi orang yang sedang mengonsumsi obat terkait apakah boleh divaksin.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat apabila ingin mengetahui efek samping vaksin yang mungkin timbul sebaiknya bertanya dengan tenaga medis bukan dengan mencari di internet yang akhirnya termakan hoax dan jadi enggan divaksin. Sementara itu tentang efikasi vaksin Sinovac yang masih banyak diragukan oleh masyarakat, dijelaskan oleh Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Dr. dr. Hariadi Wibisono, isu efikasi sebetulnya erat kaitannya dengan seroconversion atau serokonversi.
Baca Juga : Main Gadget Terlalu Lama Bisa Memicu Kerusakan Saraf
“Seroconversion itu adalah seberapa jauh tubuh kita mampu bereaksi terhadap vaksin. seroconversion bukan ditentukan oleh kualitas vaksin, tapi oleh kondisi tubuh seseorang. Ada orang-orang yang tubuhnya tidak mampu membentuk antibodi, sehingga sebagus apapun vaksin yang diberikan tidak akan berpengaruh terhadap tubuh mereka,” beber Dr. Hariadi. Serokonversi adalah perkembangan antibodi yang dapat dideteksi pada mikroorganisme dalam serum sebagai akibat dari infeksi atau imunisasi.
(wur)