Studi: Berhasil Turunkan Berat Badan Tak Jamin Tubuh Sehat, Olahraga Lebih Penting

Jum'at, 22 Oktober 2021 - 14:55 WIB
loading...
Studi: Berhasil Turunkan Berat Badan Tak Jamin Tubuh Sehat, Olahraga Lebih Penting
Studi: Berhasil Turunkan Berat Badan Tak Jamin Tubuh Sehat, Olahraga Lebih Penting. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
JAKARTA - Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal iScience menerangkan bahwa kesehatan dan umur panjang secara keseluruhan tidak dapat diprediksi dengan angka dalam skala. Bahkan, dikatakan juga olahraga lebih penting daripada penurunan berat badan dalam hal kesehatan jantung dan umur panjang.

"Kami ingin orang-orang tahu bahwa mereka yang gemuk tetap bisa bugar dan sehat," kata peneliti Glenn Gaesser dari College of Health Solutions di Arizona State University, dikutip dari HuffPost, Jumat (22/10/2021).

Obesitas menjadi poin utama penelitian ini, terlebih kasusnya semakin meningkat di banyak negara. Bahkan, di Amerika Serikat obesitas meningkat signifikan dalam dekade terakhir.

Nah, di waktu yang sama orang-orang yang ingin menurunkan berat badan juga meningkat. Sejak 1980-an, setidaknya 40 persen perempuan di AS dan 25 persen prianya melakukan diet untuk menurunkan berat badan.



"Fokus hanya pada penurunan berat badan tidak mencegah kenaikan berat badan kembali. Bahkan, penurunan yang tidak stabil malah meningkatkan risiko penambahan berat badan yang berlebih dan kondisi tersebut memengaruhi risiko masalah kesehatan," ungkap ulasan studi.

Bagaimana studi dilakukan?

Para peneliti menganalisis ratusan penelitian sebelumnya untuk melihat bagaimana penurunan berat badan, olahraga, dan umur panjang saling berkaitan, dengan fokus subjek penelitian pada mereka yang didiagnosis obesitas.

Hasil analisis merangkum bahwa menjadi pribadi yang aktif lebih baik dibandingkan sekadar upaya menurunkan berat badan dalam hal meningkatkan kesehatan jantung dan mengurangi risiko kematian secara keseluruhan.

Faktanya, orang yang dianggap obesitas mungkin memiliki risiko kematian dini lebih rendah dibandingkan mereka yang memiliki berat badan normal tetapi tidak dalam kondisi baik. Artinya tinggi risiko penyakit kardiovaskular meski berat badannya normal.



Kekuatan aktivitas fisik

Obesitas tapi bugar itu bukan hal yang aneh di dunia medis. Mereka ini disebut sebagai MHO yang artinya, meski tubuhnya dikategorikan sebagai obesitas, tetapi tidak memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi atau kolesterol.

Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa orang yang kelebihan berat badan tidak lebih mungkin untuk mengalami serangan jantung atau stroke dibanding mereka yang tidak obesitas. Tetapi, orang-orang yang aktivitas fisiknya rendah, malah kebalikannya.

Meningkatkan aktivitas fisik bukan berarti harus olahraga super keras atau berjalan sangat jauh. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) sendiri merekomendasikan orang dewasa membutuhkan 150 menit aktivitas aerobik intensitas sedang per minggunya, atau menambah aktivitas penguatan otot setidaknya 2 hari dalam seminggu.

"Berjalan cepat dianggap sebagai latihan aerobik, dan berkebun atau melakukan yoga dikategorikan sebagai aktivitas penguatan otot," lapor CDC.

Di sisi lain, dr Hemalee Patel, seorang dokter yang berpraktek di perawatan primer One Medical menegaskan bahwa beda tipe tubuh, beda juga jenis latihan tentunya.

"Jadi, seseorang mungkin ketika melakukan HIIT napasnya masih bekerja dengan baik, tapi ada orang yang lebih cocok bersepeda atau berlari karena saat melakukan HIIT napasnya langsung terganggu," kata dr Patel.

Sementara itu, para peneliti juga meminta kepada masyarakat untuk tidak hanya berfokus pada angka berat badan, tetapi bagaimana menjaga aktivitas fisik dan asupan makanan setiap harinya karena itu lebih penting.

Bahkan, upaya tersebut dikatakan mengubah stigma buruk berat badan berlebih yang selama ini menempel di banyak kepercayaan orang.

"Stigma tersebut memengaruhi sekali kesehatan mental seseorang. Dan kesehatan mental tentu saja sama pentingnya dengan kesehatan fisik secara keseluruhan," tambah peneliti.
(hri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2101 seconds (0.1#10.140)