Kasus Kematian Covid-19 Meningkat, Menkes Jelaskan Penyebabnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus kematian Covid-19 di Indonesia terus alami peningkatan. Terkait hal tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memberikan penjelasan.
Menurut Budi, penyebab utama tingginya angka kematian akibat Covid-19 disebabkan oleh terlambatnya pasien untuk ditangani di rumah sakit. Ia pun menjelaskan secara detail mengenai apa yang sebenarnya terjadi di rumah sakit.
“Penyebab utamanya adalah terlambat tertangani di rumah sakit. Yang wafat di rumah sakit tuh menjadi lebih cepat. Biasanya rata-ratanya itu 8 hari, sekarang menjadi 3-4 hari sudah wafat," jelas Budi saat jumpa pers yang disiarkan di kanal YouTube Sekertariat Presiden, Senin (2/8),
"Dulu kebanyakan pasien yang wafat berada di ICU, sementara di IGD sekira 1-2%. Sekarang di IGD hampir 20%, dan ada pula yang masuk ke IGD sudah wafat (Death on Arrival), itu lebih tinggi lagi,” sambungnya.
Ia melihat tingginya angka kematian akibat Covid-19 ini juga disebabkan oleh pengetahuan masyarakat yang masih kurang. Terlebih dalam mengambil tindakan saat pemeriksaan saturasi oksigen yang bisa dilakukan mandiri di rumah.
“Fakta berikutnya adalah saat orang masuk rumah sakit, dulu awalnya saturasinya masih 94-93%, tapi sekarang masuk rumah sakit sudah 70% saturasinya. Saturasi 80% saja itu sudah telat sekali, artinya virus sudah menyebar ke dalam paru dan membuat sesak," jelas Budi.
"Jadi ini hal yang terjadi karena edukasi masyarakat dan takut saat terkena Covid-19 serta menganggapnya sebagai aib,” tambahnya.
Budi menilai dari segi fatality, Covid-19 nyatanya lebih rendah ketimbang TBC dan HIV, Aids. Karenanya, jika cepat dirawat, pasien akan bisa sembuh. Sehingga masyarakat jangan khawatir dan malu apabila terinfeksi Covid-19. Alasan selanjutnya adalah masyarakat kurang paham, mereka hanya tahu bahwa saturasi oksigen harus dijaga di atas 94%.
“Selama saturasi oksigen di atas 94% maka bisa dirawat di rumah dan bisa sembuh. Tapi ketika saturasi di bawah 90%, jangan menunggu laman dan langsung ke puskesmas, ke dokter, atau ke tempat isolasi terpusat, supaya ada perawat yang menjaga. Jangan dibiarkan di rumah, karena bisa membuat pasien menjadi wafat,” ungkap Budi.
Lebih lanjut, Budi mengingatkan masyarakat, agar jangan sampai menunggu kadar saturasi oksigen di angka 80% karena sudah terlambat sekali untuk mendapatkan pertolongan.
“Untuk performa terapi dan layanan di rumah sakit, sudah baik dan tidak ada masalah. Yang masalah adalah yang masuk ke IGD karena terlambat,” tandasnya.
Lihat Juga: Viral Mitos Penyakit Mpox Efek dari Vaksin COVID-19, Kemenkes Tegaskan Tak Ada Hubungannya
Menurut Budi, penyebab utama tingginya angka kematian akibat Covid-19 disebabkan oleh terlambatnya pasien untuk ditangani di rumah sakit. Ia pun menjelaskan secara detail mengenai apa yang sebenarnya terjadi di rumah sakit.
“Penyebab utamanya adalah terlambat tertangani di rumah sakit. Yang wafat di rumah sakit tuh menjadi lebih cepat. Biasanya rata-ratanya itu 8 hari, sekarang menjadi 3-4 hari sudah wafat," jelas Budi saat jumpa pers yang disiarkan di kanal YouTube Sekertariat Presiden, Senin (2/8),
"Dulu kebanyakan pasien yang wafat berada di ICU, sementara di IGD sekira 1-2%. Sekarang di IGD hampir 20%, dan ada pula yang masuk ke IGD sudah wafat (Death on Arrival), itu lebih tinggi lagi,” sambungnya.
Ia melihat tingginya angka kematian akibat Covid-19 ini juga disebabkan oleh pengetahuan masyarakat yang masih kurang. Terlebih dalam mengambil tindakan saat pemeriksaan saturasi oksigen yang bisa dilakukan mandiri di rumah.
“Fakta berikutnya adalah saat orang masuk rumah sakit, dulu awalnya saturasinya masih 94-93%, tapi sekarang masuk rumah sakit sudah 70% saturasinya. Saturasi 80% saja itu sudah telat sekali, artinya virus sudah menyebar ke dalam paru dan membuat sesak," jelas Budi.
"Jadi ini hal yang terjadi karena edukasi masyarakat dan takut saat terkena Covid-19 serta menganggapnya sebagai aib,” tambahnya.
Budi menilai dari segi fatality, Covid-19 nyatanya lebih rendah ketimbang TBC dan HIV, Aids. Karenanya, jika cepat dirawat, pasien akan bisa sembuh. Sehingga masyarakat jangan khawatir dan malu apabila terinfeksi Covid-19. Alasan selanjutnya adalah masyarakat kurang paham, mereka hanya tahu bahwa saturasi oksigen harus dijaga di atas 94%.
“Selama saturasi oksigen di atas 94% maka bisa dirawat di rumah dan bisa sembuh. Tapi ketika saturasi di bawah 90%, jangan menunggu laman dan langsung ke puskesmas, ke dokter, atau ke tempat isolasi terpusat, supaya ada perawat yang menjaga. Jangan dibiarkan di rumah, karena bisa membuat pasien menjadi wafat,” ungkap Budi.
Lebih lanjut, Budi mengingatkan masyarakat, agar jangan sampai menunggu kadar saturasi oksigen di angka 80% karena sudah terlambat sekali untuk mendapatkan pertolongan.
“Untuk performa terapi dan layanan di rumah sakit, sudah baik dan tidak ada masalah. Yang masalah adalah yang masuk ke IGD karena terlambat,” tandasnya.
Lihat Juga: Viral Mitos Penyakit Mpox Efek dari Vaksin COVID-19, Kemenkes Tegaskan Tak Ada Hubungannya
(dra)