Vaksin Nusantara, dari Rumor Dibeli Turki hingga Larangan Diperjualbelikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Vaksin Nusantara besutan Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto kembali menjadi perbincangan. Vaksin dendritik tersebut rumornya dibeli Turki sebanyak 5 juta dosis.
Kabar ini mencuat setelah informasi yang mengatakan bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan akan membeli vaksin Nusantara dari Indonesia sebanyak 5 juta dosis menyebar di publik. Terkait dengan rumor tersebut, Duta Besar Indonesia untuk Turki Lalu Muhammad Iqbal menegaskan bahwa tidak benar Turki akan membeli vaksin Nusantara.
"Hasil klarifikasi saya kepada otoritas berwenang di Turki dapat dipastikan tidak pernah ada pemikiran, rencana, maupun pembicaraan pemerintah Turki membeli vaksin Nusantara," kata Iqbal, beberapa hari lalu.
Ia menegaskan, tidak ada pembicaraan mengenai kemungkinan uji klinis vaksin Nusantara tahap ketiga di Turki. Hal ini karena kasus harian Covid-19 di negara tersebut sudah di bawah 17.000 per hari, terlebih vaksinasi dosis lengkap juga angkanya cukup tinggi, sudah mencapai 45% penduduk atau sekitar 93 juta dosis.
"Jadi, Turki tidak cocok untuk uji klinis vaksin tahap ketiga," tegasnya.
Lagi pula, sambung Iqbal, Turki hingga kini sudah mengembangkan tiga jenis vaksin buatan mereka sendiri dan dua di antaranya telah memasuki uji klinis tahap ketiga.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan pernyataan resmi bahwa vaksin Nusantara tidak bisa diperjualbelikan dengan alasan jenis vaksin Nusantara yang berupa autologus, tidak bisa dipakai secara umum.
Menurut Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, artinya vaksin Nusantara itu bersifat individual.
"Sel dendritik bersifat autologus, artinya dari materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri. Sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain. Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri," papar Siti Nadia, belum lama ini.
Meski bersifat individual, vaksin Nusantara tetap bisa dimanfaatkan oleh masyarakat namun sifatnya terbatas dan dalam bentuk pelayanan berbasis penelitian.
"Masyarakat yang menginginkan vaksin Nusantara atas keinginan pribadi, nantinya akan diberikan penjelasan terkait manfaat hingga efek sampingnya oleh pihak peneliti. Kemudian, jika pasien tersebut setuju, barulah vaksin Nusantara diberikan atas persetujuan pasien," tutur Siti Nadia.
Keputusan soal ini merujuk pada nota kesepahaman antara Kemenkes, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan TNI AD pada April lalu terkait dengan ‘Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas terhadap Virus SARS-CoV-2’.
Lihat Juga: Sortaman Saragih Soroti Dugaan Pungli dan Bullying PPDS Unsrat: Prodi Kedokteran Harus Transparan
Kabar ini mencuat setelah informasi yang mengatakan bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan akan membeli vaksin Nusantara dari Indonesia sebanyak 5 juta dosis menyebar di publik. Terkait dengan rumor tersebut, Duta Besar Indonesia untuk Turki Lalu Muhammad Iqbal menegaskan bahwa tidak benar Turki akan membeli vaksin Nusantara.
"Hasil klarifikasi saya kepada otoritas berwenang di Turki dapat dipastikan tidak pernah ada pemikiran, rencana, maupun pembicaraan pemerintah Turki membeli vaksin Nusantara," kata Iqbal, beberapa hari lalu.
Ia menegaskan, tidak ada pembicaraan mengenai kemungkinan uji klinis vaksin Nusantara tahap ketiga di Turki. Hal ini karena kasus harian Covid-19 di negara tersebut sudah di bawah 17.000 per hari, terlebih vaksinasi dosis lengkap juga angkanya cukup tinggi, sudah mencapai 45% penduduk atau sekitar 93 juta dosis.
"Jadi, Turki tidak cocok untuk uji klinis vaksin tahap ketiga," tegasnya.
Lagi pula, sambung Iqbal, Turki hingga kini sudah mengembangkan tiga jenis vaksin buatan mereka sendiri dan dua di antaranya telah memasuki uji klinis tahap ketiga.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan pernyataan resmi bahwa vaksin Nusantara tidak bisa diperjualbelikan dengan alasan jenis vaksin Nusantara yang berupa autologus, tidak bisa dipakai secara umum.
Menurut Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, artinya vaksin Nusantara itu bersifat individual.
"Sel dendritik bersifat autologus, artinya dari materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri. Sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain. Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri," papar Siti Nadia, belum lama ini.
Meski bersifat individual, vaksin Nusantara tetap bisa dimanfaatkan oleh masyarakat namun sifatnya terbatas dan dalam bentuk pelayanan berbasis penelitian.
"Masyarakat yang menginginkan vaksin Nusantara atas keinginan pribadi, nantinya akan diberikan penjelasan terkait manfaat hingga efek sampingnya oleh pihak peneliti. Kemudian, jika pasien tersebut setuju, barulah vaksin Nusantara diberikan atas persetujuan pasien," tutur Siti Nadia.
Keputusan soal ini merujuk pada nota kesepahaman antara Kemenkes, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan TNI AD pada April lalu terkait dengan ‘Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas terhadap Virus SARS-CoV-2’.
Lihat Juga: Sortaman Saragih Soroti Dugaan Pungli dan Bullying PPDS Unsrat: Prodi Kedokteran Harus Transparan
(tsa)