Inisiatif Peningkatan Kualitas Hidup Pemulung untuk Wujudkan Ekonomi Sirkular

Jum'at, 19 Februari 2021 - 02:46 WIB
loading...
Inisiatif Peningkatan...
Para pembicara dalam virtual press conference peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2021 yang digagas PT Unilever Indonesia. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Permasalahan sampah plastik masih menjadi perhatian utama sejumlah kalangan. Terlebih studi terbaru dari Sustainable Waste Indonesia (SWI) memperlihatkan bahwa dari 189.349 ton sampah plastik rata-rata per bulan yang dihasilkan di Pulau Jawa, hanya 11,83% yang dapat dikumpulkan. Sementara sisanya yaitu 88,17% berakhir di TPA.

Guna meningkatkan kepedulian atas permasalahan tersebut, sekaligus untuk menyambut peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021, PT Unilever Indonesia berinisiatif untuk mendorong kolaborasi yang lebih erat dengan para pelaku rantai nilai sampah, khususnya para pemulung, yang selama ini menjadi salah satu tulang punggung terciptanya ekonomi sirkular. Melalui kerja sama dengan Perkumpulan Pemulung Indonesia Mandiri (PPIM), Unilever mengusung semangat #MariBerbagiPeran dalam meningkatkan kualitas hidup serta kapabilitas para pemulung sehingga mereka dapat terus berkontribusi di dalam rantai nilai pengelolaan sampah.



Head of Corporate Affairs and Sustainability PT Unilever Indonesia, Tbk Nurdiana Darus mengatakan, pihaknya telah berkomitmen membantu mengatasi permasalahan plastik mulai dari hulu, tengah, hingga hilir.

"Dalam menjalankan komitmen ini, kami percaya bahwa plastik sebagai bagian tak terpisahkan dari keseharian memiliki tempat tersendiri di dalam ekonomi, dan tidak seharusnya tercecer begitu saja di lingkungan," kata Nurdiana Darus dalam konferensi pers virtual, Kamis (18/2).

Namun nyatanya, sebut Nurdiana, studi terbaru yang dilakukan Unilever Indonesia bersama SWI memperlihatkan bahwa dari 189.349 ton sampah plastik rata-rata per bulan yang dihasilkan di Pulau Jawa, hanya 11,83% yang dapat dikumpulkan. Sementara 88,17% berakhir di TPA atau tidak terangkut sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan.

"Jika dikelola dengan baik, sampah plastik justru dapat memberikan nilai ekonomi, sehingga transisi menuju konsep ekonomi sirkular kini semakin krusial untuk mengubah permasalahan sampah plastik menjadi peluang menuju pemulihan ekonomi nasional,” urai Nurdiana.

Direktur Pengelolaan Sampah, Direktorat Jenderal PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Novrizal Tahar mengatakan, potensi pengelolaan sampah untuk mendukung perekonomian kian terlihat nyata selama pandemi. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, dan limbah merupakan tiga dari tujuh sektor yang masih bertumbuh secara positif, yaitu 6,04%.

"Fakta tersebut merupakan kabar baik bagi pengelolaan sampah di Indonesia karena menggambarkan bahwa bidang pengelolaan sampah adalah sektor usaha yang terus menggeliat. Oleh karena itu, melalui peringatan HPSN 2021 yang mengusung tema ‘Sampah Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi’, pemerintah ingin mendorong kolaborasi dari seluruh pelaku rantai nilai sampah menuju terciptanya ekonomi sirkular sebagai babak baru pengelolaan sampah di Indonesia," beber Novrizal.

Sementara itu, Ketua Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM FEB UI Alin Halimatussadiah berpendapat, agar mampu memberikan dampak ekonomi yang nyata, perwujudan ekonomi sirkular harus melibatkan peran dan fungsi setiap pelaku rantai nilai sampah yang terdiri dari begitu banyak pihak, mulai pemerintah, dunia usaha/industri, sektor informal, hingga masyarakat pada setiap siklus tahapan pengelolaan sampah yang meliputi upaya pemilahan, pengumpulan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

"Pemulung memiliki peran sentral yang patut diperhatikan karena merekalah yang berjasa mengumpulkan sampah sebagai bahan baku yang mendukung industri daur ulang. Oleh karena itu, sudah saatnya kita melekatkan para pemulung ke dalam kesatuan rantai nilai pengelolaan sampah yang lebih utuh," katanya.



Hal ini sejalan dengan hasil studi Unilever Indonesia dan SWI. Terungkap bahwa lebih dari 80% sampah plastik yang terkumpul di Pulau Jawa berasal dari pemulung, sedangkan 20% sisanya berasal dari bank sampah, TPS3R dan penampung sampah plastik lain. Namun sayang, sebagian masyarakat kerap menyematkan stigma negatif kepada pemulung sebagai masalah sosial yang mesti segera diatasi sehingga kehadiran mereka kerap mendapatkan tentangan.

Untuk itu, Unilever Indonesia dan PPIM meluncurkan kerja sama baru yang menargetkan 3.000 pemulung sebagai penerima manfaat dari rangkaian program edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Program ini melanjutkan kerja sama kedua institusi yang berawal pada 2020 melalui penyerahan sarana mesin press sampah plastik untuk membantu meningkatkan nilai ekonomis sampah plastik yang kemudian dijual oleh para pemulung kepada para pengepul sampah.
(tsa)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2805 seconds (0.1#10.140)